JATIMTIMES - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK buntut keputusan batas usia capres-cawapres. Terkait putusan itu, Politikus PDIP Ronny Talapessy mengapresiasinya. Ia pun menyinggung soal noktah hitam.
Ronny juga mengatakan jika keputusan MKMK itu merupakan keputusan yang adil.
Baca Juga : Pantang Menyerah Melawan Portugis, Ratu Kalinyamat dari Jepara Ditetapkan jadi Pahlawan Nasional
"Saya menghormati dan mengapresiasi keputusan majelis kehormatan MK hari ini. Keputusan ini cukup menjawab kegelisahan publik terhadap terganggunya independensi MK serta tercederainya marwah Mahkamah Konstitusi," kata Ronny kepada wartawan, Kamis (9/11/2023).
"Keputusan pemberhentian Prof Anwar Usman sebagai ketua MK oleh Majelis Kehormatan adalah keputusan yang cukup adil. Majelis ternyata memang melihat ada pelanggaran berat terhadap kode etik berupa konfilk kepentingan yang dilakukan Anwar Usman yang juga merupakan ipar Presiden Jokowi dan paman Saudara Gibran Rakabuming Raka," imbuhnya.
Ronny menyimpulkan, MKMK telah menemukan Anwar Usman selaku hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres sehingga melanggar prinsip independensi.
"Putusan ini menjadi catatan hitam dalam sejarah Mahkamah Konstitusi sekaligus catatan hitam dalam sejarah kita sebagai sebuah bangsa. Dalam konteks pilpres, bangsa ini juga mencatat bahwa ada kandidat cawapres yang dilahirkan melalui proses-proses yang tidak benar, melanggar etika, tidak menghormati hukum dan menciderai demokrasi," ujar Ronny.
Meskipun putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah final dan mengikat, namun Ronny menilai publik menyaksikan dan mengetahui dari hasil sidang MKMK, bahwa putusan tersebut tidak memiliki legitimasi moral etis.
"Apa yang dilakukan oleh Prof Anwar Usman adalah noktah hitam sejarah hukum dan demokrasi kita yang terpaksa kita wariskan kepada generasi penerus," imbuhnya.
Sementara itu, Anwar Usman sebelumnya merasa jadi objek politisasi usai diberhentikan dari Ketua MK oleh MKMK. Namun, bagi Anwar, pemberhentian tersebut tidak sedikit pun membebaninya.
"Sejak awal saya sudah mengatakan bahwa jabatan itu adalah milik Allah SWT, Tuhan yang Mahakuasa. Sehingga pemberhentian saya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi tidak sedikit pun membebani diri saya," kata Anwar dalam konferensi pers di kantor MK, Jakarta, Rabu (8/11).
Baca Juga : Viral Security Apartemen di Bekasi Minta Bendera Palestina Diturunkan, Netizen: Tandain Bapaknya!
Ia pun percaya di balik peristiwa ini akan ada hikmah yang besar. Namun dia akan meluruskan berbagai hal agar masyarakat memahami tentang apa yang sesungguhnya terjadi.
"Saya yakin dan percaya bahwa di balik semua ini insyaallah ada hikmah besar yang akan menjadi karunia bagi saya dan keluarga besar saya, sahabat dan handai taulan dan khusus bagi MK, nusa, dan bangsa," ucap Anwar.
Pernyataan Anwar Usman itu merupakan buntut dirinya yang sebelumnya dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK. Dia dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat.
Putusan tersebut terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, dan PADI.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," ujar Ketua MKMK Jimly saat membacakan putusan, Selasa (7/11).
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.