JATIMTIMES - Suasana di Gaza hingga detik ini masih sangat menyedihkan dan memilukan. Bahkan, akibat serangan Israel yang tanpa henti membuat para dokter di Gaza mengalami kelaparan.
Hal itu dikarenakan banyaknya rumah sakit yang minim pasokan makanan yang menyebabkan upaya penyelamatan korban luka akibat ulah Israel jadi terganggu.
Baca Juga : Gempur Rokok Ilegal, Satpol PP Gelar Kabupaten Malang Bersholawat
Dilansir dari The New Arab, Selasa (12/12/2023) Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan sembilan dari 10 orang tidak makan sama sekali selama sehari penuh. Tidak hanya itu, 97 persen warga Gaza tidak memiliki cukup makanan untuk dikonsumsi sehari-hari.
Kondisi ini membuat warga dan dokter-dokter yang ada di Gaza terancam mengalami kelaparan. Spesialis penyakit dalam dr Maher Ali dan dokter anak dr Faten Ali yang merupakan anggota Doctor Against Genocide (DAG) mengungkap bagaimana parahnya situasi di Gaza.
"Realitas yang menghancurkan ini memberikan gambaran suram tentang perjuangan sehari-hari yang dihadapi masyarakat Gaza," ujar para dokter dikutip dari The New Arab, Senin (11/12/2023).
Mereka mengatakan hanya bisa mendapatkan satu potong roti setiap harinya. Tidak ada makanan kaleng dan makanan lain seperti susu, telur, dan keju. Kondisi ini membuat banyak orang 'mengemis untuk makanan'.
DAG mengungkapkan krisis yang terjadi dapat menyebabkan dehidrasi dan kelaparan pada dokter yang bekerja. Efeknya dapat berimbas pada layanan pada korban-korban luka yang menjalani perawatan.
Saat ini pasokan makanan dan air bersih hampir tidak ada. Hanya sebagian kecil dari bantuan yang diperlukan dapat menjangkau perbatasan.
Baca Juga : Korsleting, Mobil Sedan Terbakar Dekat Kampus UB Malang
Mereka menuturkan walaupun tepung masih tersedia, namun harganya sangat mahal untuk satu kantong. Bahkan mereka menyebut bahwa pasar gelap untuk tepung juga sudah mulai muncul.
WFP mengungkapkan sulit untuk memberikan pasokan makanan pada orang-orang yang ada di Gaza. Hal ini disebabkan oleh serangan Israel yang tidak kunjung berhenti.
"Dengan rusaknya hukum dan ketertiban, operasi kemanusaiaan yang berarti tidak mungkin untuk dilakukan," ujar Wakil Direktur Eksekutif WFP Carl Skau.
"Dengan hanya sebagian kecil dari pasokan makanan yang dibutuhkan, tidak adanya bahan bakar yang fatal, gangguan pada sistem komunikasi dan tidak adanya keamanan bagi staf kami atau bagi orang-orang yang kami layani dalam distribusi makanan, kami tidak dapat melakukan pekerjaan kami," pungkasnya.