JATIMTIMES - Di dunia ini, terdapat banyak sekali bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dan membantu berinteraksi. Menurut KBBI, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan menyesuaikan diri.
Dari sekian banyak bahasa yang ada, terdapat beberapa keunikan, mulai dari intonasi, cara pengucapan maupun bahasa yang dipakai.
Baca Juga : Jejak Pengaruh Cina dalam Islamisasi Indonesia: Kisah Sunan Ampel dan Warisan Kultural Champa
Bahasa unik salah satunya datang dari Turki. Tak hanya terkenal sebagai negara lintas benua, Turki rupanya memiliki bahasa yang sangat unik yakni ‘Bahasa Burung’.
Seperti dikutip dari laman Warisan Budaya Takbenda UNESCO, "Bahasa Burung" atau bahasa bersiul adalah metode komunikasi yang menggunakan siulan untuk mengartikulasikan kata-kata. Bahasa siulan ini digunakan oleh masyarakat Kuskoy, Turki pedalaman.
Dilansir dari akun Tiktok @Aneh Tapi Benar, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan "Bahasa Burung" Turki masuk dalam Daftar Perlindungan Mendesak Warisan Budaya Bukan Benda pada 2017. Hal itu dilakukan agar bahasa tersebut tidak punah karena perkembangan zaman.
Akun Tiktok itu juga membagikan dimana masyarakat Kuskoy tengah berkomunikasi. Dalam video yang dibagikan terlihat pria meminta rekannya yang bisa berbahasa burung mengobrol dengan kawannya yang berada di seberang.
Meski jarak yang cukup jauh, komunikasi menggunakan bahasa burung itu rupanya lebih efektif dibandingkan dengan bahasa pada umumnya.
Hal itu dikarenakan bahasa burung yang ditimbulkan berupa siulan yang begitu kencang sehingga mudah untuk didengar.
Sejarah "Bahasa Burung" Turki
Dilansir melalui laman BBC, bahasa burung umumnya digunakan di Desa Kuskoy yang diterjemahkan sebagai "Desa Burung". Tetapi 50 tahun yang lalu bahasa ini tersebar luas ke daerah Rize, Ordu, Artvin, Bayburt dan wilayah Laut Hitam Timur, Turki.
Wilayah tersebut berada di pegunungan sehingga jarak antar satu rumah dengan rumah lainnya cukup jauh. Oleh sebab itulah, mereka harus memiliki cara berkomunikasi yang efektif.
Komunikasi yang digunakan dengan bahasa siulan mengeluarkan suara dengan bantuan jari, lidah, gigi, bibir dan pipi. Variasi suara yang keluar dengan siulan akan berbeda-beda sesuai dengan maknanya.
Ada yang berarti "Oke", "mari", "pergi", "mari minum teh bersama", "Maukah Anda bergabung dengan kami besok untuk memanen kemiri ?", "Saya butuh bantuan untuk kebun teh" dan peringatan untuk SOS seperti "Ada kebakaran hutan!", "Ada tanah longsor!".
Baca Juga : Turis hanya Bertahan Sehari di Jatim, Ini yang akan Dilakukan Gubernur Khofifah
Bahasa burung termasuk warisan budaya dan juga identitas dari masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Meski sudah digunakan selama berabad-abad dalam kehidupan masyarakat, laman UNESCO menjelaskan, bahasa burung mulai diperhatikan pada tahun 1963, ketika sekelompok jurnalis datang ke Desa Kuskoy. Mereka melihat penduduk desa sedang berlatih bahasa siul.
Sejak saat itu, "Bahasa Burung" khas Turki ini menarik perhatian para peneliti dari seluruh dunia internasional. Sayangnya kini, bahasa tersebut terancam punah karena berkembangnya zaman.
Hingga akhirnya pada Maret 2016, Pemerintah Turki menominasikan bahasa tersebut ke Daftar Perlindungan Mendesak Warisan Budaya Bukan Benda UNESCO. Akhirnya dalam pertemuan UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan pada Desember 2017 diputuskan "Bahasa Burung" dari Turki itu masuk dalam daftar.
“Bahasa Burung" Terancam Punah
Disebutkan sebelumnya bila "Bahasa Burung" atau bersiul terancam punah karena berkembangnya zaman.
Ancaman utama mengenai hal tersebut adalah penggunaan ponsel. Ketertarikan generasi baru pada bahasa siul ternyata berkurang secara signifikan. Sehingga risiko budaya tersebut terkoyak dan hilang timbul hingga akhirnya mendapatkan perhatian.
Sejak UNESCO menetapkan bahasa siulan ini menjadi Warisan Budaya Bukan Benda yang Perlu Dilestarikan Mendesak, seluruh masyarakat dunia membicarakannya. Pelestarian juga dilakukan dengan berbagai cara.
Salah satunya dengan mengadakan "Whistled Language Festival" yang ternyata sudah ada sejak tahun 1997. Pada tahun 2017, mereka yang mengikuti festival meningkat hingga 10.000 orang dari Turki ataupun internasional.
Sayangnya karena pandemi COVID-19, festival tersebut tak diadakan pada tahun 2020 dan 2021. UNESCO menjelaskan festival akan diadakan pada musim panas tahun 2022, namun tak ada keterangan lebih lanjut tentang hal itu.