JATIMTIMES - Sejak diresmikan pada akhir tahun 2023 lalu, Pasar Induk Among Tani menjadi salah satu pusat perekonomian Kota Batu. Namun, hingga kini masalah pasar yang sering sepi pengunjung masih jadi keluhan pedagang.
Ketua Paguyuban Pedagang Sembilan Zona (Pedang IX) Pasar Induk Among Tani Batu Ali Subaidi mengatakan, pedagang ingin adanya evaluasi, baik tata kelola pasar hingga sistem zonasi. Selain itu, sejumlah infrastruktur pendukung yang dibutuhkan dinilai masih belum maksimal.
Baca Juga : Revitalisasi Alun-Alun, Bank Jatim dan Pemkab Lamongan Lakukan Kerja Sama ETPD dan TP2DD
"Karena bukan cuma bangunan yang dikehendaki pedagang, tapi tata kelola yang baik juga. Manajemen yang seperti apa sehingga pasar tidak cenderung sepi," ujar Ali saat ditemui, belum lama ini.
Pihaknya mendorong agar ada evaluasi dari pihak berwenang di Pemkot Batu. Salah satunya pendataan kunjungan dan upaya perbaikan tata kelola pasar. Baginya, manajemen pasar tidak serta merta mengandalkan dan menertibkan retribusi pedagang namun sampai saat ini pedagang belum merasakan peningkatan kesejahteraan.
"Tata kelola dan infrastrukturnya, seharusnya tidak hanya di awal bangga per hari perolehan sekian juta (pendapatan daerah) dari parkir. Tetapi persoalan lain yang kompleks," katanya.
Untuk diketahui, pasar 3 lantai seluas 3,4 hektare itu dibangun dengan anggaran Rp 166,7 miliar bersumber dari APBN tahun 2021-2023. Pasar terbesar di Indonesia itu diresmikan Presiden ke-7 Joko Widodo pada akhir 2023. Pada tahun yang sama, pedagang menempati pasar baru.
Dengan menampung sekitar 2.630 pedagang pada 1.716 kios dan 914 los, sepinya pasar menjadi hal yang sering dipertanyakan. Terlebih Pasar Induk Among Tani adalah pasar pusat dari ketiga kecamatan yang ada di Kota Batu.
Baca Juga : Pelaku Wisata dan Musisi di Kota Batu Buka Donasi, Ajak Ratusan Anak Yatim Buka Bersama dan Berwisata
"Untuk catatan pengelolaan seharusnya tahu per hari yang masuk berapa, apakah ada evaluasi. Catatan-catatan aktivitas pasar tidak hanya dari parkir. Dari situ kita tahu mana yang zona ramai dan kenapa kok beberapa masih sepi," ujar Ali.
Ali menambahka belum lagi masalah sampah, bangunan yang sering bocor, hingga akses eskalator yang terbatas. Ia berharap, agar pemerintah daerah benar-benar mengevaluasi untuk bisa meramaikan pasar dan memberikan perhatian kepada pedagang.
"Seperti halnya sampah yang jadi permasalahan sebuah kota. Menyelesaikannya tidak gampang. Mungkin perlu pemilahan. Tata kelola juga esensi kebersihan lingkungan sudah sering kami komunikasilan ke Diskumperindag agar pemerintah kota mengetahui yang dibutuhkan," imbuhnya.