JATIMTIMES - Kekeringan akibat kemarau panjang di Kabupaten Blitar semakin meluas. Data terbaru hingga Selasa, 27 Agustus 2024, mencatat bahwa sudah ada sembilan desa di lima kecamatan yang mengalami krisis air bersih. Kondisi ini berdampak pada 983 kepala keluarga (KK) yang kini sangat membutuhkan bantuan air bersih.
Ivong Berttryanto, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar, mengungkapkan bahwa sejak bulan Juli lalu, wilayah yang terdampak kekeringan terus bertambah. "Awalnya hanya dua desa yang terdampak, tetapi saat ini jumlahnya meningkat menjadi sembilan desa," ujarnya, Selasa (27/8/2024).
Baca Juga : Pemkot Blitar Usulkan Pembangunan Blok Baru Rusunawa ke Kementerian PUPR
Ivong menjelaskan bahwa sembilan desa yang mengalami kekeringan meliputi Desa Dawuhan di Kecamatan Kademangan, Desa Ngeni dan Desa Wonotirto di Kecamatan Wonotirto, Desa Kaligambir, Desa Kalitengah, dan Desa Sumberagung di Kecamatan Panggungrejo, serta Desa Sumberkembar dan Desa Salamrejo di Kecamatan Binangun, dan Desa Tugurejo di Kecamatan Wates.
Menurut Ivong, setiap hari BPBD Kabupaten Blitar melakukan distribusi air bersih dengan volume sekitar 12 ribu liter ke desa-desa terdampak. Namun, karena keterbatasan anggaran, distribusi ini dilakukan secara bergantian. Hingga saat ini, BPBD telah mendistribusikan total 228 ribu liter air bersih sejak kekeringan mulai dirasakan.
Ivong menambahkan bahwa krisis air bersih ini diperkirakan akan terus berlangsung jika tidak ada hujan dalam waktu dekat. "Kami berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga, namun tantangan yang kami hadapi cukup besar mengingat luasnya wilayah terdampak dan terbatasnya sumber daya," jelasnya.
Wilayah selatan Kabupaten Blitar, termasuk kecamatan Wates, Binangun, Panggungrejo, Wonotirto, Kademangan, dan Bakung, telah lama dikenal sebagai daerah yang rawan kekeringan. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan BPBD, wilayah-wilayah ini sering kali membutuhkan bantuan air bersih setiap kali musim kemarau tiba.
Kekeringan ini tidak hanya mempengaruhi kebutuhan air bersih untuk konsumsi sehari-hari, tetapi juga berdampak pada aktivitas pertanian. Warga di beberapa desa melaporkan bahwa sawah-sawah mereka mulai mengalami kekeringan, dan tanaman padi yang seharusnya siap panen kini terancam gagal.
Dalam upaya mitigasi, Ivong menyebut bahwa BPBD terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk memastikan pasokan air bersih dapat terus diberikan. Ia juga mengimbau masyarakat untuk menggunakan air dengan bijak dan menghindari pemborosan, mengingat kondisi yang sangat terbatas ini.
Baca Juga : Kebakaran Hutan Lindung Pujon Selatan Capai 10 Hektare, Pemadaman Sisakan 1 Titik Api
Selain itu, BPBD juga membuka posko pengaduan bagi warga yang mengalami kesulitan air bersih. "Kami mengajak warga untuk segera melaporkan jika ada daerah yang belum terjangkau distribusi air bersih, agar kami dapat segera menindaklanjuti," kata Ivong.
Situasi kekeringan di Kabupaten Blitar ini menjadi pengingat akan pentingnya pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, terutama dalam menghadapi musim kemarau yang berkepanjangan. Pemerintah daerah diharapkan dapat segera mencari solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah kekeringan yang kerap melanda wilayah tersebut setiap tahunnya.
Dengan dampak yang semakin meluas, Ivong berharap bahwa berbagai pihak dapat bekerja sama untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak, terutama mereka yang berada di daerah terpencil yang aksesnya sulit dijangkau. "Kami berharap hujan segera turun, namun sampai saat itu tiba, kami akan terus berupaya memberikan yang terbaik untuk masyarakat," tutupnya.