free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Pemerintahan

Legowo Jabatan Kadinkes Dicopot Buntut Polemik PBID, Wiyanto: Tanggung Jawab Saya

Penulis : Ashaq Lupito - Editor : Nurlayla Ratri

19 - Apr - 2024, 02:42

Placeholder
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Wiyanto Wijoyo yang kini dicopot dari jabatannya buntut dari adanya pembengkakan anggaran kepesertaan BPJS PBID. (Foto: Ashaq Lupito / JatimTIMES)

JATIMTIMES - Wiyanto Wijoyo mengaku legowo jabatannya sebagai Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Malang dicopot. Keputusan Bupati Malang HM Sanusi mencopot Wiyanto sebagai Kadinkes tersebut, buntut adanya pembengkakan anggaran kepesertaan BPJS Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID).

"Ya yang tanggung jawab ya saya," ucap Wiyanto saat ditemui awak media pada Kamis (18/4/2024).

Baca Juga : Hadapi El Nino, Kementan Serahkan Bantuan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Sekadar informasi, jika membahas ihwal jaminan kesehatan melalui BPJS terbagi menjadi dua kategori. Dijabarkan Wiyanto, dua kategori tersebut meliputi Penerima Bantuan Iuran Nasional (PBIN) dan PBID.

"Selama ini sudah ada, setiap bulan itu di-cover (melalui) PBIN dari Kemensos (Kementerian Sosial) hampir 1.960.000 orang yang itu dibayar oleh Kemensos," tuturnya.

Sementara masyarakat yang berhak mendapatkan jaminan kesehatan namun belum tercover PBIN, maka menjadi tanggungan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Yakni melalui PBID. 

"Nah kekurangannya itu sebenarnya ada, dibayari oleh (pemerintah) daerah," imbuhnya.

Jika mengacu pada kuantitas yang dijamin melalui PBIN, disampaikan Wiyanto, semestinya sudah tidak ada lagi yang perlu di cover melalui PBID. Asalkan, pengolahan datanya termasuk yang dilakukan dinas terkait, yakni Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Malang tepat.

"Anggap saja ada 1 juta sekian, kemudian jumlah penduduk (Kabupaten Malang) sekitar 2,7 juta. Sedangkan yang miskin itu 10 persen atau sekitar 270 ribu," bebernya.

Perkiraan angka penduduk miskin sekitar 270 ribu itulah, yang seharusnya bisa dikelola oleh Dinsos Kabupaten Malang agar bisa tercover PBIN. 

"Sebenarnya ya dari Dinsos harus mengolah data-datanya, sehingga yang 270 ribu itu bisa masuk di situ (PBIN, red), jadi masyarakat miskin bisa tercover semua," imbuhnya.

Menurut Wiyanto, Dinkes Kabupaten Malang memang mempunyai kewenangan untuk memasukkan maupun mengeluarkan penerima manfaat jaminan kesehatan. Namun, yang memberikan data itu bersumber dari Dinsos Kabupaten Malang.

"Kita itu (hanya) melaksanakan, sebenarnya (sebagai) pelaksana kesehatan. Ada berapa yang masuk, ya kita jajaran (Dinas) Kesehatan ya melaksanakan, termasuk di puskesmas-puskesmas," tuturnya.

Polemik mulai terjadi saat Pemkab Malang berupaya untuk menjamin kesehatan bagi mayoritas penduduk miskin di Kabupaten Malang. Upaya tersebut sebenarnya berdampak positif. Terbukti dari adanya penghargaan Universal Health Coverage (UHC) yang diterima Bupati Malang HM Sanusi atas capaiannya di Pemkab Malang. 

"UHC kan itu harus 95 persen dari jumlah penduduk," tuturnya.

Meski telah menyabet penghargaan UHC di 2023 silam, namun tidak dipungkiri terjadi beberapa kealpaan. Dampaknya sempat menuai aksi unjuk rasa dari kalangan mahasiswa di Kabupaten Malang.

Pemkab Malang cepat dalam memberikan reaksi dari adanya gejolak di tengah masyarakat tersebut. Salah satunya dengan melakukan verifikasi dan validasi (verval). Termasuk melakukan rekonsiliasi bersama pihak BPJS. Bahkan, dalam upayanya saat itu, Pemkab Malang juga melibatkan Jaksa Pengacara Negara (JPN).

Hasilnya diketahui memang terjadi kealpaan input data. Bahkan, data masyarakat miskin yang telah meninggal diketahui juga masih terdaftar dalam kepesertaan BPJS PBID.

"Untuk masuk 95 persen, (ketika itu) kita masih 75 persen. Sehingga sekitar 450 ribu dimasukkan," jelasnya.

Berdasarkan informasi yang diterima JatimTIMES, sebagian dari penambahan kepesertaan BPJS tersebut tidak masuk dalam perencanaan APBD di tahun itu. Dari sinilah, anggaran PBID membengkak bahkan hingga mencapai kisaran Rp 87 miliar.

Sejumlah pihak sempat menanyakan terkait besaran anggaran tersebut. Namun toh pada akhirnya tetap terealisasi hingga akhirnya anggaran yang diperlukan membengkak hingga mencapai puluhan miliar tersebut. 

Baca Juga : Jejak Mpu Gandring: Kisah Mistis di Tanah Blitar yang Mengawali Kejayaan Kerajaan Singasari

"Tapi uangnya itu sebenarnya juga sudah di pakai untuk pelayanan kesehatan," ujarnya.

Rinciannya, meliputi jasa pelayanan kesehatan. Baik itu di tingkat puskesmas maupun rumah sakit daerah. 

"Jadi uangnya itu ya tidak ada di saya, uangnya sudah menyebar," imbuhnya.

Meski dikatakan telah dialokasikan ke sejumlah layanan kesehatan, namun BPJS akhirnya menghentikan layanan PBID. Alasannya karena terjadi tunggakan.

"Tapi ya atas kesalahan itu ya (menjadi) tanggung jawab saya," ucap Wiyanto.

Disebutkan, anggaran mencapai kisaran Rp 87 miliar tersebut ditujukan bagi penambahan kepesertaan BPJS PBID yang mencapai sekitar 450 ribu. Sehingga hanya mampu mengcover selama 3 bulan dari yang sejatinya anggarannya untuk satu tahun.

Pertimbangan itulah yang disebut-sebut menjadi dasar BPJS menghentikan layanan PBID kala itu. "Pemerintah sebenarnya mau membayar, cuman kan harus ada dasar hukumnya," imbuhnya.

Kendala itulah yang juga dikabarkan membuat BPJS enggan kembali mengaktifkan kepesertaan BPJS PBID. Bahkan, saat Pemkab Malang mengajukan hasil verval kepesertaan PBID yakni sejumlah kisaran 172 ribu, BPJS tetap kukuh dan sebaliknya meminta agar utang sebelumnya dibayarkan terlebih dahulu.

Hasil verval tersebut sejatinya tidak terpaut jauh dari data awal yang sebelumnya. Yakni mencapai kisaran 186 ribu. Namun karena ada beberapa pertimbangan, akhirnya menjadi 450 ribu dan mencapai 95 persen. Sehingga mendapatkan penghargaan UHC.

"Rencana kerja itu saya tanda tangani, kelirunya di situ. Intinya sebagai penanggung jawab, ya saya yang bertanggung jawab, itu saja," pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan, Bupati Malang HM. Sanusi telah menonaktifkan atau mencopot jabatan Wiyanto Wijoyo sebagai Kadinkes Kabupaten Malang. Keputusan tersebut berlaku pada 1 Mei 2024 mendatang. Dikabarkan, setelahnya Wiyanto akan kembali menjabat sebagai kepala puskesmas setelah sebelumnya juga sempat menjabat posisi tersebut.

Dalam pernyataannya, Sanusi menyebut pencopotan Wiyanto tersebut karena terjadi pelanggaran disiplin kinerja yang tidak sesuai dengan aturan tentang penggunaan APBD. Sebelumnya, Wiyanto juga telah diperiksa Inspektorat dan direkomendasikan untuk diturunkan satu tingkat. Sehingga jabatannya akhirnya dihentikan sebagai Kadinkes Kabupaten Malang.

Meski demikian, Sanusi menegaskan permasalahan yang dilakukan Wiyanto bukanlah permasalahan korupsi. Melainkan permasalahan terkait penganggaran yang melampaui batas ketentuan.

"Kalau dugaan korupsi tidak. Karena memang itu digunakan untuk kepentingan (pembayaran kepesertaan PBID) BPJS Kesehatan dan belum terbayar. Sehingga terjadi hutang ke BPJS Kesehatan," jelas Sanusi.

Meski sempat terjadi kisruh terkait PBID, namun Sanusi telah memerintahkan kepada pimpinan RSUD Kanjuruhan untuk membebaskan biaya kesehatan bagi warga miskin dan tidak mampu. Sedangkan anggaran yang disiapkan sebesar Rp 10 miliar. Sehingga terkait jaminan kesehatan masyarakat Kabupaten Malang, dipastikan Sanusi, nantinya akan tetap difasilitasi oleh Pemkab Malang.


Topik

Pemerintahan Malang Sanusi Dinas Kesehatan PBID Wiyanto Wijoyo



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Ashaq Lupito

Editor

Nurlayla Ratri