free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Pangeran Tirtakusuma: Darah Mataram, Antek Kompeni, dan Takhta yang Tergelincir

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

27 - Dec - 2024, 11:06

Placeholder
Salah satu sudut megah Pura Mangkunegaran, simbol kejayaan trah Mangkunegaran. Pangeran Tirtakusuma, salah satu leluhur penting, turut mewariskan jejak kebesaran dinasti ini. (Foto: Instagram)

JATIMTIMES- Dalam lembaran sejarah Jawa yang kaya intrik dan konflik, Pangeran Tirtakusuma adalah sosok yang kerap luput dari perhatian. Namun, peran dan pengaruhnya dalam dinamika politik Mataram Islam pada abad ke-18 tidak dapat diabaikan. 

Melansir berbagai sumber, sebagai putra sulung Pangeran Arya Mangkunegara, ia berdiri di persimpangan sejarah yang sarat dengan pengkhianatan, pemberontakan, dan perjuangan keluarga. Namanya tidak sepopuler adiknya, Raden Mas Said—Pangeran Sambernyawa—pendiri Kadipaten Mangkunegaran, tetapi kisah hidupnya menawarkan pandangan unik tentang intrik politik dan loyalitas keluarga di tengah dominasi kolonial Belanda.

Awal Kehidupan dan Pengasingan

Baca Juga : 7 Pengobatan untuk Asam Urat Secara Efektif yang Wajib Kamu Coba, Terbukti Berhasil!

Pangeran Tirtakusuma adalah putra dari Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura dengan RAy Sonowati, seorang perempuan berdarah ningrat dari Madura. RAy Sonowati, yang juga dikenal sebagai RAy Raga Asmara, merupakan putri Adipati Cakra Adiningrat III, Panembahan Madura, dan istri dari Pangeran Pancuran, putra sulung Sunan Amangkurat IV. Pernikahan ini menghasilkan sebuah garis keturunan yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Mangkunegaran dan Surakarta.

Sebagai ibu dari KPH Tirtakusuma, RAy Sonowati memiliki peran penting dalam membangun dasar trah keluarga yang kelak menjadi bagian dari silsilah istana Surakarta dan Mangkunegaran. Dari KPH Tirtakusuma, lahirlah seorang putri yang menikah dengan Raden Adipati Sindureja, Patih Kraton Surakarta. Perkawinan ini melahirkan seorang perempuan yang menjadi permaisuri KGPAA Mangkunegara II, mengokohkan hubungan politik dan darah antara kedua kekuasaan tersebut.

RAy Sonowati juga tercatat sebagai sosok yang mengalami langsung masa-masa sulit geger pecinan di Kartasura. Ketika keraton diguncang pemberontakan, RAy Sonowati, yang tengah sakit, melarikan diri bersama ibu, putra, dan pengikutnya. Perjalanan mereka berakhir di sebuah wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Ngendho, tempat RAy Sonowati menghabiskan sisa hidupnya. Wasiatnya untuk dimakamkan di sana menjadikan Ngendho sebagai kompleks makam keturunan trah Mangkunegaran, sebuah warisan yang tetap dijaga hingga kini.

Pangeran Tirtakusuma, yang lahir dengan nama Raden Mas Ngali, merupakan putra tertua dari 16 anak Pangeran Arya Mangkunegara. Ketika Kartasura menjadi pusat kekuasaan Mataram Islam, keluarganya berada di jantung perpolitikan kerajaan. Namun, badai politik mulai mengguncang keluarga mereka pada 1728, ketika ayahnya diasingkan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) ke Batavia karena konflik internal istana.

Raden Mas Ngali, yang kemudian dikenal sebagai Pangeran Tirtakusuma, turut serta dalam pengasingan ini, meninggalkan adik-adiknya, termasuk Raden Mas Said yang masih balita. Di Batavia, ia menetap di distrik Pancoran, yang kelak memberikan gelar "Pangeran Pancoran" padanya. Kehidupan di pengasingan tidak mudah, tetapi Tirtakusuma berhasil membangun relasi dengan pihak VOC, sebuah langkah yang nantinya berpengaruh besar pada perannya dalam politik Jawa.

Geger Pecinan dan Dampaknya

Puncak kekacauan Mataram terjadi pada 1742 dalam peristiwa Geger Pecinan, ketika pemberontakan yang dipimpin Raden Mas Garendi mengguncang istana Kartasura. Dengan dukungan sebagian besar rakyat dan pasukan Tionghoa, Garendi merebut takhta dan mengangkat dirinya sebagai Amangkurat V. Namun, dominasi VOC dan kekuatan militer Pakubuwono II berhasil menumbangkan kekuasaannya dalam waktu enam bulan.

Dalam pergolakan ini, Tirtakusuma tetap berada di Batavia, mengamati dari jauh bagaimana nasib keluarganya berubah drastis. Ayahnya, yang menjadi simbol perlawanan terhadap VOC, wafat di pengasingan. Jenazahnya baru dipulangkan pada 1753 atas permintaan Pakubuwono III, dan Tirtakusuma ikut serta dalam prosesi pemulangan tersebut.

Ambisi Politik dan Peran VOC

Setelah kegagalan pemberontakan Amangkurat V, VOC memerlukan sosok yang dapat menjadi "boneka" politik mereka di Mataram. Nama Pangeran Tirtakusuma muncul sebagai calon raja baru yang mereka harapkan. Sikapnya yang moderat dan hubungannya yang baik dengan VOC membuatnya kandidat ideal untuk menggantikan Pakubuwono II yang dianggap lemah.

Namun, rencana itu gagal ketika Pakubuwono II memilih bekerja sama dengan VOC, menerima kembali takhtanya, dan menandatangani perjanjian yang merugikan Mataram pada November 1743. Perjanjian ini menyerahkan wilayah strategis seperti Madura Barat, Surabaya, Rembang, dan Jepara kepada VOC, serta mewajibkan Mataram menyuplai beras dalam jumlah besar setiap tahunnya.

Konflik Keluarga dan Perang Suksesi Jawa III

Ketika Perang Suksesi Jawa III pecah pada 1746, Tirtakusuma dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, ia adalah saudara dari Raden Mas Said, yang berjuang melawan VOC dan Surakarta untuk merebut takhta. Di sisi lain, ia memiliki hubungan erat dengan VOC yang selama ini melindunginya.

Perang ini menjadi medan pertempuran antara saudara kandung, dengan Tirtakusuma memilih mendukung VOC sementara adiknya melanjutkan perjuangan bersenjata. Raden Mas Said, bersama Mangkubumi (kelak Sultan Hamengkubuwono I), melawan dua kerajaan sekaligus: Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, yang didukung VOC.

Diplomasi dan Kegagalan Negosiasi

Baca Juga : 7 Obat Alami untuk Mengatasi Sembelit pada Lansia yang Wajib Kamu Coba

Pada 1753, momen penting terjadi ketika jenazah Pangeran Arya Mangkunegara dipulangkan ke Imogiri. Dalam prosesi ini, Tirtakusuma mencoba menjalin kembali hubungan dengan adiknya melalui mediasi VOC. Raden Mas Said, yang menghormati keluarganya, mengirimkan utusan untuk bertemu Tirtakusuma. Namun, tuntutannya agar VOC mengangkatnya sebagai raja Mataram ditolak.

Pertemuan diplomasi ini tidak berhasil menghentikan perang. Bahkan, VOC mencoba menggunakan Tirtakusuma sebagai alat tawar-menawar, mengancam akan mengasingkannya ke Sri Lanka jika Raden Mas Said tidak menyerah. Namun, ancaman ini tidak membuahkan hasil, dan perang berlanjut hingga penandatanganan Perjanjian Giyanti pada 1755.

Perjanjian Giyanti dan Akhir Perjuangan

Perjanjian Giyanti mengakhiri perang dengan membagi Kerajaan Mataram menjadi dua: Kasunanan Surakarta di bawah Pakubuwono III dan Kesultanan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengkubuwono I. Namun, Raden Mas Said tetap tidak puas dengan pembagian ini dan melanjutkan perjuangan hingga Perjanjian Salatiga pada 1757.

Dalam perjanjian tersebut, ia diangkat sebagai Adipati Mangkunegaran dengan gelar KGPAA Mangkunegara I. Ini mengakhiri perang berkepanjangan tetapi juga meninggalkan luka mendalam dalam keluarga Pangeran Arya Mangkunegara.

Warisan Pangeran Tirtakusuma

Setelah Perjanjian Giyanti, Tirtakusuma memilih untuk menetap di Semarang, menjaga hubungan baik dengan VOC hingga akhir hayatnya. Perannya sebagai mediator keluarga dan politikus moderat menjadi warisan penting dalam sejarah Jawa.

Istri Tirtakusuma, Ray Sonowati, merupakan putri Adipati Cakra Adiningrat III dari Madura. Dari pernikahan ini, lahirlah garis keturunan yang menjadi bagian integral dari Kadipaten Mangkunegaran, memperkuat hubungan keluarga dengan dinasti baru yang didirikan oleh Raden Mas Said.

Kisah Pangeran Tirtakusuma adalah refleksi dari kompleksitas politik Jawa pada abad ke-18. Di tengah intrik, pengkhianatan, dan konflik keluarga, ia memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan tuntutan zaman. Namanya mungkin tidak seterkenal adiknya, tetapi jejaknya tetap abadi dalam sejarah Mataram.


Topik

Serba Serbi Pangeran Tirtakusuma Mataram sejarah



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri