JATIMTIMES – Komisi C DPRD Surabaya menggelar hearing pembangunan pulau buatan di tengah laut Surabaya bernama Surabaya Water Front Land (SWL) yang masuk dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN). Dan Komisi C akan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang menanganinya setelah ini.
Komisi C menggelar rapat dengan perwakilan dari Forum Masyarakat Madani Maritim yang terdiri atas 44 elemen masyarakat dan dihadiri oleh beberapa dinas terkait diantaranya Bappeda, Penelitian dan Pengembangan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Serta Pertanahan
Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olah Raga serta Pariwisata, Bagian Hukum dan Kerjasama, wakil dari Forum Masyarakat Madani Maritim dan Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Baca Juga : Anggota DPRD Jatim Puguh Pamungkas Apresiasi Program MBG, Dukung Rencana Penghematan Anggaran untuk Pejabat
Rapat dipimpin oleh Eri Irawan Ketua Komisi C DPRD Surabaya. Saat itu Komisi yang membidangi pembangunan ini banyak mendapatkan info terbaru soal perkembangan yang sesuai fakta di lapangan, juga soal gambaran detil serta dampak yang ditimbulkan jika Surabaya Water Front Land direalisasikan pembangunannya.
“Pada intinya, kami (komisi C DPRD Surabaya-red) bersepakat menolak pembangunan pulau buatan di tengah laut Surabaya (Surabaya Water Front Land) yang masuk dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN), dan kami akan berusaha untuk berkoordinasi dengan pihak yang berwenang untuk membatalkan proyek tersebut,” kata Eri.
Politisi muda PDIP ini menyampaikan jika Pemkot Surabaya tidak akan mendapatkan manfaat PAD yang signifikan dari hasil pembangunan PSN tersebut. Tetapi justru akan direpotkan oleh dampak yang ditimbulkan, terutama soal ancaman banjir di wilayah sekitarnya.
Sementara menurut Herlina Harsono Njoto anggota Komisi C tindakan penolakan dari Komisinya ini bukan berarti anti pembangunan. Namun pihaknya menilai bahwa rencana yang tercatat di PSN ini dinilai kurang matang perencanaannya.
“Artinya tidak berdasarkan situasi dan kondisi saat ini, lantas dampak yang akan ditimbulkan terhadap ekosistem dan masyarakat pantai terutama nelayan yang imbasnya terhadap perekonomian berbagai sektor yang perkembang di sekitar lokasi tersebut,” jelasnya.
Baca Juga : Biaya Haji 2025 Resmi Turun, Berikut Perbandingan Biaya dari Tahun ke Tahun
Karena, kata Herlina, jika konteksnya pembangunan maka prioritas utamanya adalah menumbuhkembangkan masyarakat sekitar. Artinya, lebih berdaya dari sisi ekonomi, kalau sebelumnya adalah nelayan maka seharusnya bisa menjadi tuan di wilayahnya sendiri. Bukan hanya menjadi penonton saja.
Hal senada juga disampaikan Alif Iman Waluyo anggota Komisi C dari fraksi Gerindra, yang menegaskan jika pihaknya lebih memikirkan kepentingan hajat hidup masyarakat sekitar, terutama kaum nelayan.
“Maka kami akan berusaha untuk meminta kepada pemerintah pusat untuk tidak terburu-buru merealisasikan pembangunan ini. Maka kami akan menyampaikan kesepakatan penolakan ini demi kepentingan masyarakat dan Pemkot Surabaya. Perlu dikaji ulang soal manfaat dan mudharatnya,” tandasnya.