Pemkab Tulungagung belum mendapat laporan dari keluarga korban adanya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking yang menimpa DK, warga Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut.
Meski demikian, pihak Pemkab akan menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dan instansi terkait lainnya.
Baca Juga : Masih Ada Kontroversi Pemakaman Jenazah Pakai Protokol Covid-19, Pemkab Jember Libatkan Tokoh Agama
Hal itu diungkapkan oleh Bupati Tulungagung melalui Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Tulungagung, Galih Nusantoro.
“Kalau itu memang itu tindak pidana murni itu ranahnya kepolisian, tapi karena warga Tulungagung, bupati akan memerintahkan Disnakertrans menelusuri ke Jakarta,” ujar Galih, Jumat (28/8/20).
Galih melanjutkan, jika memang diupayakan untuk dipulangkan, maka akan dilakukan langkah tersebut. Jika diperlukan, pihaknya akan berkirim surat ke negara Arab Saudi, tempat DK bekerja.
Nantinya juga akan dilakukan konfirmasi dengan negara tersebut melalui pemerintah pusat tentang kebenaran berita itu. “Ini kan masih keterangan sepihak dari korban,” katanya.
Klarifikasi dilakukan untuk mengecek kebenaran informasi adanya keharusan membayar sejumlah 4.000 riyal agar DK bisa pulang.
“Untuk kejelasannya apakah memang betul meminta mahar (tebusan) bosnya di sana?” terangnya.
Pihaknya juga akan meminta bantuan Kedutaan RI di Arab Saudi untuk menelusuri kasus ini, lantaran alamat tempat kerja DK juga sudah jelas.
Disinggung apakah Pemkab nantinya akan membayar uang tebusan jika memang ada penebusan, Galih masih belum bisa memastikannya. Saat ini pihaknya masih akan fokus untuk menggali informasi terkait kabar itu.
Baca Juga : Banyak Pekerja Tak Dapat BSU, Disnaker-PMPTSP Kota Malang Berkirim Surat ke Pusat
“Kalau mahar tentang keluar itu kita belum pernah, kita lihat dulu kejelasan duduk perkaranya di sana (Arab Saudi),” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, satu warga Ngunut, Tulungagung, DK dilaporkan olwh HTW (Human Trafficking Watch) sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Arab Saudi.
Meski sakit, DK tetap dipaksa bekerja. Setiap hari, DK harus bekerja 10-12 jam.
DK berangkat ke Arab Saudi bersama 2 rekannya pada Januari 2020 lalu. Gaji yang diterima pun juga di bawah gaji terendah di Arab Saudi.
Untuk bisa pulang, DK harus membayar ke majikanya sebesar 4.000 riyal Saudi. Uang itu digunakan untuk denda visa yang sudah mati, dan menerbitkan exit visa.