free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Wiralodra dan Serbuan Mataram ke Batavia: Strategi, Kegagalan, dan Jejak Sejarah di Perbatasan Cirebon

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

11 - Dec - 2024, 20:40

Placeholder
Ilustrasi. (Foto: Instagram @sultanagung.themovie)

JATIMTIMES - Ketika Sultan Agung dari Mataram memutuskan untuk menyerang Batavia pada tahun 1628, ia memiliki visi besar: menaklukkan kekuatan VOC yang kian mendominasi perdagangan di Nusantara. 

Penyerbuan ini bukan sekadar ekspansi militer, melainkan simbol perlawanan terhadap kolonialisme yang semakin mencengkeram wilayah pesisir Jawa. Namun, di balik upaya besar tersebut, terdapat sosok-sosok penting yang turut mewarnai dinamika pertempuran. Salah satunya adalah Bagus Taka, yang kelak dikenal sebagai Wiralodra, tokoh sentral yang ditugaskan untuk memimpin pasukan laut Mataram di bawah komando Panembahan Purbaya.

Wiralodra: Dari Mantri Kesultanan ke Komandan Pasukan Laut

Baca Juga : Bank UMKM Jatim Fasilitasi Produk Lokal Tembus Ekspor Pasar Jepang

Dalam hierarki Kesultanan Mataram, Bagus Taka adalah seorang mantri yang disegani. Bersama adiknya, Bagus Singa atau Singapati, ia memiliki tanggung jawab berat sebagai pemimpin pasukan. Pada awal 1628, menjelang penyerbuan pertama ke Batavia, Sultan Agung menggelar pertemuan dengan pejabat tinggi negara di istana. Dalam forum itu, hadir pula Patih Mataram, Tumenggung Singaranu, yang ditugaskan mengumpulkan para mantri pilihan.

Sultan Agung memahami betul bahwa VOC bukan sekadar pedagang, melainkan musuh politik dan militer yang mengancam supremasi Mataram di Jawa. Karenanya, ia memerintahkan Wiralodra dan Singapati untuk bergabung dalam pasukan laut, dipimpin oleh Panembahan Purbaya. Penugasan ini adalah bentuk kepercayaan sekaligus ujian bagi Wiralodra dan adiknya.

Sebagai komandan laut, Wiralodra bertugas memutus jalur suplai VOC melalui laut, terutama di sekitar pelabuhan Batavia. Strategi ini adalah bagian dari upaya mengepung dan melemahkan pertahanan musuh. Namun, seperti yang dicatat dalam berbagai sumber, misi ini bukanlah perkara mudah. Batavia, dengan bentengnya yang kokoh dan logistik memadai, menjadi benteng tangguh yang sulit ditembus.

Penyerbuan Mataram ke Batavia (1628-1629): Antara Ambisi dan Realitas

Penyerbuan pertama Mataram ke Batavia pada tahun 1628 diwarnai berbagai keterbatasan. Sultan Agung memobilisasi ribuan prajurit dari berbagai daerah, termasuk dari kekuatan laut yang dipimpin Wiralodra. Namun, medan pertempuran yang berat, minimnya suplai logistik, serta strategi pertahanan VOC yang matang membuat serangan ini mengalami hambatan besar. VOC, yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen, berhasil mempertahankan Batavia berkat suplai dari laut dan ketangguhan bentengnya.

Serangan berlanjut pada tahun 1629. Kali ini, Sultan Agung memperbaiki strategi dengan memutus suplai makanan bagi Batavia. Wiralodra kembali memainkan peran kunci di armada laut. Namun, sekali lagi, VOC berhasil mengatasi tekanan ini berkat kemampuan bertahan yang lebih unggul. Serangan kedua ini pun berakhir dengan kegagalan.

Dalam naskah-naskah sejarah seperti Babad Tanah Jawi dan Wangsakerta, disebutkan bahwa kegagalan ini tidak hanya merugikan Mataram secara militer tetapi juga menimbulkan dilema moral bagi para panglima yang terlibat. Bagi Wiralodra, kegagalan ini menjadi titik balik yang mengubah jalan hidupnya.

Wiralodra di Persimpangan Jalan: Antara Pulang atau Tinggal

Selepas kegagalan Mataram merebut Batavia, Sultan Agung memerintahkan sebagian besar pasukannya kembali ke Mataram. Namun, dalam Naskah Wangsakerta, disebutkan bahwa Wiralodra tidak kembali ke Mataram. Ia justru ditugaskan untuk menjaga wilayah perbatasan barat Kerajaan Cirebon, sebuah kawasan strategis yang menjadi penyangga antara kekuasaan Mataram dan ancaman VOC.

Sementara itu, Babad Bagelen menyajikan narasi yang lebih dramatis. Menurut versi ini, Wiralodra enggan pulang ke Mataram karena merasa gagal menjalankan amanah Sultan Agung. Baginya, mati di medan laga adalah kemuliaan yang jauh lebih besar ketimbang kembali ke istana dengan membawa kegagalan. Dengan tekad itu, Wiralodra memilih menetap di pesisir Batavia, di mana ia melanjutkan hidupnya dalam pengasingan yang sunyi.

Sebelum berpisah, ia memerintahkan adiknya, Singapati, untuk kembali ke Mataram. Keputusan ini menandai perpisahan dua bersaudara yang hingga kini dikenang sebagai simbol pengorbanan dan loyalitas.

Peran Wiralodra di Perbatasan Barat: Awal Mula Indramayu

Baca Juga : Bingung NIK KTP Terdaftar Bantuan Apa? Begini Cara Ceknya

Penugasan Wiralodra di wilayah perbatasan barat Cirebon kelak menjadi momen penting dalam sejarah. Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah tersebut adalah daerah rawan konflik akibat ketegangan antara Mataram, Cirebon, dan VOC. Sebagai pemimpin, Wiralodra berhasil menata kawasan ini menjadi lebih stabil.

Pada tahun 1678, Wiralodra diangkat menjadi Adipati Indramayu, sebuah jabatan yang mengakui peran besarnya dalam menjaga keamanan wilayah tersebut. Dalam kepemimpinannya, Indramayu berkembang menjadi pusat perdagangan dan pertanian yang penting, sekaligus benteng pertahanan di perbatasan Mataram.

Kisah Wiralodra di Indramayu tidak hanya berakhir sebagai legenda lokal. Jejaknya masih dapat ditemukan dalam berbagai cerita rakyat dan tradisi lisan yang diwariskan turun-temurun di wilayah itu. Dalam catatan sejarah, ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang adil, tegas, dan berdedikasi.

Refleksi Sejarah: Antara Heroisme dan Realitas Politik

Kisah Wiralodra dalam serbuan Mataram ke Batavia mencerminkan kompleksitas perjuangan di masa itu. Sultan Agung, dengan segala kebesarannya, berhadapan dengan realitas keras kekuatan VOC yang lebih unggul dalam strategi militer dan logistik. Penugasan Wiralodra sebagai komandan laut menunjukkan peran penting para mantri dalam struktur militer Mataram, meskipun pada akhirnya ambisi itu harus berujung pada kegagalan.

Namun, kegagalan ini tidak menghapus heroisme Wiralodra. Keputusannya untuk tidak kembali ke Mataram, seperti yang dicatat dalam Babad Bagelen, merefleksikan pandangan hidup prajurit Jawa yang mengutamakan kehormatan di medan laga. Sementara itu, peran barunya di perbatasan barat Cirebon menandai babak baru dalam hidupnya sebagai pemimpin yang bijaksana dan visioner.

Warisan Wiralodra bagi Sejarah Nusantara

Wiralodra bukan sekadar tokoh dalam narasi perang Mataram-VOC, melainkan simbol dari perjuangan lokal yang kerap terabaikan dalam historiografi kolonial. Keberadaannya di Indramayu, baik sebagai penjaga perbatasan maupun Adipati, menjadi bagian penting dari sejarah Jawa pada abad ke-17.

Melalui catatan-catatan seperti Naskah Wangsakerta dan Babad Bagelen, kita dapat merefleksikan bagaimana peristiwa ini membentuk dinamika politik dan militer di Jawa. Sosok Wiralodra, yang berani memilih jalan sunyi di tengah arus besar sejarah, memberikan kita pelajaran tentang loyalitas, kehormatan, dan pengorbanan.

Kisah ini, dengan segala kompleksitasnya, mengingatkan kita bahwa sejarah bukan hanya tentang kemenangan, melainkan juga tentang perjuangan dan pilihan yang membentuk masa depan. Wiralodra, dengan segala jejaknya, akan selalu dikenang sebagai salah satu pejuang yang mewariskan kebanggaan bagi generasi penerus.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Wiralodra sultan Agung sejarah mataram



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Sri Kurnia Mahiruni