JATIMTIMES - Bupati Malang HM. Sanusi turut memberikan tanggapan terkait putusan sebagian dari Mahkamah Konstitusi (MK), mengenai gugatan Undang-Undang Pilkada terkait pemotongan masa jabatan kepala daerah hasil Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2020.
Sebanyak 11 kepala daerah yang mewakili kepentingan 270 kepala daerah untuk mengajukan gugatan ke MK didampingi Visi Law Office di antaranya Gubernur Jambi Al Haris, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi, Bupati Pesisir Barat Agus Istiqlal, Bupati Malaka Simon Nahak, Bupati Kebumen Arif Sugiyanto, Bupati Malang HM. Sanusi, Bupati Nunukan Asmin Laura, Bupati Rokan Hulu Sukiman, Wali Kota Makassar Ramdhan Pomanto, Wali Kota Bontang Basri Rase dan Wali Kota Bukit Tinggi Erman Safar.
Baca Juga : Update Gate 13 Stadion Kanjuruhan: Tak Jadi Dibongkar
Terdapat tiga ayat dalam satu pasal dalam Undang-Undang Pilkada yang digugat oleh 11 kepala daerah dengan perkara Nomor: 27/PUU-XXII/2024 melalui sidang pleno yanh dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo pada Rabu (20/3/2024) lalu. Yakni pasal 201 ayat (7), (8), dan (9) Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dalam putusannya, MK menilai Pasal 201 ayat (7) yang menyatakan bahwa "Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024" bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kemudian, Mahkamah Konstitusi memerintahkan norma pasal tersebut diubah menjadi "Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 tahun masa jabatan".
Lalu untuk Pasal 201 ayat (8), pemohon meminta norma dalam pasal tersebut diganti agar Pilkada serentak terbagi menjadi dua gelombang. Yakni gelombang pertama pada Bulan November 2024 untuk 276 kepala daerah yang mengakhiri masa jabatan pada tahun 2022 dan 2023. Kemudian gelombang kedua pada bulan Desember 2025 untuk 270 kepala daerah hasil Pilkada Tahun 2020.
Hal itu dinilai oleh majelis hakim tidak beralasan secara hukum. "Permohonan berkenaan dengan norma Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengakibatkan berubahnya jadwal pemungutan suara serentak secara nasional adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Selanjutnya, untuk dalil yang diajukan pemohon terkait dengan Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 terkait dengan pengisian kekosongan jabatan tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
"Menurut Mahkamah, dalil para pemohon mengenai Pasal 201 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 adalah tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut sehingga tidak beralasan menurut hukum," ujar Saldi Isra.
Bupati Malang HM. Sanusi menyampaikan, bahwa pihaknya selaku pemohon gugatan Undang-Undang Pilkada terkait dengan pemotongan masa jabatan kepala daerah hasil Pemilu serentak tahun 2020, menerima keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Ya mengikuti keputusan MK. Jadi (menjabat sebagai kepala daerah) nanti sampai dilantik (pejabat) yang baru," ungkap Sanusi kepada JatimTIMES.com.
Baca Juga : Mahasiswa Prodi TI Unisba Blitar Gali Potensi BLPT Jogja dan Amikom dalam Kunjungan Studi ke Yogyakarta
Ketika disinggung akan menjabat sampai kapan, Sanusi mengaku bahwa dirinya dilantik pada Februari 2021 dan SK jabatan selesai di Februari 2026.
Sehingga, jika tidak ada pemotongan masa jabatan pada 270 kepala daerah hasil Pemilu serentak tahun 2020, maka akan menjabat sesuai dengan SK yang telah ditetapkan, yakni selama lima tahun.
"Kalau pelantikannya cepat ya cepat, tapi kalau pelantikannya molor sampai Desember 2025 ya sesuai dengan SK," ujar Sanusi.
Namun, sebenarnya Sanusi berharap agar masa jabatannya berakhir sesuai dengan SK 270 kepala daerah di pelosok nusantara. "Sebenarnya harapannya sesuai dengan SK. Tetapi keputusannya sudah diambil putusan seperti itu," kata Sanusi.
Sementara itu, untuk merespon putusan yang telah disampaikan majelis hakim konstitusi, Sanusi akan melakukan pembahasan dengan jajaran kepala daerah yang tergabung dalam APKASI atau Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia.
"Nanti langkah lanjutannya dibicarakan di APKASI. Karena istilahnya, bolanya sudah ada di Kemendagri. Nanti kan untuk keputusan pelantikan ada di Kemendagri. Kalau Kemendagri memutuskan sesuai dengan jabatan kita, ya nanti (tujuan) kita bisa tercapai," pungkas Sanusi.