JATIMTIMES - Pengamat sekaligus Akademisi Komunikasi Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) Dr. Verdy Firmantoro menyebut bahwa debat kelima yang mempertemukan masing-masing calon presiden antiklimaks.
"Debat kelima tadi malam secara umum masing-masing capres tampil antiklimaks. Sepertinya mereka masing-masing tampil agak berhati-hati untuk menghindari blunder politik mengingat tanggal 14 Februari semakin dekat," ujar Verdy, Senin (5/2/2024).
Baca Juga : Sejumlah Elemen Masyarakat Kritisi Krisisnya Keteladanan Pemimpin di Indonesia
Akademisi yang menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Indonesia ini mengatakan, pada forum debat kelima semalam, masing-masing calon presiden yakni Anies Rasyid Baswedan, Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo, semuanya relatif tidak memberikan kontra narasi atas gagasan yang disampaikan masing-masing calon presiden.
"Masing-masing capres relatif menyepakati satu sama lain, tidak banyak muncul argumentasi ataupun pandangan yang sifatnya kontra narasi antar masing-masing gagasan capres," terang Verdy.
Padahal dalam debat kelima yang mempertemukan masing-masing calon presiden, KPU RI telah menentukan tema debat yakni "Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi".
Pihaknya pun menyayangkan, ketika tema debat yang sangat menyentuh kepada masyarakat, justru masing-masing calon presiden menunjukkan kehati-hatian dengan memberikan jawaban-jawaban atau pernyataan yang normatif.
"Praktis masing-masing paslon tidak banyak memberikan argumentasi atau narasi utamanya bagaimana mengulik data untuk kemudian membangun argumentasi celah apa yang kemudian pemerintah saat ini belum lakukan, kebijakan apa, itu relatif masih belum muncul," jelas Verdy.
Sehingga, tidak memunculkan kontra narasi ataupun perbedaan pandangan politik dalam memimpin sebuah negara, khususnya pada hal-hal yang berkaitan dengan tema debat kelima calon presiden.
"Justru dari apa yang diperdebatkan tadi malam, itu tidak muncul differensiasi politik antar paslon. Itu yang saya kira agak disayangkan di debat terakhir tadi malam," kata Verdy.
Alumnus FISIP UB ini pun menjelaskan, sejak debat pertama, sosok calon presiden Anies Rasyid Baswedan selalu tampil offensive atau menyinggung dan agresif terhadap gagasan calon presiden yang lain. Namun, di debat kelima semalam, Anies tampil dengan bahasa-bahasa normatif dan cenderung meneruskan atau menyepakati jawaban dari calon presiden yang lain.
"Termasuk utamanya dengan paslon 02 yang selama ini mungkin terjadi diskursus perdebatan di forum debat sebelumnya. Tapi tadi malam itu relatif tidak muncul," kata Verdy.
Baca Juga : Ahmad Fuad Rahman Siap Melenggang ke Senayan, Masalah Kesehatan hingga Infrastruktur Jadi Fokus
Padahal, Anies merupakan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI sekaligus dari kalangan akademisi, tentunya memiliki pemahaman lebih dari calon presiden lainnya pada sub tema debat kelima semalam.
Kemudian, untuk calon presiden Prabowo Subianto juga tampil dengan kehati-hatian yang tinggi. Verdy menyebut, sikap ini untuk menghindari blunder politik dan juga untuk menjaga kondisi hasil survei dari berbagai lembaga survei yang menempatkan Prabowo-Gibran di urutan pertama dibandingkan dengan paslon yang lain.
"Sehingga dalam konteks ini kehati-hatian ini untuk mengamankan posisi agar tidak turun suaranya. Syukur-syukur diharapkan untuk naik," tutur Verdy.
Selanjutnya, untuk calon presiden Ganjar Pranowo sebenarnya sudah mulai memancing di forum debat kelima dengan membahas mengenai polemik bantuan sosial (bansos), sivitas akademika bergerak, yang saat ini sedang menjadi pembahasan publik.
"Tetapi umpan itu tidak memberikan dialektila publik. Sehingga ruang diskursus perdebatan tadi malan itu belum muncul," imbuh Verdy.
Pihaknya mengungkapkan, kehati-hatian yang ditampilkan masing-masing calon presiden itu merupakan hasil evaluasi dari masing-masing tim sukses paslon yang menemukan hasil bahwa preferensi politik masyarakat Indonesia masih mengarah kepada orang-orang yang sifatnya membawa empati.
"Jadi kenapa hati-hati itu dilakukan oleh masing-masing paslon, karena masyarakat Indonesia salah satunya juga masih menyukai atau preferensi politiknya kepada orang-orang yang sifatnya itu membawa empati. Bukan menunjukkan kegagahan, atau arogansi politik, itu relatif tidak ke sana," pungkas Verdy.