JATIMTIMES - Penyakit demam berdarah dengue (DBD) menjadi salah satu penyakit yang banyak menyebabkan kematian. Meski begitu, dalam pendeteksian atau diagnosis secara dini, banyak masyarakat yang mengalami kesulitan. Sebab, gejala DBD mirip dengan dengan gejala penyakit lain.
Keterlambatan dalam diagnosis kemudian justru berujung fatalitas bagi penderitanya. Namun, inovasi temuan dari Dr Ahmad Fahrudi Setiawan SKom MT, dosen Teknik Informatika Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) ini, menjadi solusi mudah untuk pendeteksian DBD secara dini. Pendeteksian DBD ini menggunakan artificial inteligence berbasis digital image processing pada apusan darah.
Baca Juga : Bukan Penyakit, Begini Cara Menangkal 'Ain Menurut Quraish Shihab
Selama ini, banyak anak yang terkena demam berdarah underdiagnosis atau diketahui namun telah masuk dalam masa kritis. Dokter pun biasanya mendiagnosis demam berdarah berdasarkan tes darah lengkap di rumah sakit atau laboratorium.
Tetapi, diagnosis harus dilakukan pada hari ketiga atau setelahnya. Di sisi lain, pada hari keempat demam, penderita bisa mengalami masa kritis yang bisa berakibat fatal.
“Sebenarnya tes demam berdarah sudah ada yang bagus, seperti tes NS1 anti-dengue berdarah dan tes Igm-IgG anti-dengue. Sayangnya, dokter di Indonesia jarang menggunakan tes ini. Selain mahal, alat ini tidak tersedia di layanan kesehatan," kata Ahmad Fahrudi.
Maka dari itulah, Ahmad Fahrudi berinovasi menciptakan alat deteksi demam berdarah yang bisa mendeteksi demam kapan saja atau pada hari keberapa pun dapat digunakan. Akurasinya tinggi. Akurasinya pun mendekati pemeriksaan NS1 anti-dengue. Kian membantu lantaran harganya juga terjangkau serta dapat diterapkan di seluruh layanan kesehatan.
Inovasi ini dibuat dengan mengumpulkan sampel darah dari ratusan suspeks DBD. Ada yang positif dan ada juga yang negatif. Data-data tersebut didigitalkan ke dalam komputer dan kemudian fitur-fiturnya diekstraksi menggunakan beberapa algoritma pengolahan citra digital.
Data yanga digitalisasi seperti jumlah trombosit, jumlah leukosit, jumlah trombosit, jumlah immature platelet, dan jumlah limfosit plasma biru. Kemudian, datanya disimpan di komputer cloud. Kemudian, menggunakan kontrol tes untuk mengetahui status positif atau negatif. Dalam hal ini digunakan NS1 anti-dengue dan IgM-IgG anti-dengue.
Baca Juga : Rata-rata 11 Kasus DBD/Hari, Dinkes Kabupaten Malang Tekankan PSN 3M Plus ke Masyarakat
Dijelaskan juga tentang cara kerja sistemnya. Jika ada pasien baru yang diduga menderita DBD, maka ambil sampel darahnya, kemudian diapus di atas perparat dan dimasukkan waktu ke deteksi dini DBD secara online. Selanjutnya, sistem menggunakan kecerdasan buatan untuk mencari sampel darah yang mendekati positif DBD atau mendekati sampel negatif DBD. Jika jumlah trombosit, leukosit, trombosit immature platelets dan limfosit plasma biru mendekati gambaran DBD, maka positif DBD dan sebaliknya.
Berdasarkan penelitiannya, akurasi sistem 94,44 persen, sensitivitas sistemnya mencapai 100 persen, dan spesifisitas sistemnya 87,50 persen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa alat deteksi dini DBD mengunakan kecerdasan buatan berbasis pengolahan citra digital pemeriksaan darah ini dapat dijadikan sebagai alternatif solusi deteksi dini DBD yang baik, sederhana, murah, cepat dan akurat.
Oleh karena itu, pendeteksiannya hanya membutuhkan waktu yang singkat sekitar satu menit. Cara ini lebih spesifik dibandingkan NS1 anti-dengue dengan akurasi dan keandalan yang hampir sama. Sistem ini juga masih berupa prototipe, sehingga diperlukan lebih banyak informasi di masa mendatang.
"Kami berharap sistem deteksi dini ini ke depan dapat mendukung diagnosis DBD oleh dokter menjadi lebih cepat, luas, dan mudah oleh petugas kesehatan di semua bidang layanan kesehatan di Indonesia," pungkasnya.