free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Tumenggung Balitar Tumapel: Adipati Madiun yang Membentuk Dinasti Raja-Raja Jawa

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Dede Nana

13 - Sep - 2024, 20:12

Placeholder
Ilustrasi Tumenggung Balitar Tumapel di Pendopo Kabupaten Madiun, sosok bersejarah yang mewariskan pengaruh besar bagi Jawa. (Foto: Dibuat dengan AI/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Di tengah hiruk-pikuk Kota Madiun, berdiri kokoh Masjid Kuno Kuncen, sebuah peninggalan sejarah yang tak lekang oleh waktu. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol kekayaan budaya dan spiritual Jawa yang berusia ratusan tahun. 

Setiap sudut bangunannya seolah menyimpan kisah panjang tentang jejak para leluhur yang pernah mengukir sejarah di tanah Mataram dan Demak. Atap limasan yang menjulang tinggi, tiang-tiang kayu tua yang masih berdiri tegak, dan suasana hening di sekitar masjid, semuanya memberikan nuansa mistis sekaligus damai bagi setiap pengunjung.

Baca Juga : Soroti Hasil OSN, Netizen Sebut Adanya Ketimpangan Pendidikan di Jawa dan Luar Jawa

Di sebelah barat masjid, terbentang sebuah pemakaman kuno yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah panjang para tokoh penting Madiun. Di antara makam-makam tersebut, terdapat makam Tumenggung Balitar Tumapel, sosok sentral yang pernah berperan dalam dinamika politik dan kekuasaan di Mataram. 

Pemakaman ini bukan hanya tempat peristirahatan terakhir, tetapi juga sebuah monumen hidup bagi jejak leluhur yang membawa warisan besar dari trah Mataram dan Demak, dua kerajaan besar yang menyatukan darah kebangsawanan dan kekuasaan. Melalui keturunan seperti Tumenggung Balitar Tumapel, sejarah Madiun terikat erat dengan kisah para penguasa besar yang pernah memegang kendali di tanah Jawa, membuat kawasan ini kaya dengan narasi sejarah yang tak mudah dilupakan.

Tumenggung Balitar Tumapel: Adipati Madiun yang Menjadi Pilar Dinasti Mataram

Tumenggung Balitar Tumapel, yang juga dikenal sebagai Mangkunegoro IV, adalah tokoh penting dalam sejarah Jawa. Ia memerintah sebagai Adipati ke-7 Madiun dari tahun 1677 hingga 1703. Dilahirkan dari keluarga bangsawan, Tumenggung Balitar Tumapel merupakan putra dari Adipati Balitar dan cucu dari Pangeran Balitar I atau Panembahan Juminah, sosok yang dihormati sebagai keturunan langsung dari Panembahan Senopati, pendiri Kesultanan Mataram, dan Retno Dumilah, seorang putri dari Trah Demak.

Perkawinan Panembahan Senopati dengan Retno Dumilah menyatukan dua trah kerajaan besar, Mataram dan Demak. Sebagai keturunan langsung dari pernikahan ini, Tumenggung Balitar Tumapel tidak hanya mewarisi darah bangsawan, tetapi juga peran penting dalam sejarah kekuasaan Jawa. 

Di masa pemerintahannya, ia berhasil memperkokoh kekuatan wilayah Madiun sebagai bagian dari kekuasaan Mataram, dan melalui putrinya, Ratu Mas Blitar, ia menyumbang keturunan langsung kepada raja-raja Mataram.

Tumenggung Balitar Tumapel, sebagai bupati Madiun pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat II, menjadi salah satu bagian dinamika politik Jawa saat itu. Selain sebagai mertua dari Pangeran Puger, yang nantinya naik takhta menjadi Sunan Pakubuwono I, ia turut menjadi saksi pergolakan kekuasaan di Mataram. 

Hubungan pernikahan ini mempererat posisi Tumenggung Balitar Tumapel dalam lingkaran istana, terutama saat Pangeran Puger mulai mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk menggantikan Amangkurat III yang kurang disukai VOC.

Sementara itu, Amangkurat II yang dikenal sebagai Sunan Amral, memimpin Mataram dalam masa yang penuh gejolak. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Trunajaya dengan bantuan VOC, ia membangun Keraton Kartasura sebagai pusat pemerintahan baru. Namun, hubungannya dengan VOC memburuk karena ia mencoba bersekongkol dengan kerajaan-kerajaan lain untuk melawan mereka. Situasi ini memperlemah posisinya, terutama menjelang akhir hayatnya pada tahun 1703.

Sepeninggal Amangkurat II, terjadi konflik internal antara Amangkurat III dan Pangeran Puger. Ketidakpuasan terhadap Amangkurat III yang anti-VOC menyebabkan dukungan terhadap Pangeran Puger semakin kuat. Dengan bantuan VOC, Pangeran Puger akhirnya berhasil menduduki takhta Kartasura pada 1705, menjadi Sunan Pakubuwono I, dan memulai era baru dalam sejarah Mataram.

Peran Tumenggung Balitar Tumapel, meski tidak terekspos dalam babad, tetap signifikan melalui hubungannya dengan Pangeran Puger, memperlihatkan betapa kompleksnya hubungan politik dan keluarga dalam perebutan kekuasaan di Mataram pada masa itu.

Panembahan Juminah: Leluhur yang Diharapkan Jadi Raja

Panembahan Juminah, kakek dari Tumenggung Balitar Tumapel, adalah figur penting dalam sejarah Mataram. Lahir dari perkawinan Panembahan Senopati dan Retno Dumilah, Juminah sebenarnya diproyeksikan oleh banyak pihak sebagai calon pewaris tahta Mataram. Namun, Panembahan Senopati lebih memilih putranya dari permaisuri asal Pati, yaitu Raden Mas Jolang, yang kemudian naik tahta dengan gelar Panembahan Hanyakrawati.

Keputusan ini mengecewakan sebagian besar pihak, terutama Retno Dumilah dan keturunannya. Meski demikian, Panembahan Juminah tetap mendapatkan posisi penting dalam struktur kekuasaan Mataram. Sebagai seorang Bupati Madiun dengan gelar Pangeran Adipati Juminah Petak atau Adipati Mangkunegara I, ia memainkan peran strategis dalam menjaga kekuasaan Mataram di wilayah Madiun.

Panembahan Juminah juga dikenal karena keterlibatannya dalam ekspedisi militer Mataram, terutama dalam serangan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Meskipun serangan ini berakhir dengan kegagalan, Panembahan Juminah tidak dihukum seperti banyak panglima lain yang dieksekusi oleh Sultan Agung. Hubungan keluarga yang dekat antara Juminah dan Sultan Agung, yang merupakan keponakannya, menyelamatkannya dari nasib buruk tersebut.

Setelah kematiannya, Panembahan Juminah dimakamkan di Makam Giriloyo, sebuah tempat yang dibangun Sultan Agung sebagai lokasi peristirahatan keluarga kerajaan. Namun, makam ini kemudian digantikan oleh Makam Imogiri setelah Sultan Agung memutuskan bahwa Giriloyo terlalu kecil untuk keturunannya. Hingga kini, Makam Giriloyo dan Imogiri menjadi simbol penting dari warisan Mataram, tempat di mana penguasa-penguasa besar Mataram dimakamkan.

Baca Juga : Pemprov Jatim Kenalkan Javeast Coffee yang Siap Bersaing hingga Pasar Internasional

Ratu Mas Balitar: Ibu Para Raja Mataram

Salah satu tokoh penting dalam sejarah Tumenggung Balitar Tumapel adalah putrinya, Ratu Mas Blitar. Ratu Mas Blitar, yang juga dikenal sebagai Raden Ayu Puger dan kemudian bergelar Ratu Pakubuwono, memiliki peran sentral dalam kesinambungan kekuasaan Mataram. Ia menjadi istri dari Pakubuwono I, dan dari pernikahan ini lahir sejumlah putra yang nantinya memimpin kerajaan-kerajaan besar di Jawa, termasuk Sunan Amangkurat IV dan Pakubuwono II.

Sebagai seorang perempuan yang tumbuh di lingkungan keraton, Ratu Mas Blitar dikenal bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena pengetahuannya yang mendalam tentang ilmu gaib dan spiritualitas. Dalam lingkungan keraton yang kaya akan tradisi mistik, Ratu Mas Blitar menjadi figur yang dihormati dan dikagumi karena kebijaksanaannya. Ia juga dikenal telah menulis sejumlah karya mistik yang memiliki pengaruh besar di kalangan bangsawan Jawa.

Peran Ratu Mas Blitar dalam kehidupan keraton tidak terbatas pada urusan spiritualitas. Ia juga terlibat dalam urusan pemerintahan dan bahkan sempat menjabat sebagai Bupati Madiun pada tahun 1703-1704, menggantikan ayahnya, meskipun jabatan ini hanya berlangsung sebentar. Setelah suaminya, Pangeran Puger, naik tahta sebagai Pakubuwono I, Ratu Mas Blitar terus memainkan peran penting dalam menentukan arah kebijakan kerajaan.

Keturunan Amangkurat IV: Dinasti Penguasa Jawa

Dari pernikahannya dengan Pakubuwono I, Ratu Mas Blitar memiliki sejumlah putra yang memainkan peran penting dalam sejarah Jawa. Putra tertua mereka, Sunan Amangkurat IV, menjadi penerus tahta Kasultanan Mataram dan melahirkan garis keturunan yang sangat berpengaruh dalam sejarah Jawa. 

Di antara keturunan Amangkurat IV adalah Pakubuwono II, yang memimpin Surakarta selama masa sulit Perang Giyanti, serta Pangeran Mangkubumi, yang kemudian mendirikan Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I.

Dari garis keturunan inilah muncul dinasti-dinasti besar di Jawa, termasuk Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Para penguasa ini membawa warisan Tumenggung Balitar Tumapel dan Ratu Mas Blitar ke masa depan, menjadikan trah mereka sebagai salah satu yang paling berpengaruh dalam sejarah politik dan budaya Jawa.

Trah Tumenggung Balitar Tumapel tidak hanya membentuk dinasti besar di Jawa, tetapi juga memberikan pengaruh yang besar dalam perkembangan budaya dan politik di wilayah ini. Melalui hubungan keluarga yang kuat dengan Mataram, Demak, dan trah-trah kerajaan lainnya, Tumenggung Balitar Tumapel memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas wilayah Madiun dan sekitarnya.

Salah satu dampak besar dari keturunan Tumenggung Balitar Tumapel adalah lahirnya para pemimpin yang cakap dan bijaksana. Sunan Amangkurat IV, Pakubuwono II, Sultan Hamengkubuwono I, dan Mangkunegara I semuanya memainkan peran penting dalam sejarah Jawa, masing-masing memimpin wilayah mereka dengan kebijaksanaan dan visi yang diwarisi dari leluhur mereka. Keturunan mereka juga melanjutkan tradisi ini, memastikan bahwa trah Tumenggung Balitar Tumapel tetap hidup dan berpengaruh hingga kini.

Hingga hari ini, warisan Tumenggung Balitar Tumapel dan keturunannya tetap terasa kuat, terutama di wilayah Madiun dan Surakarta. Masjid Kuno Kuncen, yang terletak di dekat makam para leluhur Madiun, menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah Mataram dan Demak. Situs ini tidak hanya menjadi tempat ziarah, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya dan sejarah Jawa.

Dengan memahami kisah Tumenggung Balitar Tumapel, kita tidak hanya mempelajari sejarah keluarga kerajaan, tetapi juga memahami bagaimana hubungan keluarga, politik, dan budaya saling berkaitan dalam membentuk masa depan kerajaan-kerajaan di Jawa. Warisan mereka terus hidup melalui keturunan yang masih berkuasa hingga hari ini, serta melalui budaya dan tradisi yang masih dipraktikkan di wilayah Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman.

Sejarah panjang dan penuh intrik ini menjadi bukti betapa pentingnya peran Tumenggung Balitar Tumapel dalam menjaga kekuasaan dan stabilitas kerajaan-kerajaan besar di Jawa. Warisan yang ia tinggalkan terus dikenang dan dihormati, menjadikan namanya sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah panjang Jawa.

 


Topik

Serba Serbi sejarah madiun tumenggung balitar tumapel raja jawa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Dede Nana