JATIMTIMES - Perang Sunda vs Majapahit telah menjadi salah satu peristiwa bersejarah yang menarik perhatian banyak sejarawan, terutama melalui cerita yang diungkapkan dalam Kidung Sunda. Kidung ini mencatat berbagai konfli-rasial antara Kerajaan Sunda dan Majapahit, termasuk pertempuran terkenal yang terjadi sebelum tragedi Perang Bubat pada tahun 1357. Namun, yang jarang disoroti adalah invasi Majapahit ke wilayah Sunda yang terjadi jauh sebelum peristiwa Bubat, yang ternyata terjadi di wilayah Brebes, tepatnya di Desa Jipang, Kecamatan Bantarkawung.
Kidung Sunda: Kisah yang Tersembunyi
Kidung Sunda adalah naskah berbahasa Jawa yang ditulis pada masa pertengahan Majapahit, menceritakan tentang hubungan politik dan konflik antara Sunda dan Majapahit. Namun, naskah ini bukan berasal dari orang Sunda atau berbahasa Sunda, melainkan dibuat oleh orang Jawa yang mungkin memiliki pandangan tertentu terhadap konflik yang terjadi. Salah satu bagian penting dari Kidung Sunda adalah pengisahan mengenai invasi Majapahit ke Sunda sebelum peristiwa tragis Perang Bubat.
Baca Juga : Semarak HUT Kabupaten Malang ke-1264, Dispendik Siapkan Pameran Hasil Karya Pembelajaran
Pada saat itu, Majapahit, yang dipimpin oleh Gajah Mada sebagai Patih, berusaha memperluas kekuasaan hingga ke wilayah Sunda. Namun, sebelum invasi Majapahit mencapai pusat kerajaan Sunda, mereka dihadang di perbatasan oleh pasukan Sunda yang tangguh. Menariknya, orang-orang yang meluluhlantakkan pasukan Majapahit tersebut disebut sebagai "orang Jipang," yang menurut catatan Kidung Sunda, berperan besar dalam kemenangan pasukan Sunda.
Lokasi Jipang dalam Sejarah Sunda-Majapahit
Jika kita menggali lebih dalam, Jipang yang disebutkan dalam Kidung Sunda jelas bukanlah Jipang Panolan, yang kemudian terkenal sebagai negeri Arya Penangsang di wilayah Blora. Jipang yang dimaksud dalam naskah ini kemungkinan merujuk pada Desa Jipang di Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes. Desa ini terletak di perbatasan antara wilayah Jawa dan Sunda pada masa itu. Secara geografis, wilayah Kecamatan Bantarkawung berada di selatan Brebes dan berbatasan langsung dengan wilayah Sunda kuno.
Wilayah Brebes, khususnya Kecamatan Bantarkawung, merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan laut. Topografi ini sesuai dengan deskripsi peperangan yang terjadi di pegunungan dalam Kidung Sunda. Fakta ini semakin memperkuat bahwa Jipang yang disebutkan dalam naskah tersebut adalah Desa Jipang di Brebes, bukan Jipang di Blora.
Strategi Militer Sunda dan Kemenangan di Pegunungan Brebes
Menurut Kidung Sunda, tentara Sunda yang berasal dari Jipang ini berhasil menggempur mundur pasukan Majapahit yang dipimpin oleh dua mantri, yaitu Les dan Beleteng. Pertempuran terjadi di wilayah perbukitan yang sulit diakses, dan pasukan Majapahit mengalami kekalahan besar. Banyak dari prajurit Majapahit tewas dan melarikan diri ke jurang-jurang, sementara sebagian lainnya mati dalam kondisi mengenaskan. Pasukan Majapahit yang tersisa berusaha kembali ke pusat kerajaan, membawa kekalahan yang memalukan.
Berikut ini adalah cuplikan dari Kidung Sunda yang menggambarkan kekalahan pasukan Majapahit:
"Mantrimu kalih tinigas anama Lěs Beleteng angěmasi, bubar wadwamu malayu, anânibani jurang, amurug-murug rwi, lwir patining lutung, uwak setan pating burěngik, padâmalakw ing urip."
Terjemahannya:
"Kedua mantrimu yang bernama Lěs dan Beleteng diparang dan mati. Pasukanmu bubar dan melarikan diri. Ada yang jatuh di jurang dan terkena duri-duri. Mereka mati bagaikan kera, siamang, dan setan. Di mana-mana mereka merengek-rengek minta tetap hidup."
Deskripsi ini menunjukkan betapa dahsyatnya peperangan di wilayah perbukitan yang dikenal sekarang sebagai Kecamatan Bantarkawung. Pasukan Sunda berhasil memanfaatkan kondisi geografis yang menguntungkan untuk mengalahkan tentara Majapahit.
Desa Jipang: Titik Pusaran Sejarah Sunda-Majapahit
Desa Jipang, yang kini berada di Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes, menyimpan jejak sejarah yang hilang dalam narasi besar Perang Sunda-Majapahit. Masyarakat setempat hingga kini masih menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari, meskipun secara administratif mereka berada di wilayah Jawa Tengah. Kondisi ini memperlihatkan adanya kesinambungan budaya yang kuat antara masyarakat Jipang saat ini dan leluhur mereka yang dahulu menjadi bagian dari Kerajaan Sunda.
Keberadaan Desa Jipang di Bantarkawung juga menjadi bukti bahwa wilayah ini merupakan perbatasan penting antara Kerajaan Sunda dan Majapahit. Banyak ahli sejarah berpendapat bahwa perbatasan tersebut tidak hanya bersifat politis, tetapi juga kultural. Hingga hari ini, beberapa desa di Bantarkawung masih mempertahankan tradisi Sunda, meskipun berada di wilayah administratif yang lebih dekat dengan Jawa Tengah.
Baca Juga : Gelar Bimtek Rapor Pendidikan, Kepala Dinas Pendidikan Tekankan Pentingnya Inovasi Sekolah
Pralaya: Simbol Kekacauan dan Invasi
Satu lagi misteri yang muncul dari nama-nama tempat di Kecamatan Bantarkawung adalah Desa Terlaya, yang mungkin dulunya disebut Pralaya. Jika kita memahami arti kata "Pralaya" dalam bahasa Jawa dan Sunda, kata ini berarti kehancuran atau kekacauan. Apakah nama desa ini berasal dari peristiwa kekacauan yang terjadi akibat invasi Majapahit? Meskipun belum ada bukti konkret, teori ini cukup menarik untuk ditelusuri lebih jauh.
Perang antara Sunda dan Majapahit yang diabadikan dalam Kidung Sunda mencatat bagaimana pertempuran ini meninggalkan jejak yang mendalam dalam ingatan kolektif masyarakat setempat. Mungkin, nama-nama desa seperti Pralaya atau Jipang adalah warisan dari masa lalu yang penuh dengan konflik dan pertahanan gigih terhadap invasi.
Kidung Sunda dan Perspektif Sejarah
Yang menarik dari Kidung Sunda adalah bahwa meskipun naskah ini diciptakan oleh orang Jawa, ia tetap mengisahkan kemenangan pasukan Sunda atas Majapahit dalam perang di perbatasan. Ini menunjukkan bahwa meskipun konflik politik dan militer terjadi antara dua kerajaan besar ini, ada pengakuan dari pihak Jawa bahwa tentara Sunda, khususnya yang berasal dari Jipang, memiliki kekuatan yang tidak bisa diremehkan.
Naskah ini juga memberikan pandangan lain mengenai hubungan antara Sunda dan Majapahit sebelum peristiwa Bubat. Alih-alih hanya melihat Sunda sebagai kerajaan yang tunduk pada Majapahit, Kidung Sunda menggambarkan bahwa Sunda memiliki kekuatan militer yang tangguh dan mampu memukul mundur invasi Majapahit di perbatasan. Ini tentu memberikan perspektif baru mengenai hubungan kedua kerajaan besar ini yang lebih kompleks daripada sekadar peristiwa tragis Perang Bubat.
Brebes sebagai Titik Pertempuran Sejarah
Dari berbagai analisis yang diambil dari Kidung Sunda dan penelitian sejarah modern, dapat disimpulkan bahwa wilayah Brebes, khususnya Desa Jipang di Kecamatan Bantarkawung, memainkan peran penting dalam perang antara Kerajaan Sunda dan Majapahit. Wilayah ini menjadi medan pertempuran di mana pasukan Sunda berhasil menghalau invasi Majapahit sebelum tragedi Bubat terjadi.
Dengan melihat kembali peristiwa ini melalui lensa sejarah dan geografi, kita dapat memahami bahwa perang antara Sunda dan Majapahit tidak hanya terjadi di pusat-pusat kekuasaan, tetapi juga di wilayah perbatasan seperti Brebes, yang menjadi saksi bisu dari konflik besar ini. Desa Jipang di Brebes kini menjadi bagian penting dari sejarah yang layak untuk diingat dan diteliti lebih lanjut.