Pertanian bawang putih pernah berjaya di berbagai wilayah di Jawa Timur, termasuk Kota Batu. Sayangnya, gelombang impor membuat para petani seolah tenggelam dan memilih menanam komoditas lain. Setelah dua dekade, kini para petani Kota Batu siap kembali memproduksi bawang putih untuk memenuhi kebutuhan pasaran nasional.
Produksi massal bawang putih di Kota Batu ditandai dengan panen perdana di demontration plot (demplot) atau lahan percontohan seluas 8 hektare yang digarap Kelompok Tani (Poktan) Tani Maju 01, Desa Tulungrejo, Bumiaji, Kota Batu. Poktan yang tergabung dalam Gapoktan Mitra Arjuna tersebut merupakan binaan Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Malang.
Ketua Gapoktan Mitra Arjuna, Luki Budiarti mengungkapkan bahwa Kota Batu memiliki sejarah panjang dalam budi daya bawang putih. Pada era 1980-an, wilayah tersebut berjaya dan menjadi salah satu sentra penghasil bawang putih. Namun, sekitar 1998 atau dua dekade terakhir, banyak petani gulung tikar dan memilih beralih ke komoditas lain.
"Dulu kami sentra bawang putih, sebelum 1998. Tetapi, karena banyaknya importir bawang putih, kami tenggelam," tutur Luki, hari ini (10/9/2019). Dulunya, luas lahan pertanian bawang putih di kota tersebut mencapai lebih dari 300 hektare. Tetapi, sempat menyusut hingga tinggal 20-an hektare. Menurut Luki, harapan masyarakat kembali tumbuh setelah pemerintah memunculkan kebijakan nasional swasembada bawang putih pada 2021 mendatang.
Petani pun mulai kembali menanam bawang putih. Tidak asal tanam, beberapa proses dilalui poktan tersebut. Mulai dari studi banding ke sentra bawang putih di Tegal, Jawa Tengah. Juga mencari bibit bawang putih Lumbu Ijo yang merupakan varietas asli Kota Batu. "Kami didukung BI Malang dan Pemkot Batu membuat demplot. Setelah tenggelam kami yakin akan bangkit kembali," tegasnya.
Dia menguraikan, setelah mendapatkan bibit, para petani mulai melakukan penanaman di lahan seluas 8 hektare. Yang terdiri dari 5 hektare bantuan BI Malang dan 3 hektare dari swadaya petani anggota Poktan Tani Maju 01. "Pada panen perdana ini, kami optimis produksi panen kering lebih dari 8 ton," terangnya.
Tak hanya itu, para petani juga berupaya menekan biaya produksi dengan melakukan pertanian organik. Sehingga, biaya produksi bisa ditekan menjadi Rp 100 juta untuk keseluruhan lahan. "Jadi jika harga 1 kilogram (kg) bisa Rp 50 ribu ke atas kalau langsung dijual ke penangkar. Atau dijual ke pasaran dengan harga sekitar Rp 25 ribu per kilo, minimal kami bisa menghasilkan Rp 400 juta untuk sekali panen," urainya.
Sementara itu, Kepala KPw BI Malang Azka Subhan Aminurridho mengungkapkan bahwa komoditas bawang putih merupakan satu dari klaster ketahanan pangan yang dibina. Pihaknya juga melakukan pembinaan pada klaster bawang merah, cabai merah, kentang, serta kopi untuk komoditas unggulan. "Bawang putih ini juga salah satu komoditas kunci yang andilnya besar terhadap inflasi," ujar Azka.
Dia menguraikan, pada periode Maret dan April 2019, wilayah Kota Malang mengalami inflasi yang terpicu tingginya harga bawang putih di pasaran. Minimnya stok membuat harga bumbu dapur beraroma kuat itu melonjak hingga Rp 40 ribu per kilogram. "Selain terkait inflasi, mata rantainya juga ke neraca perdagangan," terangnya.
Hal tersebut karena saat ini pemenuhan bawang putih masih mengandalkan impor hingga sekitar 95 persen kebutuhan masyarakat. Sehingga, perlu adanya pengembangan bawang putih untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan stok di dalam negeri. "Hari ini adalah panen pertama demplot klaster bawang putih, program ini adalah turunan dari Kementerian Pertanian yang diturunkan ke Dinas Pertanian, BI hanya mendukung dengan pembinaan intensif," tuturnya.
Dengan terpenuhinya kebutuhan dalam negeri dengan produk lokal, lanjut Azka, diharapkan bisa menurunkan ketergantungan impor. Alih-alih, nantinya bisa mengurangi defisit transaksi berjalan (CAD) karena devisa tidak perlu keluar untuk membeli bawang dari luar negeri. "Paling tidak mengurangi impor, dan berefek menstabilkan kurs dan neraca dagang," sebutnya.
Untuk itu, lanjut Azka, pihaknya berharap adanya sinergi dengan berbagai pihak agar mampu meningkatkan produktivitas bawang putih. Bantuan BI Malang terhadap Poktan Tani Maju 01 ini sekaligus untuk membantu petani dan membangun agen hayati yakni mendukung pupuk dan pestisida organik. Dalam perjalanannya pun mampu membuat tanaman tumbuh subur serta menekan biaya produksi. "Perkiraan penen 8 ton dari 8 hektare, ada peningkatan produksi sebanyak 2 ton dari sebelumnya. Mudah-mudahan demplot klaster bawang putih ini bisa menular ke petani lainnya," pungkasnya.