free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Wisma Kartowibowo, Saksi Bisu Sejarah Perjuangan Pahlawan Pendidikan dari Blitar

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

01 - Sep - 2023, 02:01

Placeholder
Wisma Kartowibowo, rumah kediaman Raden Kartowibowo.(Foto: Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Ada satu rumah di Jalan Kalimantan, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar yang sejak dulu menyedot perhatian pengguna jalan. Rumah tersebut nampak berusia sangat tua dan ukurannya lumayan besar. 

Rumah itu juga memiliki halaman yang sangat luas. Di depan rumah ada mobil klasik Land Rover dan patung Garuda Pancasila berukuran cukup besar. Namun sayang, nyaris tidak ada yang tahu sejarah rumah tua itu.

Baca Juga : FIFestival Street Food 2023, Sajikan Kuliner Nusantara UMKM Binaan FIFGROUP 

 

Rumah tua bergaya joglo itu adalah rumah milik Raden Kartowibowo, seorang tokoh pendidikan dan ahli pertanian dari Kota Blitar yang hidup pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Minimnya edukasi tentang sejarah lokal membuat sejarah rumah tua di perempatan Jalan Kalimantan itu nyaris tak diketahui orang. Informasi yang berkembang, puluhan tahun silam rumah ini bahkan pernah dicap angker oleh masyarakat sekitar.

Nama Raden Kartowibowo sejatinya cukup dikenal bagi khalayak yang menggemari cerita sejarah berkat buku-buku yang ditulisnya. Sedangkan bagi masyarakat umum, nama tokoh ini seakan tenggelam dan nyaris tak dikenali lagi meski jasanya untuk Blitar Raya sangat luar biasa.

Bukunya yang berjudul Arijo Blitar, Matjan Malihan dan Bakda Mawi Rampog hingga hari ini merupakan artefak sejarah lokal yang bernilai luar biasa. Selain sumbangan besarnya di bidang literasi sejarah, Kartowibowo juga memiliki jejak dan jasa luar biasa di bidang pertanian dan pendidikan. Di bidang pertanian, Kartowibowo menerbitkan buku berjudul Mardi Tani yang diterbitkan oleh van Dorp & Co pada 1919. Buku ini pernah menjadi salah satu diktat penting bagi pemerintah Belanda dalam penyelenggaraan pendidikan pertanian.

 Belum lama ini, pewarta JatimTIMES berkesempatan untuk menikmati warisan sejarah di kediaman Raden Kartowibowo. Penulis berkesempatan untuk bertamu ke rumah bersejarah ini dan berbincang-bincang dengan Wisnu Ardiyanto, salah satu cucu mendiang Raden Kartowibowo. Dari pertamuan ini, kami menjadi tahu jika rumah Kartowibowo yang dulu dikatakan angker itu sejatinya adalah harta karun sejarah.

Rumah di Jalan Kalimantan, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar ini dibeli oleh Kartowibowo pada 1932. Keterangan lain yang dituliskan oleh Sawito Kartowibowo, anak Kartowibowo, menyebutkan rumah di Sananwetan itu dibeli ketika Kartowibowo sudah pensiun sebagai pegawai negeri Hindia Belanda. Rumah tersebut dibangun cukup megah dengan pendapa berukuran 10×10 m di bagian depannya. Pendapa tersebut kemudian diisi dengan gamelan jawa pelok dan slendro, wayang kulit dan perlengkapan pakaian wayang orang. Sayang pendapa itu kini sudah tidak ada lagi.

Rumah Kartowibowo ini lebih dikenal dengan nama Wisma Kartowibowo. Memasuki rumah ini, pengunjung akan serasa dibawa kembali ke lorong waktu masa lalu. Meskipun rumah ini terlihat sedikit kotor, namun energy heritage yang dimilikinya tidak pernah pudar sedikitpun.

Wisnu, lelaki berkacamata tebal itu adalah arkeolog lulusan S1 Universitas Indonesia. Dia adalah reinkarnasi Kartowibowo dalam bidang sejarah. Wisnu yang berpenampilan sederhana itu terlihat sangat pandai menceritakan dan menganalisis kisah-kisah sejarah.Wisnu yang tidak pelit ilmu itu memandu pewarta JatimTIMES memasuki  satu persatu ruangan di Wisma Kartowibowo.

Ruang tamu Wisma Kartowibowo berukuran cukup luas. Kursi-kursi kayu yang antik adalah monumen yang menunjukkan keningratan seorang Kartowibowo. Lemari-lemari besar masih menyimpan seluruh perabot rumah tangga yang dulu dimiliki oleh Kartowibowo.

Menariknya lagi, di ruangan bagian samping rumah terdapat buku-buku kuno koleksi Raden Kartowibowo. Tema dan judul buku it beragam, mulai dari pendidikan hingga pertanian sesuai dengan bidang yang dikuasai Kartowibowo. Beberapa dari buku itu adalah karya yang ditulis Kartowibowo.

Wisma Katowibowo sangat pantas disebut museum. Di ruangan bagian samping sisi barat ini juga terdapat harta fisika peninggalan Kartowibowo. Harta fisika itu jumlahnya cukup beragam dam disimpan dalam sebuah peti berukuran besar. Beberapa dari harta fisika itu bahkan masih menyimpan obat-obatan kimia. Seluruh harta fisika itu dirawat oleh sang cucu Wisnu Ardiyanto.

“Eyang Karto itu menguasai berbagai ilmu. Ilmu peternakan, ilmu pertanian khususnya hortikultura, matematika. Beliau juga ahli bahasa. Buku karya beliau yang bertema pertanian banyak dipakai oleh universitas-universitas di Belanda,” jelas Wisnu.

Kartowibowo adalah bangsawan keturunan Keraton Mataram yang lahir di Tulungagung pada 1885.  Ia adalah keponakan dari Soekeni Sosrodihardjo,  ayah Presiden pertama Republik Indonesia Ir Soekarno (Bung Karno). Selepas menempuh pendidikan di OSVIA, Kartowibowo melanjutkan studinya di Sekolah Tinggi Pertanian di Bogor hingga 1905. Di Bogor ia meraih kompetensinya sebagai ahli ilmu pertanian.

“Bung Karno itu masih ponakan sama eyang. Dulu setelah Bung Karno lulus insinyur pertanian, setiap pulang ke Istana Gebang, beliau sering untuk bertemu dan ngobrol dengan Eyang Karto, meskipun tidak banyak yang tahu. Dan Bung Karno itu tidak pernah lepas dari buku, sama seperti Eyang,” terang Wisnu.

Saksi bisu kedekatan hubungan antara Bung Karno dengan Kartowibowo adalah sebuah kamar kosong di Wisma Kartowibowo. Konon dahulu kamar tersebut merupakan kamar tidur Bung Karno saat dolan ke rumah Kartowibowo. Menurut Wisnu, kamar tersebut sejak tahun 1948 tidak ada yang berani meniduri dan menempati.

Baca Juga : Bus Sugeng Rahayu Vs Eka Tabrakan di Ngawi, Sementara 3 Nyawa Melayang dan 16 Penumpang Luka 

 

“Sejak tahun 1948 kamar itu kosong. Kamar itu tempat tidurnya Bung Karno. Dan sebelahnya itu ruang buku, pavilion dan perpustakaan,” imbuhnya.

Kartowibowo adalah bangsawan Jawa lulusan Sekolah Tinggi Pertanian Bogor yang kemudin tampil sebagai pahlawan pendidikan di Blitar. Sebelumnya setelah lulus dari pendidikan tinggi, Kartowibowo bekerja sebagai pegawai negeri Hindia Belanda. Ia berpindah dari satu kota ke kota lainnya. Beberapa kota yang pernah menjadi tempat tugasnya antara lain Jombang, Tulungagung, Mojokerto, Nganjuk, Madiun, Kediri, Semarang, Salatiga dan tentu saja Blitar.

Karier di Blitar menjadi titik penting dalam kehidupan Kartowibowo. Di kota kecil ini ia tidak lagi diberi tanggung jawab dibidang pertanian, melainkan diberi tugas sebagai guru. Dia ditempatkan di Noormalschool satu tempat tugas dengan Soekeni Sosrodihardjo, ayahanda Bung Karno.  Noormalschool di Blitar ini merupakan satu di antara 6 sekolah serupa yang ada di tanah air dan berdiri tahun 1915.

Kartowibowo menjadi guru yang istimewa di Noormalschool (sekarang SMAN 1 Blitar). Kiprahnya semakin berkembang dengan mendirikan sekolah sendiri yang diberi nama Particulire Hollans Indise School ( PHIS) Mardi Siswo, sekolah swasta pertama di Blitar. 

Di tangan Kartowibowo, Mardi Siswo berkembang menjadi sekolah dengan kurikulum muatan lokal yang dirancang Kartowibowo. Tujuan dari Mardi Siswo adalah mendidik dan mencerdaskan anak-anak bumiputra (inlanders ) yang tidak dapat diterima masuk HIS Diens atau HIS Negeri.

Kartowibowo mendirikan PHIS Mardi Siswo setelah terusik dengan sistem pendidikan yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda. Di Blitar pada waktu itu, banyak murid sekolah dasar mengalami kegagalan saat akan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Kasus yang terjadi waktu itu, banyak murid di Blitar sekolah dasar di Blitar gagal melanjutkan studi pendidikannya di HIS Blitar, sekolah lanjutan satu-satunya yang ada di Blitar kala itu. Sedangkan MULO, Osvia dan lain-lain telah terstruktur sebagai sekolah yang berorientasi khusus. 

Demikian juga kasus yang sama terjadi pada sekolah lanjutan lainnya yang sudah disusun sesuai kebijakan pemerintah Hindia Belanda.

Kehadiran PHIS Mardi Siswo mendapat apresiasi dan dukungan dari Bupati Blitar waktu itu. Berbeda pandangan, pemerintah Hindia Belanda justru menganggap sekolah ini sebagai sekolah swasta yang biasa saja. Yang terjadi justru adalah, Mardi Siswo mampu berkibar dan memecahkan kebuntuan yang ada. Murid-murid sekolah yang tidak dapat diterima di HIS Diens memperoleh pendidikan yang sama di PHIS Mardi Siswo. 

Meskipun sekolah swasta, semua yang ada di PHIS Mardi Siswo dibuat persis seperi sekolah negeri. Kartowibowo adalah local genius, pendobrak tradisi dan pahlawan dunia pendidikan. Kartowibowo sukses mencerdaskan rakyat pribumi yang termarginalkan sistem pendidikan kolonial Hindia Belanda.

Raden Kartowibowo meninggal dunia di Blitar pada 30 Desember 1948. Ia dimakamkan di Pasarean Pangeranan di Lingkungan Gebang, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Pasarean Pangeranan adalah satu pemakaman paling keramat di Blitar. Di tempat ini dimakamkan pula Bupati Blitar ke-2 KPH Warsokoesoemo, Bupati Blitar ke-3 KPH Sosrohadinegoro dan Bupati Blitar ke-4 KPH Warsohadiningrat.

 


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Sri Kurnia Mahiruni