JATIMTIMES - Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Dr Rita Parmawati berhasil mengembangkan terobosan inovatif. Yakni dengan menelurkan mulsa organik di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dengan memanfaatkan limbah pisang dan enceng gondok, inovasi yang dibuat Rita Parmawati bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi pertumbuhan gulma dan laju evaporasi tanah.
Baca Juga : Ngopi Asyik di Soekarno Coffee Fest 2024: Kota Blitar Jadi Pusat Kopi Nusantara
Rita Parmawati menjelaskan, pita mulsa organik ini merupakan solusi ramah lingkungan. Hal itu dapat menggantikan penggunaan mulsa plastik yang berpotensi merusak lingkungan karena tidak terurai dengan baik.
“Pita mulsa organik tidak hanya mengurangi pertumbuhan gulma, tetapi juga mengurangi laju evaporasi tanah hingga 40 persen,” jelas Rita.
Dijelaskan Rita, proses pengembangan teknologi tersebut telah mencapai tahap laboratorium. Dan saat ini sedang pada proses sosialisasi di Kabupaten Malaka. Kabupaten Malaka sengaja dipilih memang sebagai lokasi ujicoba karena masih menghadapi tantangan signifikan dalam peningkatan produktivitas pertaniannya. Karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan pertanian di daerah tersebut masih rendah.
“Padahal masyarakat Kabupaten Malaka menggantungkan sistem perekonomiannya dari bidang pertanian,” kata Rita.
Sejak tahun 2020 hingga 2022, Rita menyebut produktifitas padi di Kabupaten Malaka mengalami penurunan dan kesulitan untuk pasokan benih. Selain itu, juga adanya permasalahan pertanian lain seperti gulma, evaporasi, suhu tanah, dan sistem irigasi.
Baca Juga : Ekspose Proposal DAK Tematik PPKT TA 2025, Ini yang Disampaikan Pj Wali Kota Kediri
“Hal itulah yang saat ini berusaha kita pecahkan dan harapannya produktifitas padi di tahun 2024 itu mengalami kenaikan,” kata Rita.
Lebih lanjut, Rita juga berkomitmen untuk melibatkan masyarakat setempat dalam proses pembuatan pita mulsa organik ini, mulai dari pengenalan bahan baku, proses pencacahan, hingga pembuatan bubur pita, pengeringan, dan pengepresan.
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memproduksi secara mandiri teknologi pita mulsa organik untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan di Nusa Tenggara Timur. “Kami akan Ke Malaka akhir Juli ini. Untuk proses pembuatan Pita Mulsa bagi lahan 10 hektare,” tukasnya.