Penganiayaan bermotif rebutan anak yang sebelumnya pernah kami beritakan ternyata telah dimediasi oleh pihak Kelurahan Tamanan Kabupaten Tulungagung.
Hal itu diungkapkan oleh Lurah Tamanan Kecamatan Tulungagung Kota, Nining Setyowati saat di Satreskrim, Rabu (05/08/2020).
Baca Juga : Edarkan Sabu dari Lapas, Pria Asal Blitar Ini Dibekuk di Pinggir Jalan Desa
"Dua kali saya mediasi dalam masalah tanah yang ditinggali, masing-masing dengan pendapatnya. Kemudian terjadi masalah ini dan sudah sekali kita mediasi agar dilakukan penyelesaian kekeluargaan, namun mereka tidak mau," kata Nining.
Bagi Nining, masalah anak merupakan masalah privat antar keluarga mereka sehingga dirinya tidak bisa memberi penilaian mana yang benar dan mana yang salah.
"Kakak dan nenek itu mengaku merawat sejak bayi, pihak satunya adalah orang tua asli tapi tidak memiliki bukti apapun," ujarnya.
Bukti Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran yang seharusnya menunjukkan bahwa itu anak dia (Denok) seharusnya dipegang untuk mengklaim bahwa pengakuan itu anaknya benar. Namun, sampai akhirnya ramai hingga pertengkaran, masing-masing pihak mempertahankan pendapatnya sendiri.
Sementara itu, Denok dan suaminya Pendik saat dikonfirmasi mengatakan bahwa MPA (5) adalah anak semata wayang hasil pernikahan mereka berdua.
"Memang sejak bayi saya titipkan kakak dan orang tua saya tapi saya berhak mengambil anak saya karena kami adalah orang tuanya," kata Denok.
Lanjutnya, MPA merupakan anak Denok satu-satunya bersama Pendik yang asli warga Medan. Namun, diakui Denok, hasil pernikahan sebelum dengan Pendik dirinya telah mempunyai dua anak yang kini ikut bapaknya.
"Kedatangan saya mengambil anak malah membuat ibu dan kakak saya salah paham, saya digigit hingga luka dan dicakar sambil dijambak," ungkap Denok sambil menunjukkan bekas luka gigit di dada kiri dan cakaran di tangan kanan.
Dirinya sengaja tidak meminta visum meski telah dilaporkan oleh Farida, kakak kandungnya. Bagi Denok, meski sakit dan dilaporkan, dirinya menyadari tidak akan mungkin melaporkan ibu kandungnya.
Baca Juga : Suami yang Bunuh Istri dan Aniaya Anaknya di Jombang Terancam Penjara Seumur Hidup
"Saya sadar bahwa yang melakukan ini ibu saya sendiri, saya hanya mengambil hak saya sebagai orang tua. Saya ingin mengajak anak saya ke Batam untuk sekolah di sana," paparnya.
Selain sakit fisik, Denok juga merasa sakit hati karena sering dimaki keluarganya bahwa dirinya lahir dari sebongkah batu.
"Pasti saya sangat sakit, tapi saya memang ingin anak saya kembali," terangnya.
Meski belum mempunyai bukti administrasi, Denok memiliki buku nikah dan nomer induk kependudukan anaknya yang didapat dari dinas catatan sipil dan kependudukan.
Meski diajak berdamai dengan cara kekeluargaan, Denok masih belum membuka hati karena masalah yang dihadapi rumit dan menyangkut warisan kakek neneknya yang asli Tulungagung.
Denok dan Pendik sendiri nekat datang dari Batam harus hidup di kos sementara sambil menunggu kasusnya selesai.