JATIMTIMES - Sebanyak 600 kilogram benih jagung akan digelontorkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Malang pada tahun 2025. Ratusan kilogram benih jagung tersebut diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan hingga 50 hektare lahan.
Hal tersebut dimaksudkan untuk memfasilitasi petani, serta untuk memenuhi kebutuhan komoditas jagung di Kota Malang. Selain dari Pemkot Malang, beberapa petani juga ada yang memenuhi kebutuhan benih jagungnya secara mandiri.
Baca Juga : BBKSDA Jatim Resmi Terapkan Cashless Payment di Tiga Taman Wisata Alam
"Benih jagung tahun ini Dispangtan bisa memfasilitasi sekitar 600 kg. Bisa untuk 50 hektar, sementara luasan yang lain petani juga mandiri. Jadi 2 sumber, benih petani maupun dispangtan," ujar Kepala Dispangtan Kota Malang, Slamet Husnan.
Slamet menjelaskan, kapasitas produksi jagung di Kota Malang saat ini mencapai 7 hingga 8 ton untuk setiap hektare. Dengan periode tanam terbaru pada akhir tahun 2024 dan diperkirakan masa panen pada pertengahan 2025.
"Satu tahun bisa menanam 2 kali. Satu kali tanam masa tanamnya kurang lebih 3 sampai 4 bulan. Itu per hektar bisa panen 7-8 ton," imbuh Slamet.
Meskipun ada target, lanjut Slamet, pihaknya tetap menyesuaikan ketersediaan lahan yang ada. Untuk lahan pertanian sendiri, paling banyak masih ada di wilayah Kecamatan Kedungkandang.
"Wilayah Kedungkandang utamanya biasanya kalau tumpang sari bisa lebih luas tapi kalau petani menanam dalam satu hamparan satu komoditi jadi menyesuaikan komoditi yang ditanam," terang Slamet.
Baca Juga : Kepala Daerah Batal Dilantik 6 Februari, Ini Alasannya!
Sedangkan untuk hasil panennya, sebagian ada yang diperjualbelikan, dan ada yang dikonsumsi sendiri atau diolah menjadi benih. Salah satunya untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat peternak.
"Sementara untuk kebutuhan peternak itu per peternak satu bulan butuh 16 ton. Kalau dikonsumsi sendiri ya tergantumg petaninya," kata Slamet.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan di Kota Malang, pihaknya masih mengandalkan supply dari badan urusan logistik (Bulog). "Jika untuk kebutuhan sendiri biasanya disimpan kalau petani lain biasanya diperjualbelikan. Kekurangannya biasanya ada dukungan dari SPHP jagung yang berasal dari Bulog," pungkas Slamet.