JATIMTIMES - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Malang meminta kepada jajaran anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang dapat menggunakan pokok-pokok pikiran (pokir) dewan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat yang belum terakomodir di musrenbang.
Hal itu disampaikan Kepala Bappeda Kota Malang Dwi Rahayu. Menurut Dwi, hal itu didasarkan dengan acuan yang digunakan sama, yakni kamus usulan. Di mana kamus usulan tersebut disusun melalui usulan dari masyarakat yang kemudian diproses dan dilaporkan ke DPRD Kota Malang.
Baca Juga : Perumdam Among Tirto Bakal Tambah Tandon Air Bebas Kaporit Demi Turunkan Stunting
"Jadi nanti (usulan) lima kecamatan terkumpul, kita olah, kemudian kita floorkan lagi ke kecamatan, sudah clear. Baru kita bawa ke dewan. Karena kamus usulan musrenbang maupun pokir kamus usulannya sama," ungkap Dwi beberapa waktu lalu.
Pihaknya mengatakan, bahwa kamus usulan yang telah disusun dan telah melalui beberapa proses tersebut akan menjadi acuan dalam usulan di forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) mulai tingkat RW hingga kota.
Di mana pada tahun 2023 ini, Bappeda Kota Malang sedang melakukan kegiatan Dialog Perencanaan Pembangunan Inklusif (Dirangkul) untuk mengumpulkan usulan-usulan dari masyarakat, yang kemudian disusun dalam bentuk kamus usulan.
"Kamus usulan kita targetkan masuk di Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) November 2023 mendatang," tutur Dwi.
Dwi menyampaikan, bahwa terkait dengan permasalahan pokir bukan kewenangan dari Bappeda Kota Malang, tetapi murni kewenangan dari para anggota DPRD Kota Malang. Namun, pada umumnya dalam satu tahun para anggota DPRD Kota Malang akan selalu melakukan reses atau serap aspirasi kepada masyarakat yang dilakukan dalam beberapa kali.
"Pada saat reses ini mungkin masyarakat yang diundang itu yang tidak masuk dalam penyusunan ini (kamus usulan) maupun musrenbang. Sehingga dari pokir itu tidak hanya yang usulan musrenbang tidak terakomodir yang diambil pokir, tapi juga di luar itu," ujar Dwi.
Mantan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Malang ini menuturkan, bahwa di awal-awal tahun 2020 lalu, pihaknya kerap kali menyarankan kepada para anggota DPRD Kota Malang pada saat rapat koordinasi (rakor) untuk dapat membantu mengakomodir usulan-usulan kebutuhan masyarakat yang tidak terakomodir di musrenbang melalui pokir.
Baca Juga : Jamin Faskes Bagi Warga Miskin, Pemkab Malang Jalin Koordinasi dengan Pusat
"Usulan di musrenbang kan sudah sesuai dengan urutan prioritas, 1 sampai 500. Tapi anggaran ini hanya sampai 1 sampai 400, maka yang 100 kan nggak terakomodir. Andai yang tidak terakomodir ini diambil dewan untuk pokir, artinya kebutuhan masyarakat kan selesai," jelas Dwi.
Menurutnya, dengan menggunakan skema seperti itu, berbagai macam usulan kebutuhan masyarakat akan cepat teratasi dan semuanya dapat terakomodir. "Paling berapa banyak yang nggak terakomodir, misalnya dikeroyok 45 anggota dewan kan bisa selesai, idealnya seperti itu," imbuh Dwi.
Namun, pihaknya juga menyadari, mungkin terdapat usulan-usulan kebutuhan dari masyarakat yang lebih penting dan tidak masuk dalam usulan musrenbang, maka diakomodir melayani pokir.
"Dewan pun kan ada kebutuhan-kebutuhan yang harus diakomodir supaya sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan masyarakat," pungkas Dwi.