JATIMTIMES - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendorong agar RUU Perampasan Aset segera disahkan. Nantinya, para pelaku korupsi tak bisa lagi seenaknya.
Adapun hingga saat ini, pembahasan soal RUU tersebut mandek di DPR RI tiga tahun sejak diajukan oleh pemerintah.
Baca Juga : Soal Endar Priantoro Laporkan Firli Bahuri, Kapolri Serahkan Kasus Tersebut ke Internal KPK
"RUU Perampasan Aset itu memang inisiatif dari pemerintah dan terus kita dorong agar itu segera diselesaikan oleh DPR. Dan ini prosesnya sudah berjalan," ujar Jokowi di Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu, (5/4/2023)
Jokowi menilai, dengan adanya UU Perampasan Aset maka aparat penegak hukum akan lebih mudah dalam menindak pidana korupsi.
Sebab, Jokowi menambahkan aturan soal perampasan aset jelas dan telah memilki payung hukum.
Ketua Komisi Hukum DPR RI Bambang Wuryanto sebelumnya mengatakan, pihaknya tidak mampu menggenjot pengesahan RUU Perampasan Aset. Terkecuali, kata politikus PDIP tersebut, ada izin dari ketua umum partai politik yang memiliki wakil di DPR RI. Hal itu disampaikan Bambang saat ditanya Menkopolhukam Mahfud MD soal RUU Perampasan Aset.
"Pak Mahfud tanya kepada kita, 'tolong dong RUU Perampasan Aset dijalanin'. Republik di sini nih gampang Pak di Senayan ini. Lobby-nya jangan di sini Pak. Ini di sini nurut bosnya masing-masing," kata pria yang juga dikenal dengan sebutan Bambang Pacul tersebut saat rapat dengan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU pada Rabu, (28/3/2023).
Desakan agar DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset menguat pasca mencuatnya berbagai kasus harta kekayaan para pejabat negara yang dinilai tak wajar.
Hal itu berawal dari terbongkar dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo terhadap seorang remaja berusia 17 tahun di Jakarta Selatan.
Baca Juga : Donald Trump Ditahan Gara-gara Uang Tutup Mulut, Sebut AS Akan Masuk Neraka
Diketahui, Mario merupakan putra dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo.
Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Pajak Jakarta Selatan itu mengaku memiliki harta senilai Rp 56,7 miliar dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dia serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nilai itu pun dianggap tak wajar karena Rafael hanya menduduki jabatan Eselon III. Selain itu, dia juga ketahuan menyimpan uang tunai dalam bentuk dolar Amerika senilai Rp 37 miliar dalam sebuah safe deposit box. Uang itu tak dia laporkan dalam LHKPN-nya. KPK kini telah menetapkan Rafael sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Sejumlah rekan Rafael di Kementerian Keuangan pun ikut menjadi sorotan karena dinilai memiliki harta tak wajar. Tak hanya dipusat, sejumlah pejabat di daerah juga menjadi sorotan setelah keluarganya menunjukkan gaya hidup mewah di media sosial.