free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Profil

Lika liku Kehidupan Mas Budi, Tukang Kayu yang Merawat Petilasan Tri Tingal di Blitar

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

18 - Aug - 2023, 17:36

Placeholder
Mmas Ngabehi Budi Setyawan, Abdi Dalem Keraton Surakarta yang merawat Petilasan Tri Tingal.(Foto : Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Di saat banyak orang menginginkan keduniawian, di sudut-sudut yang sepi ada beberapa manusia yang memilih jalan sunyi. Orang-orang dalam kategori minoritas itu mengabdi, mengikuti kata hati untuk merawat sejarah dan artefak masa lampau yang bersejarah. Banyak orang menyebutnya juru kunci, tapi diantara mereka merendah dan memilih disebut sebagai juru rawat.

Satu dari sedikit orang yang memilih jalan ini adalah Budi Setyawan. Mas Budi, demikian ia akrab disapa, adalah juru rawat Petilasan Tri Tingal. Tri Tingal adalah situs bersejarah tempat pertemuan tiga tokoh besar yaitu Ki Ageng Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging), Syech Siti Jenar dan Sunan Kalijaga. Situs ini berada di Desa Purworejo, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar. Sekitar satu tahun yang lalu situs ini mendapat pengukuhan dari Keraton Surakarta sebagai situs bersejarah.

Baca Juga : Pesta Rakyat Merah Putih, Pemkot Blitar Gelar Jalan Sehat dan Lomba Tujuh Belasan

Setelah Petilasan Tri Tingal mendapat pengukuhan dari Keraton Surakarta, Mas Budi yang hidup sederhana itu diangkat sebagai abdi dalem keraton. Ia mendapat gelar Mas Ngabehi dan namanya menjadi Mas Ngabehi Budi Setyawan. Meski demikian, ia tidak meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai tukang kayu.

Ya, Mas Budi adalah tukang kayu. Pekerjaan ini sudah ditekuninya selama bertahun-tahun. Dari pekerjaan inilah ia menghidupi isteri dan anak-anaknya. Pekerjaan tukang kayu ini juga jadi satu-satunya mata pencaharian untuk menyambung hidup keluarganya. Ia mengerjakan pesanan aneka furniture berbahan kayu seperti lemari, jendela, pintu, meja serta kursi. Harga produk mebel itu bervariasi mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah tergantung model dan jenis kayu.

“Alhamdulilah pesanan masih terus jalan, pasarnya lokalan Blitar saja. Saat ini lagi musimnya almari. Barang mebel itu musiman, kalau meja dan kursi musimnya mendekati hari raya,” kata Mas Budi.

Mas Budi menambahkan, ia mulai menekuni pekerjaan sebagai tukang kayu sekitar 10 tahun sejak ia pindah ke Dusun Centong Desa Purworejo pada tahun 2006. Lingkungan tempat tinggalnya yaitu Dusun Centong terkenal sebagai pusatnya kerajinan mebel dan kayu di Kecamatan Sanankulon.

“Daerah Centong itu terkenal pusatnya mebel jenis pintu. Tapi sebenarnya ya semuanya, bukan pintu saja,” terangnya.

Dengan ketekunan, Mas Budi yang awalnya buruh perlahan mampu menguasai teknik membuat mebel. Ia pun akhirnya berinisiatif untuk membuka usaha sendiri.

“Daerah sekitar sini itu kan pusatnya mebel. Saya lalu ikut kerja, jadi buruh. Lalu perlahan-lahan ada keinginan untuk mendirikan usaha sendiri. Setelah berdiri sendiri ternyata ada pesanan terus. Akhirnya lanjut saja,” imbuh Mas  Budi.

Membuka usaha sendiri berjalan tidak mudah bagi Mas Budi. Persoalan utama yang dihadapi agar bisa mandiri adalah modal. Tapi dengan niat yang kuat, tantangan ini bisa ia pecahkan dan usaha sendiri yang ia cita-citakan akhirnya bisa terwujud.

“Satu set alat itu harganya sama dengan satu unit sepeda motor. Satu buat alat itu harganya sekitar Rp 800 ribu. Ya kalau boleh dibilang satu set alat tukang itu harganya sekitar 10 buah, bisa dihitung sendiri lah. Kalau untuk kayu, saya pakai jati dan akasia, saya ambilnya di daerah Bakung di Blitar Selatan. Di daerah sana itu kayu melimpah, selain lokalan juga ada pengepul dari Malang dan daerah lainnya,” jelasnya.

Selain membuat baru, Mas Budi yang dikenal telaten dan terampil itu juga melayani servis mebel seperti meja, kursi dan almari.”Servis juga saya layani. Banyak juga konsumen yang minta servis. Pokoknya jalurnya perabot-perabot kayu,” lanjutnya.

Menjadi tulang punggung keluarga dengan pekerjaanya sebagai tukang kayu, tugas Mas Budi kini bertambah dengan penunjukannya sebagai Juru Kunci Situs Tri Tingal. Meski demikian, ia selalu merendah dan menyatakan bahwa tugas utamanya sebagai juru kunci ini adalah merawat petilasan leluhur tiga tokoh besar itu.

“Pekerjaan itu Alhamdulilah selalu ada setiap hari ada pesanan. Tapi ketika Tri Tingal ada tamu sewaktu-waktu ya harus saya layani. Kalau dihitung-hitung masih full hari kerja, karena kebanyakan tamu itu datangnya malam. Kalau jam-jam siang itu biasanya ada, tapi kebanyakan hajat khusus. Biasanya tamu selalu telpon dulu kalau mau sowan ke petilasan. Kalau sore sepulang kerja saya biasanya bersih-bersih petilasan,” tutupnya.

Sekedar mengingatkan, sebagaimana pernah diwartakan media ini dalam berita dengan judul “Mengenal Situs Tri Tingal, Petilasan Syech Siti Jenar-Sunan Kalijaga-Ki Ageng Kebo Kenongo di Blitar”, petilasan Tri Tingal adalah sebuah petilasan atau tapak tilas dari tiga tokoh besar sejarah dari tiga kerajaan besar di tanah Jawa. Yaitu Syech Abdul Jalil atau Syech Siti Jenar, Raden Sahid atau Sunan Kalijaga, dan Putra Ki Ageng Pengging Sepuh yaitu Ki Ageng Kebo Kenongo. Keunikan dari situs ini adalah kuburan dengan tiga buah batu nisan. 
Hasil riset dan penelitian Karaton Kasunanan Surakarta menyebutkan, kisah pertemuan tiga tokoh ini diawali dari perjalanan Syech Siti Jenar dan Sunan Kalijaga yang ditugaskan oleh seorang mursyid/wali dari Cirebon yang bernama Syekh Datuk Kahfi Amaran Jati. Tugas dari dua wali tanah Jawa ini adalah untuk meluruskan kesimpangsiuran ajaran Amparan Jati yang disalahgunakan oleh dua orang santri yang mengaku sebagai Syeh Siti Jenar di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pada waktu itu, Ki Ageng Kebo Kenongo menemui kakaknya Ki Ageng Purnomo Sidiq atau Ki Ageng Kebo Kanigoro di daerah Kanigoro (saat ini masuk wilayah Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar). Tujuannya datang ke Kanigoro adalah ingin ngangsu kaweruh atau menimba ilmu perihal kesejatian.

Baca Juga : Terbaring Lemas, Pasien HD Ikuti Lomba Makan Kerupuk di Rumah Sakit

 Kedatangan Ki Ageng Kebo Kenongo disambut baik oleh Ki Ageng Kebo Kanigoro. Ki Ageng Kebo Kanigoro kemudian memberikan saudaranya itu tempat beristirahat dan bermunajat di daerah yang sekarang bernama  Dusun Centong, Desa Purworejo, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar. Di masa itu, Dusun Centong masuk dalam wilayah Kadipaten Kanigoro.

Kedatangan Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga di Kadipaten Kanigoro adalah untuk meminta izin kepada Ki Ageng Kebo Kanigoro perihal meluruskan kesimpangsiuran ajaran dari orang yang mengaku Syech Siti Jenar. Kedatangan dua orang wali ini diterima dengan sangat baik oleh Ki Ageng Kebo Kanigoro. Pada saat itu Ki Ageng Kebo Kanigoro adalah adipati di Kadipaten Kanigoro.

Berita kedatangan Syech Siti Jenar dan Sunan Kalijaga di Kadipaten Kanigoro didengar oleh Ki Ageng Kebo Kenongo. Tanpa menunggu waktu, Ki Ageng Kebo Kenongo langsung menuju Kadipaten Kanigoro. Sebelumnya Ki Ageng Kebo Kenongo memiliki hubungan persahabatan dengan Syech Siti Jenar.

Ki Ageng Kebo Kenongo tiba di Kadipaten Kanigoro. Namun dia kaget saat bertemu dengan Syech Siti Jenar karena ternyata bukan Syech Siti Jenar yang dikenalnya selama ini. Syech Siti Jenar kemudian memberikan penjelasan yang panjang dan diperkuat lagi oleh penjelasan dari Sunan Kalijaga. Penjelasan ini akhirnya membuat Ki Ageng Kebo Kenongo paham terkait dengan adanya kesimpangsiuran yang ada di ajaran santri yang mengaku sebagai Syech Siti Jenar.

Ki Ageng Kebo Kenongo kemudian mengajak Syech Siti Jenar dan Sunan Kalijaga untuk singgah ke tempat munajat atau sanggrahan Ki Ageng Kebo Kenongo yang diberikan oleh Adipati Kanigoro di sebelah barat Candi Dowo.

Di kediaman Ki Ageng Kebo Kenongo, Syech Siti Jenar membabarkan semua kaweruh yang diajarkan oleh orang yang mengaku sebagai Siti Jenar. Hubungan ketiganya semakin erat. Syech Siti Jenar dan Sunan Kalijaga kemudian bersahabat dekat dengan Ki Ageng Kebo Kenongo.

Setelah mendengar semua yang diceritakan oleh Ki Ageng Kebo Kenongo, Syech Siti Jenar akhirnya memahami semua yang terjadi dan mulai sedikit demi sedikit melaraskan dan meluruskan ajaran asli kemanunggalingan kawulo gusti yang sebenarnya. Begitupun sebaliknya, dari semua kawruh yang dijabarkan oleh Syech Siti Jenar membuat Ki Ageng Kebo Kenongo mengalami peningkatan spiritual tentang kesejatian urip. Seketika Ki Ageng Kebo Kenanga merasakan keselarasan keyakinannya dengan keyakinan yang dimiliki oleh Syech Siti Jenar dan Sunan Kalijaga.

Riset dan penelitian Karaton Kasunanan Surakarta menyebutkan, untuk mengukuhkan peningkatan spiritual yang didapat oleh Ki Ageng Kebo Kenongo, dibuatlah tumpeng nasi gurih dan ingkung ayam jago putih mulus yang disematkan gereh petek 3 ekor dan oleh Syech Siti Jenar ditandai dengan wiji jenar/kamuning juga dicirikan dengan batu gilang palenggahan oleh Sunan Kalijaga.

Energi dari tiga tokoh besar itu hingga kini masih tertinggal di sebuah petilasan yang bernama Tri Tingal. Tri Tingal bermakna Tri adalah 3 tokoh besar yang pernah ada di petilasan tersebut. Tingal/Gamblang yang dimaksud meluruskan atau mengamblangkan ajaran ajaran yang sebelumnya simpang siur atau belum jelas. Jadi, makna dari Tri Tingal adalah 3 tokoh besar yang tukar kaweruh menggamblangkan atau meluruskan sebuah pemahaman tentang ajaran kesejatian hidup yang simpang siur menjadi terlihat terang dan jelas.

Ki  Ageng Kebo Kenongo juga merupakan tokoh yang sangat dihormati dalam sejarah Dinasti Mataram Islam. Setelah bertemu dan menjadi murid Syech Siti Jenar, Kebo Kenongo kemudian menjadi Adipati di Pengging dan namanya berganti menjadi Ki Ageng Pengging. Ia memiliki putra bernama Joko Tingkir yang kemudian menjadi Raja Kesultanan Pajang. Cucu Kebo Kenongo yang bernama Pangeran  Benowo menurunkan putri bernama Dyah Ayu Banowati (Ratu Mas Hadi).

Ratu Mas Hadi menikah dengan raja kedua Mataram Panembahan Hanyakrawati, putera raja pertama Mataram Islam Panembahan Senopati. Dari pernikahan ini lahirlah raja terbesar Kesultanan Mataram yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo.


Topik

Profil Petilasan Tri Tingal juru kunci Budi setyawan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya