JATIMTIMES - Kementerian Kesehatan Brasil mengonfirmasi dua kematian akibat demam oropouche, penyakit virus yang sebelumnya tidak tercatat menjadi penyebab kematian di dunia.
Hingga berita ini ditulis, nama Virus Oropouche menjadi trending dalam penelusuran Google. Banyak warganet yang mencari tahu tentang virus yang menjadi penyebab kematian dua orang di Brasil.
Baca Juga : 7 Kebiasaan Sepele Ini Bisa Memperpendek Umur, Segera Tinggalkan
Melansir dari laporan Agencia Brasil pada Senin (29/7/2024), korban yang meninggal di Brasil adalah dua perempuan yang tinggal di pedalaman Bahia. Mereka berusia di bawah 30 tahun, tanpa penyakit penyerta, dan menunjukkan gejala mirip dengan demam berdarah parah.
Kementerian Kesehatan Brasil sedang menyelidiki kematian di Santa Catarina serta empat kasus keguguran dan dua kasus mikrosefali pada bayi di Pernambuco, Bahia, dan Acre.
Pada 11 Juli 2024, Kementerian Kesehatan mengeluarkan catatan teknis kepada semua negara bagian dan kota untuk memperkuat pengawasan terhadap kemungkinan penularan virus secara vertikal. Langkah ini diambil setelah Evandro Chagas Institute mendeteksi genom virus dalam kasus kematian janin dan antibodi dalam sampel dari empat bayi baru lahir yang menderita mikrosefali.
Meskipun demikian, belum ada bukti ilmiah yang konsisten mengenai penularan virus Oropouche dari ibu yang terinfeksi ke bayinya selama kehamilan atau tentang dampak infeksi terhadap kelainan bentuk bayi atau keguguran.
Tahun ini, 7.236 kasus demam oropouche telah tercatat di 20 negara bagian, dengan sebagian besar teridentifikasi di Amazonas dan Rondônia. Deteksi kasus penyakit ini telah diperluas di Brasil sejak tahun 2023 melalui tes diagnostik di jaringan publik di seluruh wilayah.
Lantas apa itu Demam Oropouche? Demam Oropouche adalah penyakit virus yang ditularkan terutama melalui gigitan nyamuk yang dikenal sebagai maruim (Culicoides paraensis) serta spesies nyamuk Culex. Di Brasil, virus ini pertama kali diisolasi pada tahun 1960.
Gejala demam oropouche mirip dengan demam berdarah, termasuk demam mendadak, sakit kepala, mialgia (nyeri otot), dan arthralgia (nyeri sendi). Gejala lainnya bisa berupa pusing, nyeri retrookular, menggigil, fotofobia, mual, dan muntah.
Gejala biasanya berlangsung antara dua hingga tujuh hari, namun hingga 60% pasien mungkin mengalami gejala kambuh satu hingga dua minggu setelah manifestasi awal. Sebagian besar pasien mengalami evolusi jinak tanpa gejala sisa, bahkan dalam kasus yang parah sekalipun.
Baca Juga : Tragedi Kali Brantas: Akhir Hidup Arya Balitar dan Sengguruh di Tangan Adipati Srengat Nilosuwarno
Sampai saat ini, belum ada pengobatan khusus untuk demam oropouche. Terapi yang ada hanya bertujuan untuk meringankan gejala yang dialami pasien.
Merespons ramainya sorotan terhadap virus oropouche, Pakar epidemiologi Dicky Budiman menegaskan, virus oropouche sebetulnya bukan penyakit baru, sudah teridentifikasi sejak 1995. Virus ini banyak tersebar di negara-negara Amerika Latin dan kini tengah mewabah di Brasil hingga Peru.
"Potensi mewabah ini ada di negara-negara tropis lain di ASEAN dan Indonesia tentu ada, juga cukup besar. Namun ini umumnya masih di wilayah-wilayah yang dekat dengan habitat liar atau di hutan, perkampungan, daerah tinggi nyamuk," sebut Dicky, dilansir detikcom, Senin (29/7).
Dengan adanya merebaknya virus tersebut, Dicky meminta pemerintah untuk memperketat surveilans termasuk pemantauan di pintu kedatangan. Terlebih, saat seseorang mengeluhkan demam.
Menurut Dicky, gejala virus oropouche mirip dengan kasus demam berdarah dengue. Namun hal yang perlu dikhawatirkan dari virus oropouche adalah potensi ibu mengalami keguguran dan bayi lahir dengan kondisi kepala kecil.