JATIMTIMES - Keprihatinan terhadap Tragedi Kanjuruhan juga menjadi salah satu tuntutan yang disampaikan dalam aksi demo oleh ribuan mahasiswa di depan Kantor DPRD Kota Malang Senin (3/4/2023).
Dimana dari berbagai tahapan yang telah dilalui termasuk persidangan, mahasiswa menegaskan bahwa Tragedi Kanjuruhan adalah peristiwa pelanggaran HAM berat.
Baca Juga : Temui Massa Aksi namun Tak Diberi Kesempatan Bicara, Ketua Dewan Putuskan Kembali ke Kantor
Termasuk di dalamnya rencana penghentian pengusutan tragedi itu yang dilakukan melalui laporan tipe B di Polres Malang. "Terkait laporan tipe B yang sempat dikabarkan akan dihentikan, tentu itu sangat memprihatinkan," ujar Koordinator Aksi Dimas Aqil.
Selain itu, dari 6 orang yang sebelumnya telah ditetapkan menjadi tersangka dalam tragedi itu, hanya ada 5 orang yang telah mendapat vonis dalam persidangan.
Yang pertama adalah Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC, Abdul Haris. Yang divonis hukuman penjara 1 tahun 6 bulan. Vonis itu jauh dari tuntutan jaksa yakni 6 tahun 8 bulan.
Selanjutnya adalah Security Officer yang bertugas saat laga Arema FC vs Persebatya 1 Oktober 2022 yakni Suko Sutrisno. Suko divonis hukuman 1 tahun penjara. Sedangkan tuntutannya adalah 6 tahun 8 bulan.
Kemudian adalah Danki 1 Brimob Pilda Jatim AKP Hasdarmawan yang divonis hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan. Sementara sebelumnya jaksa menuntutnya dengan 3 tahun penjara.
Selanjutnya dua anggota Polres Malang yakni mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Keduanya divonis bebas, setelah dalam persidangan sebelumnya, jaksa menghendaki keduanya dituntut dengan hukuman 3 tahun penjara.
Sedangkan satu orang yang sempat menjadi tersangka namun sampai saat ini masih belum dibawa di pengadilan. Yakni Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita.
Baca Juga : Ini Kata KPK soal Pencopotan Direktur Penyelidikan saat Klarifikasi Terkait Istri Flexing Belum Tuntas
"Kalau dilihat di awal, ada dua tersangka dari kepolisian yang ternyata divonis bebas. Lebih jauh lagi, kita menilai bahwa tragedi kanjuruhan ini adalah tragedi pelanggaran HAM berat," pungkas Dimas.
Selain itu, dalam pers release dari massa aksi, banyaknya kejanggalan yang ditemukan dalam proses pengusutan Tragedi Kanjuruhan juga perlu disoroti.
Terlebih hal itu cukup memperlihatkan ketidakseriusan aparat penegak hukum dalam mengadili peristwa yang menghilangkan 135 korban jiwa itu.
Ada sebanyak 3 hal yang dinilai janggal dalam proses pengadilan. Yakni proses pengadilan yang dilimpahkan di Pengadilan Negeri Surabaya. Padahal diketahui bahwa lokasi kejadian perkara ada di Kabupaten Malang.
Yang kedua adalah terkait 3 terdakwa yang merupakan seorang polisi. Dimana dalam hal ini, ketiganya didampingi oleh seorang penasehat hukum yang juga berasal dari Perwira Polri Aktif.
"Serta saksi dalam persidangan yang juga kebanyakan merupakan anggota polisi memperbesar potensi conflict of interest di dalam pengungkapan fakta di persidangan," jelas dia.
Dan yang ketiga adalah Hakim serta JPU yang cenderung pasif dalam pemeriksaan saksi dinilai tidak mengindahkan kebenaran materil yang harusnya digali.