free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Ustaz Adi Hidayat Sebut Rumah Proklamasi Kemerdekaan Dibacakan Milik Syekh Farad bin Marfa, Benarkah? 

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

21 - Aug - 2024, 15:46

Placeholder
Pemilik rumah Jalan Pegangsaan Timur No. 56, tempat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan sebelum diberikan ke Soekarno. (Foto: X @mazzini_gsp)

JATIMTIMES - Baru-baru ini, Ustaz Adi Hidayat (UAH) menjadi perbincangan hangat. Hal ini terjadi setelah dalam ceramahnya menyebutkan bahwa rumah bersejarah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, tempat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan, dimiliki oleh seorang pengusaha Muslim keturunan Yaman bernama Syekh Farad bin Marfa. 

Pernyataan ini menimbulkan perdebatan, terutama di kalangan sejarawan dan pegiat sejarah, yang menyatakan bahwa informasi tersebut tidak sesuai dengan fakta sejarah.

Baca Juga : Mas'ud Zuremi Ditunjuk Jadi Pimpinan Sementara DPRD Jombang, Apa Tugasnya?

Dalam ceramah yang diunggah di kanal YouTube @risauumat.9438, Ustaz Adi Hidayat menyampaikan bahwa rumah di Pegangsaan Timur No. 56, tempat proklamasi dibacakan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945, adalah milik Syekh Farad bin Marfa, seorang pengusaha Muslim keturunan Yaman. UAH menyebut bahwa Syekh Farad bin Marfa sangat mencintai Indonesia dan mewakafkan rumahnya untuk digunakan sebagai tempat proklamasi.

“Rumah nomor 56 itu milik Syekh Farad bin Marfa, seorang pengusaha Muslim yang mewakafkan rumahnya untuk proklamasi kemerdekaan,” ujar Ustaz Adi dalam ceramahnya.

Menurut Ustaz Adi, banyak orang hanya mengetahui alamat rumah proklamasi di Pegangsaan Timur tanpa menyadari sejarah penting di balik nomor 56. Ia menjelaskan bahwa nomor rumah tersebut sangat signifikan karena menjadi saksi momen paling bersejarah bagi Indonesia.

“Jika hanya tahu jalannya saja tanpa mengetahui nomor 56, maka kita melewatkan detail penting dari sejarah,” tambahnya.

Lebih lanjut, Ustaz Adi juga mengatakan bahwa pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno datang ke rumah tersebut dalam keadaan lemas akibat sakit. Ia mengklaim bahwa Syekh Farad bin Marfa memberikan madu Yaman kepada Soekarno, yang membuatnya merasa lebih segar dan siap untuk memproklamasikan kemerdekaan.

“Soekarno datang dalam keadaan lemas, dan Syekh Farad bin Marfa memberikan madu Yaman untuk memulihkan kondisinya,” ungkap Ustaz Adi.

Pernyataan Ustaz Adi Hidayat kemudian mendapat tanggapan dari berbagai pegiat sejarah, salah satunya Saddam Husein, yang lebih dikenal di platform X dengan nama akun @mazzini_gsp. 

Menurut Mazzini, pernyataan Ustaz Adi tidak sesuai dengan fakta sejarah. Ia menjelaskan bahwa sebelum ditempati oleh Bung Karno, rumah di Pegangsaan Timur No. 56 dimiliki oleh Jhr. Pieter Rutger Feith, seorang pengacara dan anggota Departemen Hukum dan Sejarah Batavia.

“Rumah Pegangsaan Timur No. 56 sebelum ditempati Bung Karno tahun 1942-1946 adalah rumah Jhr. Pieter Rutger Feith,” tulisnya di akun X pribadinya @mazzini_gsp. 

Mazzini juga mengutip berbagai catatan sejarah, termasuk dari peneliti Harry Poeze dan beberapa surat kabar zaman kolonial, yang menyebutkan bahwa rumah tersebut diberikan oleh Jepang kepada Soekarno. Menurut catatan tersebut, Feith, pemilik asli rumah, dikirim ke kamp interniran oleh Jepang, dan rumahnya kemudian diberikan kepada Soekarno untuk ditempati.

“Catatan Harry Poeze menerangkan rumah Pegangsaan No.56 milik Feith itu diberikan oleh Jepang untuk Sukarno,” tambahnya.

Bukti bahwa rumah di Pegangsaan Timur No. 56 dimiliki oleh Jhr. Pieter Rutger Feith, seorang pengacara dan anggota Departemen Hukum dan Sejarah Batavia. (Foto: X)

Bukti bahwa rumah di Pegangsaan Timur No. 56 dimiliki oleh Jhr. Pieter Rutger Feith, seorang pengacara dan anggota Departemen Hukum dan Sejarah Batavia. (Foto: X)

Baca Juga : 50 Anggota DPRD Jombang Dilantik, Sisakan 29 Petahana

Lebih jauh lagi, Mazzini menyebutkan bahwa rumah tersebut sempat dijual kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1948 seharga 250.000 Gulden. Hal ini dikonfirmasi oleh pemberitaan surat kabar Provinciale Overijsselsche en Zwolsche courant pada 12 Juli 1948. 

Rumah itu kemudian digunakan untuk berbagai keperluan kenegaraan, termasuk penandatanganan UUD RIS pada 14 Desember 1949 dan tempat menginap Bung Karno beserta keluarganya selama beberapa malam pada Januari 1950.

Mazzini menekankan bahwa tidak ada bukti yang mendukung klaim Ustaz Adi Hidayat mengenai Syekh Farad bin Marfa sebagai pemilik rumah di Pegangsaan Timur No. 56. 

Menurut Mazzini, dari berbagai sumber sejarah yang ada, nama Syekh Farad bin Marfa tidak pernah tercatat sebagai pemilik rumah tersebut. Peneliti sejarah Prof. Margana juga tidak menemukan referensi tentang keterlibatan Syekh Farad dalam sejarah rumah Pegangsaan Timur.

“Tidak pernah ada catatan nama Farad bin Marfa memiliki rumah Pegangsaan Timur 56,” jelas Mazzini, mengutip temuan Prof. Margana.

Selain itu, Mazzini mengkritik klaim Ustaz Adi tentang kondisi kesehatan Soekarno pada hari proklamasi. Menurut Mazzini, Soekarno memang dalam kondisi kurang sehat, namun ia diobati oleh dokter R. Soeharto, bukan dengan madu Yaman seperti yang diklaim oleh Ustaz Adi. Klaim Ustaz Adi dianggap menghapus peran penting dokter R. Soeharto sebagai pelaku sejarah yang merawat Soekarno saat itu.

“Klaim tidak berdasar Ustaz Adi bahwa Bung Karno sakit dan diberi madu Yaman ini jahat, karena akibatnya menghapus peran R. Soeharto sebagai pelaku dan saksi sejarah,” pungkas Mazzini.


Topik

Peristiwa Syekh Farad bin Marfa ustaz adi hidayat soekarno rumah pegangsaan timur



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Sri Kurnia Mahiruni