JATIMTIMES – Siapa yang tak kenal Pasar Besar Malang yang menjadi salah satu pasar tradisional terbesar di Kota Malang. Pasar ini menjadi pusat jual beli barang secara grosir sejak tahun 1914.
Namun, semenjak pandemi Covid-19 hingga sekarang, Pasar Besar Kota Malang kian meredup karena kalah telak dengan market place yang tengah merebak di era digital.
Baca Juga : Ungkit Kunjungan, Pedagang di Toko Buku Wilis Berharap Pemkot Malang Perbanyak Event
Pelataran Pasar Besar Malang masih terlihat ramai riuh dipenuhi pedagang buah hingga aneka makanan. Namun, saat menginjakkan kaki lebih jauh untuk menyusuri area dalam pasar, akan didapati kios yang sepi. Terlihat beberapa pedagang menunggu penglaris dagangannya.
Jauh sebelum masa pandemi dimulai, terlihat masa kejayaan Pasar Besar Malang mulai kehilangan pamor, terlebih sejak kebakaran yang menghanguskan sebagian bangunan di lantai atas.
Dahulunya, Pasar Besar Malang yang menjadi pusat jual beli pakaian hingga berbagai macam kebutuhan rumah tangga, menjadi salah satu sumber kemacetan karena banyaknya pembeli. Bahkan awalnya, pasar ini telah berkembang bersama dengan sebuah mall milik Matahari Department Store yang terletak di lantai 3 dan 4. Namun kembali, itu dulu.
"Setiap hari tidak ada pengunjung, bahkan mau mendapatkan satu penglaris saja susah," ucap Wahyu, salah satu penjaga kios pasar besar.
Saat ditemui awak media pada, Jumat (15/9/2023), Wahyu pun mengaku sedih jika teringat masa sebelum maraknya belanja online yang selalu ramai. Sedangkan kini sudah tidak ada lagi suara pembeli yang tawar menawar. Padahal suara tersebutlah yang dirindukan para pedagang, khususnya di Pasar Besar Malang.
Momok terbesar yang dirasakan para pedagang pasar adalah persaingan dengan penjual online yang mempromosikan barang jualannya via media sosial, seperti TikTok dan Instagram. Para pembeli merasa lebih praktis saat berbelanja online karena pemesanan serta pengiriman yang hanya sekali klik dari layar gawai mereka.
Baca Juga : Pastikan Stabilisasi Harga Beras, Diskopindag Kota Malang Gencarkan Operasi Pasar
Bukan tidak ada usaha untuk meraih hati pembeli, Wahyu bersama para penjual lainnya pun pernah mencoba ke bisnis online pada salah satu market place. Namun, hasilnya nihil karena para penjual telah kalah saing dengan promosi yang dilakukan oleh para artis yang juga merambah pada dunia pasar di media sosial.
Melansir komenan warga net pada platform Twitter atau kini yang disebut "X", @NdrewsTjan mengatakan bahwa "Makanya kalau ambil profit jangan terlalu tinggi. Kita yang sudah sering belanja online sudah tau perbedaan harga yang dijual antara online dengan offline. Harga online diantara 75-100 ribu. Tapi kalau di offline dijual antara 150 ribu-200 ribu,".
Sejauh ini para pedagang haruslah mengikuti arus perkembangan ekonomi era digital, agar mereka mampu bertahan hidup dalam kerasnya persaingan. Karena pilihannya hanya dua, bertahan atau gulung tikar.