JATIMTIMES - Raden Trunojoyo, seorang bangsawan Madura keturunan Pangeran Cakraningrat I, menjadi simbol perjuangan melawan tirani dan penindasan di Jawa pada abad ke-17. Kisah hidupnya yang penuh liku menggambarkan semangat seorang pejuang yang melawan ketidakadilan, baik dari penguasa Kesultanan Mataram maupun kolonial VOC. Namun, akhir hidupnya yang tragis dan penuh misteri menyisakan pertanyaan besar: di mana jasadnya kini bersemayam?
Trunojoyo dikenal sebagai sosok yang tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk rakyat. Ia menolak tunduk pada kekuasaan Amangkurat I dan II yang dianggap telah mengkhianati rakyat demi kepentingan VOC. Dalam perjuangannya, ia berhasil mengguncang fondasi Mataram dan menjadikan dirinya sebagai ancaman terbesar bagi kekuasaan di Jawa kala itu.
Awal Perjuangan: Dari Protes hingga Revolusi
Baca Juga : Langganan Netflix hingga YouTube Premium Kena PPN 12 Persen, Begini Penjelasannya
Trunojoyo lahir dari keluarga bangsawan Madura. Ayahnya, Raden Demang Molojo, wafat ketika Trunojoyo masih kecil, meninggalkan luka mendalam yang memengaruhi pandangan hidupnya. Pendidikan Islam yang diterimanya sejak dini membentuk karakter tegas dan keberanian dalam melawan kezaliman.
Hubungan dekatnya dengan Pangeran Adipati Anom (kemudian menjadi Amangkurat II) di Keraton Mataram menjadi awal dari keterlibatannya dalam dinamika politik kerajaan. Namun, kesewenang-wenangan Amangkurat I—termasuk pembantaian ribuan ulama dan pengikut mereka pada 1659—mendorong Trunojoyo untuk mengambil sikap tegas. Bersama Raden Kajoran, mertua dan mentornya, Trunojoyo menyusun rencana revolusi melawan Mataram.
Puncak Kekuasaan Trunojoyo: Panembahan Maduretno
Pada 1674, Trunojoyo memulai pemberontakan dengan bantuan pasukan Madura dan sekutunya dari Makassar di bawah pimpinan Karaeng Galesong. Perlawanan ini dengan cepat berkembang menjadi ancaman besar bagi Mataram. Dalam waktu singkat, ia berhasil menguasai wilayah pesisir utara Jawa, termasuk Surabaya dan Gresik. Trunojoyo kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai Panembahan Maduretno dan mendirikan pemerintahan independen.
Namun, pengaruh Trunojoyo tidak hanya mencemaskan Mataram. VOC, yang berkepentingan menjaga stabilitas perdagangan di Jawa, memandangnya sebagai ancaman langsung. Pada 1677, Amangkurat II menandatangani Perjanjian Jepara dengan VOC, menyerahkan wilayah pesisir utara Jawa sebagai imbalan atas bantuan VOC untuk menumpas Trunojoyo.
Perang dan Kekalahan: Trunojoyo di Bukit Selokurung
Pertempuran besar antara pasukan Trunojoyo dan aliansi Mataram-VOC terjadi di lereng Gunung Kelud, tepatnya di Bukit Selokurung. Pasukan VOC di bawah pimpinan Kapitan Francois Tack berhasil mengepung Trunojoyo, meskipun perlawanan sengit terus diberikan. Pada 27 Desember 1679, Trunojoyo akhirnya ditangkap dan dibawa ke hadapan Amangkurat II di Payak, Bantul.
Eksekusi Brutal: Simbol Kekejaman Kekuasaan
Eksekusi mati Trunojoyo menjadi salah satu yang paling bengis dalam sejarah Jawa. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II, dengan keris Kyai Balabar, menusuk jantung Trunojoyo hingga menembus punggungnya. Namun, kekejaman tidak berhenti di situ. Tubuhnya dicabik-cabik, kepalanya dipenggal, dan hatinya dimakan mentah oleh para pejabat keraton atas perintah raja.
Bagian paling mengerikan adalah penggunaan kepala Trunojoyo sebagai keset kaki para abdi dalem dan pelayan keraton, sebelum akhirnya ditumbuk hingga hancur di lumpang batu. Tindakan ini bukan hanya menunjukkan kebencian mendalam Amangkurat II, tetapi juga sebagai peringatan kepada siapa saja yang berani menantang kekuasaannya.
Misteri Jasad Trunojoyo: Di Mana Ia Bersemayam?
Baca Juga : Berapa Kali Minyak Goreng Bisa Digunakan? Ini Penjelasan Dokter
Setelah eksekusi, keberadaan jasad Trunojoyo menjadi misteri besar. Tidak ada catatan resmi mengenai tempat pemakamannya. Beberapa sumber menyebutkan jasadnya dibuang begitu saja, sementara cerita lain menyatakan bahwa pengikut setianya diam-diam membawa jasad tersebut untuk dimakamkan secara layak. Hingga kini, tidak ada makam yang diakui sebagai persemayaman terakhir Trunojoyo.
Misteri ini semakin memperkuat statusnya sebagai legenda. Bagi sebagian besar masyarakat Madura dan Jawa, Trunojoyo adalah pahlawan yang melampaui zamannya. Kisah perjuangannya terus hidup dalam tradisi lisan dan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.
Warisan Perlawanan: Inspirasi dari Trunojoyo
Trunojoyo bukan sekadar pemberontak. Ia adalah simbol perlawanan terhadap tirani, sebuah pesan abadi bahwa kekuasaan yang lalim tidak akan bertahan selamanya. Keberanian dan pengorbanannya menjadi inspirasi bagi perjuangan melawan kolonialisme di masa-masa berikutnya, termasuk Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro.
Trunojoyo juga menunjukkan bahwa perjuangan yang didasari oleh ketulusan dan keberanian memiliki kekuatan yang melampaui kekuasaan dan senjata. Meskipun kalah dalam peperangan, nilai-nilai yang diperjuangkannya tetap hidup.
Trunojoyo dalam Ingatan Kolektif
Misteri jasad Trunojoyo dan akhir hidupnya yang tragis tidak mengurangi penghormatan masyarakat terhadapnya. Ia dikenang sebagai seorang ksatria sejati, pahlawan yang memperjuangkan keadilan tanpa pamrih. Kisah hidupnya mengajarkan bahwa perjuangan melawan ketidakadilan adalah tugas mulia yang harus dilanjutkan oleh setiap generasi.
Hingga kini, Trunojoyo tetap menjadi simbol perlawanan dan keberanian. Namanya abadi dalam sejarah, menjadi pengingat bahwa meskipun tubuhnya mungkin telah hilang, semangatnya terus hidup dalam jiwa mereka yang mencintai kebebasan.