Potensi keterlibatan pemuda dalam proses pilkada masa new normal tetap tinggi, karena terutama proses pilkada tahun 2020 di saat covid berbeda dengan saat normal. Proses pilkada, terutama kampanye akan banyak menggunakan jejaring medsos.
Hal ini diprediksi akan melibatkan pemilih pemula lebih tinggi intensitasnya karena generasi inilah yang sangat akrab dengan jejaring medsos. Sementara, fenomena hoax dan ujaran kebencian di medsos juga sangat tinggi. Lalu bagaimana dengan pemilih pemula yang baru akan mengalami proses pilkada pertama kali?
Baca Juga : Mendukung Calon Kepala Daerah, Sanksi Tegas Menanti ASN Sumenep
Anggota Bawaslu DIY Sutrinowati dalam acara Talkshow Media Center Bawaslu Kota Yogyakarta (23/7/20) menyampaikan pemilih pemula yang tentu sangat dekat dengan dunia internet dapat didorong untuk ikut melakukan pengawasan dan pelibatan mereka dalam proses kampanye.
“Keterlibatan pemilih pemula ini sebagai kader pengawas partisipatif, bukan penyebar isu SARA dan kebencian. Pemilih pemula harus difasilitasi dalam kampanye sebagai pengawas dan penyelenggara dalam pilkada,” tuturnya.
Sutrisnowati menyampaikan bahwa kampanye yang melibatkan anak-anak secara tegas adalah dilarang. Untuk anak-anak yang mempunyai hak pilih (pemilih pemula), harus disinergikan oleh semua penyelenggara pemilu agar anak menyalurkan energi positif dan mendapatkan edukasi yang positif dalam proses pilkada.
Menurutnya hal ini penting agar pemilih pemula belajar menjadi pemimpin ke depan yang mengedepankan demokrasi berkualitas, menjadi penyelenggara yang demokratis.
Baca Juga : Coklit Parengan Masuk H-10, Ketua PPK: Lancar dan Petugas Terapkan Protokol Kesehatan
“Bukan memahami untuk menjadi pemimpin butuh modal uang, dan belajar cari modal dalam berdemokrasi. Sehingga ketika menjadi pemimpin nanti mereka mengedepankan sikap yang berpihak pada rakyat,” tegasnya.