Koordinator aksi yang menggelar unjuk rasa penyampaian aspirasi para pelaku seni di Kabupaten Malang, tidak memungkiri jika kegiatan melurug kantor DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten Malang, Kamis (13/8/2020) siang, ditunggangi oleh kepentingan politik.
”Politik kebudayaan, politik kebangsaan ada. Saya yang tangungjawab. Tapi kalau politik praktis tidak,” tegas Koordinator Aksi, Ki Ardhi Purbo Antono saat ditemui media online ini, sesaat setelah aksi massa berakhir, Kamis (13/8/2020).
Baca Juga : Pesan Amien Rais terhadap Jokowi: Jangan Terjebak Mentalitas 'Koncoisme'
Kepentingan politik kebudayaan dan kebangsaan itu, lanjut Ardhi, terdorong setelah adanya kebijakan yang terkesan membatasi ruang gerak para pelaku seni dalam berkreasi.
”Jangan sampai dengan adanya corona ini, apa yang kamu yakini mengurangi dan meletakkan keyakinanmu di bawah keyakinan kepada Tuhan. Artinya, jangan sampai keyakinanmu kepada corona itu melebihi keyakinanmu kepada Tuhan, kepada ayat suci, dan kepada para ulama, nabi, dan wali,” ungkapnya.
Pria yang juga dipercaya sebagai Pemangku Joglo Singo Alit Singosari ini, menambahkan, jika gerakan aksi juga menjadi tindak lanjut dari mandat Bupati Malang, Sanusi. Yakni, perihal dukungan pemerintah terhadap pelaku seni di Kabupaten Malang, untuk kembali berkreasi.
”Lho Bupati Malang itu sudah oke dengan kita (pelaku seni, red). Mas ndalango, mas sampean campursario, mas sampean naggapo tayub gak popo, sakno arek-arek iku mas. (Mas ndalango, kamu silahkan buat acara campursari, tayub tidak apa-apa. Kasihan anak-anak itu mas),” ungkap Ardhi saat menirukan pernyataan Sanusi.
Dijelaskan Ardhi, wujud kesepakatan bupati mendukung para pelaku seni itu, dapat dibuktikan dengan melihat acara di salah satu stasiun televisi nasional, yang sempat mengklarifikasi perihal kejadian viral saat Bupati Malang dangdutan.
Menurutnya, aksi Bupati Malang Sanusi yang sempat viral lantaran tidak menerapkan protokol kesehatan tersebut, merupakan wujud kepedulian pemerintah kepada pelaku seni di Kabupaten Malang. Namun, menurut Ardhi, kejadian tersebut justru disalah artikan, dan cenderung digunakan untuk menyudutkan Bupati Malang, dengan cara ditayangkan dalam media sosial dan pemberitaan nasional.
”Iya, saya menyayangkan, ini kepentingan apa? Atau mungkin saya tidak menyayangkan karena sekarang mungkin jaman fitnah. Jaman hoax, orang tidak tahu tapi menyebar informasi. Mau dibawa kemana negara ini,” keluhnya.
Atas dasar kekesalan itulah, membuat para pekerja seni menggelar aksi guna mengawal Bupati Malang untuk terus memperhatikan kesejahteraan pekerja seni. Bahkan jika perlu, setelah menggelar aksi di gedung Dewan Kabupaten Malang, ratusan aksi massa tersebut bakal membuat komitmen aksi lanjutan jika ke depan apa yang diharapkan, yakni kembali menggelar pentas seni dilarang.
”Kalau sampai kita ternyata tidak bisa berkesenian atau yang kita sampaikan tadi ada sebelah pihak yang kemudian tidak menuntaskan perkara ini, ya kita akan sama-sama sowan (menghadap, red) lagi. Bisa lewat telphone, lewat dialog lagi, pokoknya sampai final,” tegasnya.
Baca Juga : Ditemukan Lutung Jawa Mati Terbunuh secara Keji, Kapolres Malang: No Comment Dulu
Bagaimana jika terbentur dengan ijin keramaian untuk melakukan aksi susulan? Ardhi mengaku tidak akan memperdulikan hal itu. ”Tidak ada jika, bagi kami tidak ada jika. Wong jowo nek wes wani ojo wedi, nek wes wedi ojo wani-wani. (Orang jawa kalau berani jangan merasa takut, tapi kalau sudah takut jangan mencoba berani),” sambung Ardhi.
Siapa sebenarnya sosok yang dianggap bisa menghambat pelaku seni untuk berkreasi? Ardhi menjawab jika sosok tersebut adalah beberapa tokoh pejabat yang ada di bawah struktural Bupati Malang.
”Mungkin beliau para lurah, para camat itu yang belum tahu. Nah ini nanti akan segera di der-kan (diupayakan, red). Salah satu buktinya pada malam 17 Agustus nanti. Kita sudah membuat janji dengan Ketua DPR (Kabupaten Malang), bahwa akan memfasilitasi kami untuk berkesenian di titik sakral Kabupaten Malang,” ujarnya sembari mengatakan, jika titik sakral itu, diantaranya lain adalah Stadion Kanjuruhan hingga Pendopo Kabupaten Malang.
Seperti yang sudah diberitakan, ratusan pelaku seni yang mengatasnamakan SOLID (Solidaritas Pelaku Seni Budaya) Kabupaten Malang, menggelar aksi massa di Kantor DPRD Kabupaten Malang.
Dalam aksi tersebut, juga sempat dihadiri oleh Ketua DPRD Kabupaten Malang, Didik Gatot Subroto. Dalam pernyataannya, Didik mengaku siap melanjutkan aspirasi para pelaku seni, dan bakal segera mengkomunikasikannya dengan Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) Kabupaten Malang.