free web hit counter
Jatim Times Network
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Opini

Membedah Kasus Rocky Gerung: Sebuah Refleksi Demokrasi Indonesia

Penulis : Syahiduz Zaman - Editor : Redaksi

10 - Aug - 2023, 01:33

Placeholder

JATIMTIMES - Seiring perkembangan era demokrasi di Indonesia, perdebatan mengenai batasan kebebasan berbicara dan etika dalam berpolitik semakin menajam. Kasus yang menimpa akademisi Rocky Gerung, yang diduga telah menghina Presiden Joko Widodo, menyoroti perlunya introspeksi mendalam terhadap bagaimana politik seharusnya dilakukan di tanah air. Apakah demokrasi seharusnya hanya menjadi alat untuk mengekspresikan pendapat dengan bebas, atau juga menjadi instrumen bagi pengamalan politik yang beretika dan beradab?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat merujuk pada beberapa pemikiran tokoh-tokoh dunia mengenai perilaku politik dan norma-norma yang mendasarinya:

Baca Juga : Media Asing Soroti Kasus Miss Universe Indonesia Soal Dugaan Pelecehan Seksual

Max Weber dalam karyanya "Politic as a Vocation (1919)" menyoroti bagaimana politik harus dilandasi oleh profesionalisme. Seorang politisi harus memisahkan kepentingan pribadi dari kepentingan publik. Weber menegaskan bahwa pejabat publik harus menjunjung tinggi etika dan integritas dalam setiap tindakannya. Implikasinya bagi kasus Rocky Gerung adalah adanya pertanyaan mendasar: Apakah kritik tersebut dilakukan dengan dasar kebenaran yang objektif atau semata-mata didorong oleh kepentingan politik?

Gabriel Almond and Sidney Verba dalam karyanya "The Civic Culture: Political Attitudes and Democracy in Five Nations (1963)" menekankan pentingnya partisipasi politik yang aktif dalam sebuah demokrasi. Namun, partisipasi ini bukan hanya sekadar aktivitas, tetapi juga bagaimana individu memahami hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Sebuah demokrasi yang sehat tidak hanya menilai berdasarkan seberapa bebas warganya berbicara, tetapi juga bagaimana mereka memahami batasan-batasan dalam berbicara agar tidak merugikan pihak lain. Kasus Rocky bisa dilihat sebagai benturan antara kebebasan berekspresi dan norma-norma kesopanan dalam masyarakat.

Clifford Geertz memberikan perspektif lain melalui "The Interpretation of Cultures: Selected Essays (1973)". Ia mengajarkan kita untuk melihat perilaku politik sebagai hasil dari interpretasi simbolik masyarakat. Ini menegaskan bahwa tidak ada norma politik yang absolut, tetapi semuanya adalah hasil dari interpretasi budaya masyarakat tertentu. Ini memberikan ruang bagi masyarakat Indonesia untuk mendefinisikan kembali apa yang dimaksud dengan politik yang baik dan beretika.

Membahas kontroversi Rocky Gerung melalui sudut pandang teori-teori filsafat politik dan antropologi budaya mengungkap bahwa isu tersebut bukan hanya sekedar persoalan hukum, melainkan juga berkaitan dengan pertimbangan kultural dan normatif. Indonesia, dengan kekayaan budayanya, memiliki standar kesopanan yang menjadi pembeda dan penentu interaksi sosial dalam masyarakat. Di satu sisi, tradisi dan nilai-nilai kesopanan adalah ciri khas budaya Indonesia yang perlu dijaga dan dipertahankan. Menghormati nilai-nilai ini merupakan bagian integral dari identitas bangsa dan berfungsi untuk menjaga kohesi sosial dan harmoni masyarakat. Dengan kata lain, ada tuntutan untuk mematuhi norma-norma kesantunan dalam berbicara dan berdiskusi, bahkan dalam konteks politik.

Di sisi lain, sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hak dasar yang harus terus dipertahankan dan dihargai. Kebebasan berbicara merupakan salah satu pilar utama demokrasi, dan oleh karenanya, setiap individu, termasuk Rocky Gerung, berhak untuk mengungkapkan pendapat mereka, termasuk kritik terhadap pemerintah atau tokoh publik. Bagaimanapun, dalam menjalankan hak ini, harus ada pertimbangan terhadap norma-norma kultural yang berlaku. Dengan demikian, terdapat tantangan bagi Indonesia untuk mencari keseimbangan antara menjaga norma-norma kesopanan dan keharmonisan masyarakat sambil tetap menghormati dan menjaga kebebasan berekspresi sebagai pilar demokrasi.

Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia terletak pada pencarian keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap norma sosial. Persoalan ini bukanlah tugas yang mudah, karena kedua elemen tersebut sama-sama penting dalam membentuk suatu masyarakat yang demokratis dan harmonis. Kebebasan berekspresi mendorong adanya dialog terbuka, transparansi, dan pertukaran ide, yang semuanya merupakan bagian penting dari suatu demokrasi yang sehat. Namun, penghormatan terhadap norma sosial juga sama pentingnya, karena hal ini menciptakan rasa saling menghargai dan menjaga keseimbangan dalam masyarakat.

Baca Juga : Presiden Laskar Shalawat Nusantara, Gus Fawait: Kolaborasi Jokowi-Prabowo Wujud Patriotisme Sejati Masa Kini

Dalam konteks ini, peran pengadilan menjadi sangat penting. Tugas pengadilan bukan hanya menilai apakah hukum telah dilanggar atau tidak, tetapi juga berfungsi sebagai mediator dalam dialog antara kebebasan berekspresi dan norma sosial. Pengadilan harus dapat mempertimbangkan kedua aspek tersebut dengan adil dan bijaksana. Hal ini bukanlah tugas yang mudah, mengingat kompleksitas dan sensitivitas isu tersebut. Namun, dengan pendekatan yang bijaksana dan berimbang, pengadilan dapat memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap norma sosial, sehingga membantu dalam pembentukan suatu masyarakat yang lebih harmonis dan demokratis.

Dalam menyelesaikan kasus ini, seluruh pihak harus memahami bahwa demokrasi Indonesia masih terus berkembang. Setiap kasus kontroversial menjadi kesempatan bagi bangsa ini untuk mematangkan demokrasinya, merumuskan kembali nilai-nilai yang dianut, dan membangun konsensus nasional mengenai bagaimana seharusnya berpolitik di era demokrasi.

Sebagai penutup, mungkin kita perlu merenungkan kembali arti "politik santun" dalam konteks Indonesia. Apakah itu sekedar retorika, atau memang menjadi kebutuhan mutlak dalam dinamika politik tanah air? Sejauh mana kita, sebagai bangsa, bersedia mengedepankan kesantunan dalam berpolitik, tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi yang menjadi pilar demokrasi?

Syahiduz Zaman, Dosen UIN Maulana Malik Malang

Perolehan Medali Porprov Jatim IX 2025

Update: -

No Kota / Kabupaten Emas Perak Perunggu Poin
Total - - - -

Topik

Opini rocky gerung kasus rocky gerung politik santun



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Syahiduz Zaman

Editor

Redaksi

--- Iklan Sponsor ---