JATIMTIMES - BPJS Ketenagakerjaan memulai langkah penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan pekerja Indonesia melalui penyelenggaraan Social Security Summit 2024. Kegiatan yang pertama digelar di Indonesia ini berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada 26 November 2024, dan dibuka secara resmi oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli.
Dalam sambutannya, Yassierli mengapresiasi inisiatif BPJS Ketenagakerjaan yang menggelar forum tersebut dengan tujuan mendiskusikan strategi jaminan sosial ketenagakerjaan dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Ia berharap hasil diskusi ini dapat menghasilkan strategi dan solusi yang tepat guna serta mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat sistem perlindungan sosial di Indonesia.
Baca Juga : Unisma Jalin Kerja Sama Strategis dengan CTBCUST Taiwan
“Kami berharap hasil diskusi ini dapat memberikan masukan tentang regulasi, kebijakan, dan strategi yang perlu ditempuh untuk memastikan perlindungan sosial yang lebih baik bagi masyarakat,” ujar Yassierli.
Salah satu topik penting dalam Social Security Summit adalah isu middle income trap atau jebakan pendapatan menengah, yang saat ini dihadapi oleh Indonesia.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menjelaskan bahwa salah satu faktor utama penyebab fenomena ini adalah ketidakcukupan sistem jaminan sosial yang mampu mendukung pertumbuhan inklusif. Ia menyatakan, “Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, rendahnya akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial, menghambat inovasi serta produktivitas. Ini berpotensi membuat Indonesia sulit mencapai status negara berpenghasilan tinggi.”
Anggoro menambahkan bahwa struktur pekerja Indonesia yang didominasi oleh sektor informal juga menjadi tantangan besar. Menurut data terbaru, sekitar 60 persen pekerja Indonesia atau sekitar 84,13 juta orang bekerja di sektor informal. Selain itu, Indonesia kini juga tengah mengalami pergeseran demografi menuju usia lanjut, yang memerlukan perhatian serius dalam hal perlindungan sosial, terutama untuk pekerja yang rentan jatuh dalam kemiskinan akibat risiko sosial-ekonomi.
Anggoro juga menekankan pentingnya perluasan cakupan jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai kunci untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045. Sampai Oktober 2024, jumlah pekerja yang terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan baru mencapai 40,83 juta orang, dengan sebagian besar di antaranya adalah pekerja formal. “Kami ingin mengurangi ketimpangan perlindungan sosial antara sektor formal dan informal. Untuk itu, perluasan cakupan jaminan sosial menjadi hal yang mendesak,” tambah Anggoro.
Selama acara, BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya menyoroti pentingnya perluasan jaminan sosial, tetapi juga mengundang berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, untuk berkolaborasi dalam menciptakan solusi yang inklusif. Harapannya, Social Security Summit 2024 dapat menjadi wadah untuk menciptakan strategi kolaboratif yang akan mengatasi tantangan jaminan sosial dan perlindungan pekerja di Indonesia.
Baca Juga : Kampanye Hitam di Masa Tenang, Ibin-Elim Jadi Sasaran Fitnah Media Sosial
Imam Haryono Safii, kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kediri, menambahkan bahwa inisiatif ini sangat penting untuk memperluas cakupan perlindungan sosial bagi pekerja di seluruh sektor, baik formal maupun informal. "Kami mendukung penuh inisiatif ini dan berkomitmen untuk memperluas cakupan jaminan sosial, tidak hanya untuk pekerja formal, tetapi juga pekerja sektor informal di daerah seperti Kediri. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan dalam membangun sistem jaminan sosial yang inklusif," ungkap Imam.
Dengan sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, BPJS Ketenagakerjaan yakin dapat menciptakan ekosistem perlindungan sosial yang tidak hanya mengurangi ketimpangan, tetapi juga mendukung produktivitas dan kelangsungan ekonomi Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.