JATIMTIMES - Defisit kalori adalah salah satu istilah yang sering muncul dalam pembahasan tentang penurunan berat badan. Sayangnya, meskipun sudah sering dibahas, banyak orang masih salah paham tentang konsep ini.
Arbiarso Wijatmoko, seorang sports scientist, mengidentifikasi empat kesalahpahaman umum mengenai defisit kalori. Berikut ini, beberapa hal yang kerap disalahpahami oleh masyarakat tentang defisit kalori, dilansir Instagram @arbiarso:
1. Defisit Kalori sebagai Nama Diet
Baca Juga : Mengenal Skizofrenia, Penyebab dan Cara Mengobatinya
Salah kaprah pertama adalah menganggap defisit kalori sebagai nama sebuah diet. Beberapa orang bahkan marah ketika diet mereka disandingkan dengan defisit kalori, padahal yang mereka lakukan pada dasarnya juga termasuk dalam defisit kalori.
Mereka mungkin saja mengatur pola makan dengan menghindari zat gizi tertentu atau mengikuti jadwal makan yang ketat, namun esensinya tetap sama, yaitu mengurangi asupan kalori.
“Defisit kalori bukanlah nama diet tertentu, melainkan prinsip dasar dalam penurunan berat badan. Ada kesalahpahaman bahwa diet bisa menurunkan berat badan tanpa defisit kalori, padahal yang dilakukan tetap saja defisit kalori, meskipun dengan cara-cara yang mungkin ekstrem," jelas Arbiarso.
2. Defisit Kalori Itu Diet yang Menghitung Kalori
Kesalahpahaman kedua adalah menganggap defisit kalori sebagai “diet yang mengharuskan kita menghitung-hitung kalori”. Pemahaman ini kerap dimanfaatkan oleh para influencer untuk menjual metode diet yang tidak berdasar dengan menyebutkan bahwa menghitung kalori itu ribet atau sudah ketinggalan zaman.
“Defisit kalori bisa terjadi tanpa harus menghitung kalori secara detail,” jelas Arbiarso.
“Bahkan, kamu bisa berada dalam kondisi defisit kalori tanpa sadar bahwa itu sedang terjadi. Intinya bukan pada menghitung kalori, tetapi pada bagaimana menjaga agar asupan energi lebih rendah daripada energi yang dikeluarkan," tambahnya.
3. Defisit Kalori Selalu Baik
Kesalahpahaman berikutnya adalah anggapan bahwa defisit kalori pasti baik. Ada yang beranggapan bahwa semakin besar defisit kalorinya, semakin baik hasilnya. Beberapa orang bahkan takut untuk makan pada tingkat kalori maintenance (kebutuhan kalori harian), khawatir itu akan mengganggu penurunan berat badan mereka.
“Ini adalah salah satu kesalahpahaman paling berbahaya,” ujar Arbiarso.
Baca Juga : Kota Kediri Raih Penghargaan UHC Awards Kategori Utama
“Terlalu lama dalam kondisi defisit kalori atau membuat defisit yang terlalu besar bisa menyebabkan malnutrisi. Ketika muncul tanda-tanda malnutrisi, beberapa orang menyebutnya sebagai tanda ‘detox’ atau ‘autofagi’, padahal itu adalah alarm bahwa tubuh sedang kekurangan nutrisi penting," tandas Arbiarso.
4. Penurunan Berat Badan sebagai Satu-satunya Tanda Keberhasilan
Salah kaprah terakhir adalah mengukur keberhasilan diet hanya dari penurunan berat badan. Banyak orang berpikir bahwa semakin cepat dan banyak berat badan yang turun, semakin baik. Padahal, penurunan berat badan yang terlalu cepat sering kali berarti tubuh kehilangan massa otot atau cairan, bukan lemak.
“Ketika kita dalam kondisi defisit kalori, tubuh tidak hanya membakar lemak, tapi juga bisa mengambil energi dari jaringan lain seperti otot,” jelas Arbiarso.
“Jadi, defisit kalori terus-menerus bukanlah hal yang baik. Menurunkan berat badan memang tujuan banyak orang, tapi fokus utama seharusnya adalah pada kesehatan secara keseluruhan," jelas Arbiarso.
Demikian 4 hal yang perlu dipahami soal defisit kalori. Lebih jauh, Arbiarso menjelaskan bahwa defisit kalori atau defisit energi terjadi ketika energi yang masuk ke tubuh lebih sedikit daripada energi yang dikeluarkan.
Ini bisa terjadi karena asupan makanan yang lebih sedikit, peningkatan aktivitas fisik, atau kombinasi keduanya. Prinsip ini adalah bagian dari hukum termodinamika yang berlaku universal, sehingga akan tetap bekerja apakah kita sadar atau tidak, menghitung kalori atau tidak.
“Memahami konsep defisit kalori adalah langkah awal yang penting dalam mengatur pola makan dan mencapai tujuan kesehatan. Namun, itu hanya separuh perjalanan. Yang lebih penting adalah bagaimana kita menjaga keseimbangan nutrisi dan gaya hidup secara keseluruhan,” tutup Arbiarso.
Dengan memahami empat hal soal defisit kalori ini, diharapkan kita dapat lebih bijak dalam menerapkan defisit kalori dan menjaga kesehatan secara menyeluruh. Semoga membantu!