JATIMTIMES - Pemindahan dana yang dilakukan Muhammadiyah dari Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi sorotan publik. Meskipun ditinggalkan oleh Muhammadiyah, rupanya BSI tercatat sebagai bank terbesar keenam dalam pengelolaan dana pihak ketiga.
Hingga saat ini belum diketahui jumlah dana Muhammadiyah yang tersimpan di BSI. Namun dari berbagai informasi yang beredar, nilai simpanan Muhammadiyah itu mencapai Rp 13 triliun.
Baca Juga : Fenomena Warung Madura, Buka Nonstop 24 Jam Bikin Ketar Ketir Toko Modern
Berdasarkan laman Databoks, pada laporan keuangan tahunan BSI, dana pihak ketiga atau DPK saat diresmikan pada 2021, DPK yang terkumpul sebesar Rp 233,25 triliun.
Sementara pada 2023, DPK BSI mencapai Rp 293,77 triliun. Angka simpanan itu naik 12,35% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari angka sebelumnya Rp 261,49 triliun pada 2022.
Dari jumlah keseluruhan DPK 2023, komposisi tabungan yang merupakan dana murah mencapai Rp 124,73 triliun atau 40% dari keseluruhan DPK.
Menurut Direktur Keuangan dan Strategi Ade Cahyo Nugroho, BSI menjadi satu dari sedikit bank di Indonesia dengan komposisi dana murah yang besar. Hal ini membuat bank bebas mengatur pembiayaan lantaran memiliki biaya dana yang lebih murah.
"Untuk bank yang genap 3 tahun bisa bertengger di posisi ke-5, menggambarkan potensi keuangan syariah memang sangat kuat dan tentunya harapan kami bisa tumbuh lagi," kata Cahyo, pada Januari 2024, dilansir CNBC Indonesia.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, aksi pemindahan dana yang dilakukan Muhammadiyah terjadi, menyusul adanya memo terkait Konsolidasi Dana Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Nomor 320/I.0/A/2024, yang diterbitkan pada 30 Mei 2024.
Baca Juga : Mas Dhito Ingatkan Desa Perihal Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah
Dalam memo tersebut, PP Muhammadiyah meminta merasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan dari Bank BSI untuk dialihkan ke sejumlah Bank lain. Di antaranya Bank Syariah Bukopin, Mega Syariah, Muamalat, Bank-bank Syariah daerah, dan Bank-bank lain yang selama ini bekerja sama dengan Muhammadiyah.
Titah itu dilakukan sebagai tindak lanjut pertemuan PP Muhammadiyah dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) mengenai konsolidasi keuangan tanggal 26 Mei 2024 di Yogyakarta.
Memo itu tertuju pada beberapa pihak. Di antaranya Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Majelis Pembinaan Kesehatan Umum PP Muhammadiyah, Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah, Pimpinan Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah, dan Pimpinan Badan Usaha Milik Muhammadiyah.