JATIMTIMES - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang Amithya Ratnanggani Siraduhita memberi perhatian serius pada isu kekerasan perempuan. Hal itu juga ia sampaikan saat menemui massa aksi pada Jumat (7/2/2025) di Kantor DPRD Kota Malang.
Tak canggung, ia menjadi satu-satunya anggota dewan yang menemui massa aksi pada kesempatan tersebut. Dengan duduk di lantai, wanita cantik yang akrab disapa Mia ini pun berdialog dengan kordinator aksi di hadapan seluruh massa.
Baca Juga : DPRD Banyuwangi: Kasus Warga Kampung Anyar vs PT Perkebunan Kalibendo Terus Berproses
"Saya sangat apresiasi, karena ridak banyak orang yang sadar bahwa ini adalah masalah bersama," jelas Mia.
Terkait isu kekerasan terhadap perempuan, Mia mengaku bahwa isu tersebut telah lama menjadi perhatiannya sebagai wakil rakyat. Bahkan ia mengaku bahwa pihaknya telah berdialog dengan sejumlah pihak, termasuk dengan perguruan tinggi.
"Memang beberapa kampus kemarin sempat kami sudah berdialog memang belum sampai matang. Kami akan berdiskusi dengan para pimpinan perguruan tinggi terkait SOP jika ada kekerasan terhadap perempuan," kata Mia.
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, isu kekerasan terhadap perempuan seperti fenomena gunung es. Di mana masih ada bagian besar yang masih belum banyak muncul ke permukaan.
"Dan ini nanti menjadi PR kami. Memang ada. Akan kami terus lakukan. Ini adalah fenomena gunung es, yang kelihatan di ujung tapi sebenarnya banyak korban. Tidak hanya di kampus sebenarnya, tapi juga di pendidikan dasar," kata Mia.
Setidaknya ada sebanyak 7 yang menjadi poin tuntutan bagi massa aksi. Yakni mendesak dan mengecam program transmigrasi yang berada di seluruh Indonesia dan perlu dipertimbangkan serta dihapuskan, serta pemerintah wajib menarik seluruh perusahaan dan militerisme di Papua, karena Papua berhak menentukan nasibnya sendiri.
Poin kedua yakni terkait Revisi RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan yang memperkeruh tumpang tindih hukum di masyarakat. ketiga yakni memberikan kepastian tanah untuk eks timur-timur serta mendesak Bank Pembangunan Jerman untuk segera menghentkkan pendanaan transisi energi di Indonesia dan menolak Pula Flores sebagai pulau geothermal.
Baca Juga : Bawa Sejumlah Tuntutan, Sejumlah Elemen Mahasiswa di Malang Geruduk Kantor Dewan
Selanjutnya menuntut untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan pengoptimalan terhadap lembaga perlindungan perempuan. Kemudian menolak kewenangan DPR harus dalam koridor institusi dan mendesak DPR untuk menolak revisi kebijakan tata tertib DPR nomor 1 tahun 2020 dan fokus pada tugasnutama sebagai lembaga legislatif yang bekerja demi kepentingan rakyat.
Kemudian menolak usulan inisiatif DPR dan perguruan tinggi harus tetap berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan penelitian yang independen, serta menolak celah bagi komersialisasi institusi akademik melalui pemberian izin usaha tambang.
Terakhir yakni menuntut untuk menciptakan dunia pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa serta memprioritaskan pendidikan dan kesehatan gratis di Indonesia.
"Semua tuntutan sama pentingnya karena setiap negara wajib berdemokrasi," ujar Koordinator Aksi, Mukafi Ahmad Arsya, Jumat (7/2/2025).