JATIMTIMES - Polres Malang menggelar mediasi lanjutan kasus guru dipolisikan wali murid, Senin (16/12/2024). Agenda mediasi ketiga tersebut berjalan alot, pihak wali murid yang mempolisikan guru dari anaknya tersebut dikabarkan sempat menolak untuk berdamai.
Guru yang dilaporkan wali murid dari siswanya tersebut bernama Subhan. Guru berusia 42 tahun tersebut merupakan warga Desa Kromengan, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang.
Baca Juga : Bupati Malang Buka Agenda Gelar Karya P5, Tekankan Karakter Pancasila pada Siswa
Subhan merupakan guru agama Islam dan seni budaya di MI Miftakhul Huda, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Dia dilaporkan ke polisi karena mendisiplinkan muridnya dengan cara memukul menggunakan paralon pelindung kabel.
Sementara murid yang dipukul berinisial A. Korban merupakan siswa MI kelas 5. Berdasarkan keterangan terlapor, yakni guru beserta sejumlah saksi, korban dipukul karena mengumpat dengan kata kasar. Namun, keterangan tersebut tidak diakui oleh pihak korban maupun wali murid yang melayangkan laporan ke Polres Malang.
"Berdasarkan keterangan terlapor dan saksi, (korban) dipukul menggunakan pipa kurang lebih (sepanjang) 40-an sentimeter," ujar Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang Aiptu Erlehana, Senin (16/12/2024).
Berdasarkan keterangan yang dihimpun polisi, paralon tersebut pecah usai digunakan memukul korban. "Apakah paralonnya itu sudah buruk (kualitasnya) atau bagaimana, kami tidak paham. Tapi yang pasti berdasarkan keterangan korban, alat yang dipukulkan berupa paralon itu ketika dipukulkan pecah," terang Erlehana.
Usai kejadian tersebut, sang guru meminta maaf dan sempat hendak melihat kondisi korban. Namun, kabarnya itikat dari sang guru tersebut ditolak oleh muridnya.
Di sisi lain, paralon yang sudah pecah tersebut kemudian dikumpulkan menggunakan sapu dan dibuang oleh gurunya. "Pipanya juga sudah tidak ada, sudah pecah dan disapu, dibuang saat setelah kejadian. Barang bukti sampai saat ini tidak kami dapatkan, karena sudah dibuang. Sehingga kami buatkan daftar pencarian barang bukti," ujarnya.
Erlehana menyebut, peristiwa guru memukul muridnya tersebut terjadi pada akhir Agustus 2024. "Kemudian dilaporkan sesaat setelah kejadian," imbuhnya.
Kronologi guru pukul murid tersebut bermula saat korban bertanya kepada gurunya apakah boleh duduk bertiga. Namun, oleh gurunya tidak diperbolehkan.
"Terus dia (korban) mengumpat itu, kalau pengakuannya (mengumpat) ke temannya. Tapi gurunya mungkin merasa (tersinggung). Namun dari keterangan saksi-saksi, memang berkata kasar si anaknya ini (korban)," jelas Erlehana.
Keterangan tersebut dihimpun polisi dari sekitar enam saksi yang telah dimintai keterangan. Yakni mulai dari tiga saksi yang melihat kejadian, kepala sekolah, korban, dan orang tua korban.
"(Hasil visum) memang ditemukan luka pada punggung (korban), luka memar. Pengakuannya satu kali (dipukul)," ujarnya.
Atas adanya guru yang dilaporkan ke polisi tersebut, diakui Erlehana, Polres Malang telah melakukan beberapa kali upaya mediasi. Harapannya kasus yang sejatinya bisa diselesaikan secara kekeluargaan tersebut bisa berakhir damai melalui Restorative Justice (RJ).
"Hari ini (Senin, 16/12/2024) akan di mediasi antara terlapor dan pelapor, ini mediasi yang ketiga," ujar Erlehana.
Sebelumnya, pada kisaran bulan September dan November 2024, Polres Malang sudah melakukan upaya mediasi sebanyak dua kali. Pada upaya mediasi yang pertama dikabarkan sempat tertunda. Sementara pada upaya mediasi kedua tidak ditemukan kesepakatan damai. "Akhirnya kami proses, sampai saat ini sudah dalam penyelidikan perkaranya," tutur Erlehana.
Baca Juga : Atasi Polemik Fasum Apartemen Bale Hinggil, Wali Kota Eri Cahyadi: Pemkot Hanya sebagai Mediator
Sementara itu, terkait upaya mediasi ketiga, polisi akan kembali memperjelas kehendak dari pelapor. Di sini yang dimaksud adalah pihak korban dan orang tuanya.
Harapannya, ketika ada kesepakatan untuk diselesaikan melalui kekeluargaan atau RJ, maka polisi tidak akan melaksanakan mediasi lanjutan yang rencananya turut melibatkan pihak terkait. "Tetapi ketika tidak ditemukan (kesepakatan kekeluargaan) dan ada keputusan minta dilanjut, maka di hari Kamis (19/12/2024) akan kami lakukan mediasi lagi," ujarnya.
Disampaikan Erlehana, pada mediasi lanjutan tersebut, polisi bakal melibatkan sejumlah pihak. Di antaranya, Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Malang hingga Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang.
"UPT PPA (DP3A) tersebut dilibatkan selaku pendampingan terhadap korban, untuk bisa duduk bareng sekaligus juga mencarikan solusi penyelesaian permasalahan ini ketika memang bisa diselesaikan melalui RJ," ujarnya.
Sebaliknya, jika memang upaya kekeluargaan tersebut masih menemui jalan buntu, diakui Erlehana, maka pihaknya bakal melanjutkan proses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Kalau memang tidak bisa (RJ), ya langkah-langkah penyelidikan kami laksanakan," ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan pantauan JatimTIMES, hingga Senin (16/12/2024) sore, pihak terlapor dan pelapor telah mendatangi Polres Malang untuk melangsungkan mediasi di ruang Satreskrim Polres Malang. Namun, upaya mediasi ketiga tersebut dikabarkan masih berjalan alot.
Usai mediasi berlangsung, hingga berita ini disusun, pihak terlapor masih berkoordinasi dengan beberapa pihak terkait. Di antaranya berkoordinasi dengan Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Malang.
Sementara itu, ditemui usai mediasi, Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kromengan Dimyati yang turut mendampingi terlapor menyebut, proses mediasi ketiga berjalan alot.
"Ini tadi di luar dari perkiraan kami, karena sebelum di panggil penyidik tadi, beliau (pihak pelapor) menyatakan siap untuk kekeluargaan tanpa ada lanjut ke jalur hukum," ujar sosok yang karib disapa Gus Dimyati ini saat ditemui JatimTIMES di Polres Malang, Senin (16/12/2024).
Sebaliknya, dari hasil mediasi ketiga, kesepakatan yang terjalin sebelum mediasi berlangsung akhirnya berubah. Pihak pelapor ngotot ingin kasus tersebut dilanjutkan ke proses hukum. "Tadi dari hasil mediasi, sementara ini kayaknya berubah lagi. Tidak tahu penyebabnya apa, alot. Malah (pelapor) bilang lanjut (proses hukum) saja," ujarnya.
Usai mediasi ketiga, guru yang dilaporkan muridnya tersebut terlihat lesu. Dirinya seolah tak percaya, upaya untuk mendisiplinkan muridnya yang mengumpat dengan kata-kata kasar tersebut justru mengancam dirinya untuk dijebloskan ke penjara.
"Dari pihak penyidik masih akan ada mediasi lagi, Insyaallah hari Kamis (19/12/2024) dengan menghadirkan Kemenag juga. Makanya kami masih berkoordinasi, apakah bisa kekeluargaan," pungkas Gus Dimyati.