JATIMTIMES - Israel menggempur daerah kantong Palestina di Gaza pada hari Minggu (8/10/2023). Sedikitnya 1.100 warga Palestina tewas akibat serangan paling berdarah dalam sejarah, ketika kelompok Islam Hamas membunuh 700 warga Israel dan menculik puluhan lainnya.
Melansir laporan Reuters, Senin (9/10/2023) dini hari, amukan pejuang Hamas di kota-kota Israel pada Sabtu (7/10/2023) adalah serangan yang paling mematikan sejak serangan Mesir dan Suriah dalam perang Yom Kippur 50 tahun yang lalu dan mengancam akan memicu konflik yang tidak pernah berakhir lagi.
Baca Juga : Polisi Selidiki Kecelakaan Maut Truk Angkut 30 Wisatawan Menuju Pantai Malang, Begini Hasilnya
Sebagai bentuk balasan, Israel mengirimkan serangan udara, kemudian menghantam blok perumahan, terowongan, masjid dan rumah pejabat Hamas di Gaza. Serangan Israel itu menewaskan lebih dari 400 orang, termasuk 20 anak-anak.
"Harga yang harus dibayar oleh Jalur Gaza akan sangat berat dan akan mengubah kenyataan dari generasi ke generasi,” kata Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant di kota Ofakim.
Di luar Gaza yang diblokade, pasukan Israel dan milisi Hizbullah Lebanon yang didukung Iran saling baku tembak artileri dan roket. Sementara di Mesir, dua turis Israel ditembak mati bersama seorang pemandu.
Seruan untuk menahan diri datang dari seluruh dunia, meskipun negara-negara Barat sebagian besar mendukung Israel. Sementara Iran, Hizbullah, dan pengunjuk rasa di berbagai negara Timur Tengah memuji kelompok Palestina Hamas.
Di Israel selatan Minggu (8/10/2023), Hamas masih melawan pasukan keamanan Israel lebih dari 24 jam. Serangan bertubi-tubi dari Hamas dengan meluncurkan roket. Dan sekelompok pria bersenjata menyerbu pangkalan militer dan menyerbu kota-kota perbatasan.
"Kedua gadis kecilku, mereka masih bayi. Mereka belum genap berusia lima tahun dan tiga tahun," kata Yoni Asher yang menceritakan video orang-orang bersenjata Palestina menangkap istri dan dua putrinya yang masih kecil.
Di sisi lain, militer Israel menyebut jika Hamas telah menguasai kembali sebagian besar wilayahnya. Militer Israel mengatakan telah mengerahkan puluhan ribu tentara di sekitar Gaza, wilayah sempit yang menjadi rumah bagi 2,3 juta warga Palestina, dan mulai mengevakuasi warga Israel di sekitar perbatasan.
"Ini adalah perang kelima saya. Perang harus dihentikan. Saya tidak ingin terus merasakan hal ini," kata Qassab al-Attar, seorang warga Palestina yang menggunakan kursi roda di Gaza yang dibawa oleh saudara laki-lakinya ke tempat penampungan.
Israel belum mengumumkan jumlah korban resmi namun medianya mengatakan sedikitnya 700 orang tewas, termasuk anak-anak. Juru bicara militer Daniel Hagari menyebutnya sebagai "pembantaian warga sipil tak berdosa terburuk dalam sejarah Israel."
Baca Juga : Bapaslon Bupati dan Wabup Sumbawa Barat Ini Beri Pendidikan Politik Pada Mahasiswa di Malang
Menurut laporan CNN yang mengutip memo internal AS, setidaknya tiga orang Amerika termasuk di antara mereka yang dibunuh oleh kelompok bersenjata Hamas.
Israel dan Arab Saudi melakukan penataan kembali keamanan yang dapat mengancam harapan Palestina. Termasuk menghambat pendukung utama Hamas, yakni Iran.
Sekutu regional utama Teheran lainnya, Hizbullah Lebanon, berperang dengan Israel pada tahun 2006 dan mengatakan “senjata dan roketnya” mendukung Hamas.
Tampak puing-puing serangan dari hamas berserakan di kota-kota selatan Israel dan wilayah perbatasan pada hari Minggu (8/10/2023). Warga Israel terguncang melihat mayat-mayat berlumuran darah di jalan-jalan, mobil dan bahkan rumah mereka.
Sekitar 30 warga Israel yang hilang saat menghadiri pesta dansa diserang oleh orang-orang bersenjata muncul dari persembunyiannya pada Minggu (8/10/2023). Media Israel melaporkan, jumlah korban tewas pada pertemuan di luar ruangan pesta dansa tersebut sebanyak 260 orang.
Pejuang Palestina menyandera puluhan orang ke Gaza, termasuk tentara dan warga sipil, anak-anak dan orang tua. Kelompok militan Palestina kedua, Jihad Islam, mengatakan mereka menahan lebih dari 30 tawanan.
Di antara para sandera diyakini adalah seorang pria dan wanita Meksiko. "Kenyataan yang kejam adalah bahwa Hamas menyandera sebagai sebuah kebijakan asuransi terhadap tindakan pembalasan Israel, khususnya serangan darat besar-besaran dan untuk menukar tahanan Palestina,” kata Aaron David Miller, peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace.