JATIMTIMES- Berakhirnya Perang Diponegoro membuat keraton penerus Dinasti Mataram semakin kehilangan pamornya. Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, semakin dicampuri urusan internalnya oleh kompeni, termasuk wilayah-wilayah kekuasaan yang dicaplok menjadi wilayah kekuasaan Hindia Belanda.
Kerajaan di Jawa yang sejatinya Negara berdaulat pada masa Hindia Belanda seperti timbul tenggelam, namun tidak dengan Surakarta Hadiningrat. Di saat Jawa mengalami masa-masa sulit, Keraton Surakarta justru mengalami kejayaan di masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwono X. Pakubuwono X adalah raja yang istimewa. Raja Jawa yang satu ini dikenal cerdas dan ahli dalam segala ilmu. Ilmu pemerintahan, ilmu politik, hingga ilmu ghaib semuanya dikuasai oleh Pakubuwono X.
Baca Juga : Tahun Baru Islam 1445H: Refleksi Hijrah dan Kemanusiaan
Di masa penjajahan ini, Pakubuwono X yang dikenal kaya raya dan dermawan melakukan serangkaian gebrakan besar. Yang paling mencolok, raja bertubuh tambun itu melakukan perombakan dan pembangunan fisik besar-besaran di Surakarta Hadiningrat, yang saat ini kita kenal dengan nama Kota Surakarta atau Kota Solo.
Pakubuwono X lahir pada 29 November 1866 dengan nama kecil Raden Mas Sayidin Malikul Kusno. Ia adalah putra Pakubuwono IX dengan permaisuri KRAy Kustiyah. Pada usia 3 tahun, Raden Kusno telah ditetapkan sebagai putra mahkota Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram.
Pakubuwono X menggantikan ayahnya, Pakubuwono IX sebagai susuhunan Surakarta ketika Pakubuwono IX meninggal pada 16 Maret 1893. Dua minggu setelahnya Pakubuwana X resmi dilantik sebagai Susuhunan pada 30 Maret 1893. Pakubuwono memerintah Nagari Surakarta Hadiningrat selama 46 tahun.
Selama memimpin Negara Surakarta Hadiningrat, Pakubuwono X dikenal sangat memperhatikan pembangunan di berbagai bidang. Di bidang infrastruktur, Pakubuwono X melakukan pembangunan besar-besaran di Surakarta. Segala sesuatu yang dirasanya perlu diperbaiki, maka ia akan melakukan perbaikan. Beberapa renovasi yang dilakukan Pakubuwono X itu diantaranya renovasi situs-situs suci warisan leluhur seperti Keraton Surakarta, Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Masjid Laweyan, Masjid Agung Keraton Surakarta dan Masjid Agung Mataram di Kotagede.
Di masa pemerintahan Pakubuwono X juga dibangun Bruderan Purbayan yang merupakan tempat pendidikan para calon bruder. Menariknya, Bruderan Purbayan ini sebenarnya memiliki hubungan erat dengan beberapa lembaga pendidikan Katholik. Dalam perkembangannya, Bruderan Purbayan ikut berperan penting dalam mengembangkan lembaga pendidikan Katholik lainya seperti MULO, Hollands Chinnese School, SMU St.Yosef (Sekolah Tionghoa Belanda) Schakelschool dan SMP Bintang Laut.
Pakubuwono X benar-benar raja yang sangat memperhatikan pendidikan. Komitmen terhadap dunia pendidikan ini diwujudkan sang raja dengan membangun sekolah Pamardi Putri untuk pendidikan di dalam internal keraton. Sekolah ini dikhususkan bagi keluarga bangsawan dan putri keraton. Sementara putra raja dan kerabatnya, secara khusus mendapatkan pendidikan di Kasatriyan yang lokasinya berada di sebelah timur Pamardi Putri.
Pakubuwono X juga mengembangkan pesanggrahan Langen Harjo yang dibangun Pakubuwono IX. Pakubuwono X mengembangkan bangunan yang sudah ada itu menjadi pasanggrahan megah yang cukup mirip dengan Keraton Surakarta.
Setelah direnovasi Pakubuwono X, pasanggrahan ini memiliki kesamaan dengan komponen bangunan dalam keraton Surakarta. Pasanggarahan Langen Harjo disulap memiliki halaman muka, pendopo Probosono tempat menerima tamu terhormat, kamar tamu untuk memberikan penghormatan tamu-tamu Negara, dapur pinoto yang diapergunakan untuk menjamu para tamu, bangsal keprajuritan, dalem ageng untuk menyelenggarakan kegiatan kenegaraan, ruang keputren, sanggar pamujan (ruang semedi, tidak untuk umum) dan pemandian air belerang. Kelengkapan komponen ini membuat pasanggrahan Langen Harjo sering disebut sebagai keraton mini.
Masih banyak bangunan-bangunan lain di Kota Solo yang direnovasi dan dibangun di era pemerintahan Pakubuwono X. Diantaranya Gereja Katholik Antonius, tempat ibadah Tri Darma Tien Kok Sie, Wihara Am Po Kian, Bangunan Militer, Benteng Vastenburg, Gedung Brigade Infanteri, Kantor Kodim, Fasilitas Umum, Pasar Klewer, Rumah Sakit Kadipolo, Gedung Pengadilan Tinggi Agama, Kantor Petani, Bank Indonesia, Stasiun Jebres, tempat pemotongan hewan di Jagalan, Museum Radya Pustaka, Taman Sri Wedari dan Pasar Gedhe Harjonegoro.
Bangunan-bangunan yang direnovasi dan dibangun Pakubuwono X itu masih bertahan dan dinikmati oleh generasi yang hidup pada hari ini. Seperti kembali ke lorong waktu, bangunan-bangunan itu benar-benar masih menunjukkan kemegahanya. Dan tidak salah jika sejarah menyebut Pakubuwono X adalah raja terbesar Surakarta dan Bapak Pembangunan Kota Solo.
Baca Juga : Doa-Doa yang Dianjurkan Dibaca pada Malam 1 Suro
Dan satu lagi, yang cukup fenomenal di masa pemerintahan Pakubuwono X yang panjang, Surakarta sudah dibangun fasilitas sarana listrik. Pada masa itu, Surakarta disebut-sebut kota paling awal di Hindia Belanda yang diterangi cahaya listrik. Terangnya cahaya listrik membuat aktivitas malam di Surakarta benar-benar hidup. Telah dibangunnya Taman Sri Wedari dan terangnya cahaya listrik membuat hiburan pertunjukan wayang digelar dengan sangat semarak. Surakarta benar-benar maju pesat di era kepemimpinan Pakubuwono X.
Pembangunan listrik di Surakarta pada era itu merupakan bukti baiknya sinergitas di Surakarta. Pengadaan listrik pada waktu itu dibangun secara patungan oleh Keraton Surakarta, Kadipaten Mangkunegaran , para saudagar dan hartawan. Dengan sinergitas, mereka mendirikan perusahaan Solosche Electricirty Maatschappij (SEM). Listrik di Surakarta pertama kali dinyalakan pada 19 April 1902.
Dalam sejarahnya, sumber tenaga listrik di pulau Jawa pertama kali dibangun di Batavia pada tahun 1897 dan kedua di Surakarta pada tahun 1902.
Pakubuwono X juga disebut-sebut sebagai raja Jawa paling tajir. Dengan hartanya yang melimpah ia mencatatkan diri dalam sejarah sebagai orang Indonesia pertama yang memiliki mobil.
Pakubuwono X membeli Mobil bertipe Benz Victoria Phaeton. Mobil itu kini disimpan di Museum Louwman, Belanda. Mobil tersebut dibeli Pakubuwono X dari Eropa seharga 1.000 Gulden pada 1894. Di zaman itu mobil ini sangat mewah karena mayoritas kendaraan pemimpin kerajaan di masa itu adalah kereta kuda.
Beberapa sumber bahkan menyebut mobil ini mungkin jadi yang pertama di AsiaTenggara karena Raja Thailand Chulalongkorn (Rama V) baru memiliki mobil sejenis pada 19 Desember 1904. Usia mobil tersebut hanya terpaut 8 tahun dari mobil pertama yang dikeluarkan Benz.
Pakubuwono X harus bersabar selama setahun untuk mendapatkan mobil tersebut. Setelah tiba di Surakarta, kendaraan Pakubuwono X itu didesain mirip dengan kereta kuda dan dijuluki Kyai Maruto. Julukan itu mengacu pada kecepatannya yang melampaui kereta yang ditarik kuda.