JATIMTIMES - Setelah berbagai kampus di Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap terhadap kondisi demokrasi di Indonesia, kini giliran Universitas Brawijaya (UB) mengeluarkan pernyataan sikap atas kondisi penegakan hukum dan etika demokrasi di Indonesia.
Sekretaris Dewan Profesor Universitas Brawijaya Prof. Sukir Maryanto menyampaikan delapan poin pernyataan sikap dari para civitas akademika UB yang ditujukan kepada pemerintah untuk segera memperbaiki sistem penegakan hukum serta etika dalam berdemokrasi.
Baca Juga : Tak Ikut Beri Pernyataan Sikap Bareng Civitas Akademika UM, Rektor: Itu Kebebasan Berfikir
Menurutnya, perumusan poin-poin pernyataan sikap tersebut membutuhkan waktu yang tidak singkat. Pasalnya, banyak pihak yang terlibat. Mulai dari guru besar, profesor, dosen, mahasiswa hingga alumni.
"Kita sejak 15 Desember 2023 telah ikut merumuskan di Universitas Hasanuddin saat MDGP PTN-BH. Kenapa baru sekarang disampaikan? Karena prosesnya institusional, formal dan melibatkan stakeholder semuanya, jadi tidak singkat," ungkap Sukir, Selasa (6/2/2024).
Pihaknya pun membeberkan delapan poin pernyataan sikap yang telah dirumuskan bersama. Pertama, mengimbau pemerintah dan aparat penegak hukum agar menjunjung tinggi prinsip keadilan, tidak tebang pilih, tidak mencederai demokrasi dan kebebasan berpendapat, dan bebas dari kepentingan politik praktis.
"Kedua, mengimbau pemerintah, DPR, MK, dan aparat penegak hukum untuk tidak menjadikan hukum sebagai instrumen politik sehingga hukum alpa dari nilai-nilai moral dan etika," ujar Sukir.
Ketiga, mengimbau Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kota/Kabupaten, Kecamatan dan Desa agar tetap menjaga etika berdemokrasi, netralitas dan menjaga suasana agar Pemilu tahun 2024 berjalan luber dan jurdil.
Menurutnya, kepemimpinan nasional harus mampu menjadi teladan untuk menjunjung nilai-nilai hukum dan demokrasi, agar masyarakat memiliki panutan dalam menghadapi hiruk-pikuk yang seharusnya menjadi pesta rakyat menyenangkan dan membahagiakan.
"Keempat, mengimbau TNI, Polri dan ASN agar bersikap netral dan menjaga agar pemilu berjalan damai dan aman," tegas Sukir.
Kelima, mengimbau para penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu, agar berkomitmen kuat melaksanakan pemilu yang bermartabat, luber dan jurdil.
Keenam, mengimbau Calon Presiden, Calon Wakil Presiden dan Calon Anggota Legislatif untuk melaksanakan etika berpolitik, mengedepankan visi dan program, tidak menggunakan fasilitas negara, dan tidak melakukan money politics.
"Ketujuh, mengimbau para pimpinan partai politik untuk mengembalikan citra dan kemurnian demokrasi pada rohnya. Kedaulatan ada pada rakyat dan tidak boleh ada campur tangan kekuasaan," lugas Sukir.
Baca Juga : Sebut Banyak Pelanggaran-Kecurangan Pemilu 2024, TPN Ganjar-Mahfud Akan Gugat Laporan ke PTUN
Kedelapan, mengimbau tokoh masyarakat dan seluruh rakyat Indonesia agar menjaga ketentraman, ketertiban selama penyelenggaraan pemilu demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sementara itu, Ketua Senat Akademik Universitas (SAU) UB Prof. Nuhfil Hanani mengatakan, untuk menjaga kondusivitas Pemilu 2024, semua orang harus berhati-hati dengan adanya informasi hoax atau kabar bohong.
"Sekarang ini hoax ada dimana-mana, saling mencurigai. Padahal Islam mengajarkan baik sangka dan husnudzon, tidak caci maki," kata Nuhfil.
Selain itu, pihaknya juga mengimbau agar seluruh masyarakat, kontestan Pemilu 2024 serta para pendukung untuk tetap menjaga etika dan moral dalam menjalani proses Pemilu 2024.
Lebih lanjut, Ketua Komite A Dewan Profesor UB Prof. Rachmad Safa'at menambahkan, bahwa pernyataan sikap yang disampaikan civitas akademika murni berasal dari keresahan yang dirasakan dan tidak ada tekanan dari pihak manapun.
"Tidak ada paksaan tuntutan tekanan dari siapapun. Pertemuan kita hari ini dalam rangka menyampaikan pemikiran ini, itu bebas tidak ada yang menekan kita," tutur Rachmad.
Menurutnya, tidak ada kata terlambat bagi kampus untuk menyampaikan sikap dan pemikiran-pemikiran untuk keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Jadi kampus tidak ada kata terlambat, jadi menyampaikan kritik itu boleh, setelah pemilu pun boleh sebagai bentuk demokrasi," pungkas Rachmad.