JATIMTIMES - Pelarangan ekspor bijih nikel ke luar negeri oleh pemerintah rupanya tidak membuat proses perdagangan ekspor impor dengan negara lain menjadi terhambat.
Sebab meski adanya pelarangan ekspor bijih nikel itu, hingga kini hanya Uni Eropa yang menggugat RI di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO).
Baca Juga : Ini Negara dengan Tingkat Kepercayaan pada Media di Atas 50 Persen, Indonesia Nomor 2
Hal tersebut diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan.
"Jadi memang yang mengajukan kasus kan cuma Uni Eropa, AS juga tidak mengajukan gugatan, jadi cuma Uni Eropa," kata dia dalam Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Senin (20/2/2023).
Mining Zone selanjutnya mengatakan jika RI bisa saja kembali digugat lantaran adanya kebijakan hilirisasi komoditas melalui larangan ekspor mineral mentah lainnya seperti konsentrat tembaga, bauksit, timah dan lain sebagainya.
Namun meski nantinya akan ada gugatan lagi, Mining Zone menegaskan jika Pemerintah RI sudah siap dengan segala risiko yang ada.
"Saya pikir itu satu risiko. Tapi di saat yang sama kita juga punya kepentingan sendiri, kita ingin bangun perekonomian kita, kita ingin jadikan hilirisasi yang hasilnya untuk bisa bersaing di dunia," ujarnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan jika pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Dengan begitu, Arifin menambahkan bahwa Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB).
"Keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga Pemerintah akan melakukan banding," ujar Arifin dalam Raker bersama Komisi VII, Senin (21/11/2022).
Tak hanya itu, Arifin juga menyebut jika pemerintah akan terus mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral (nikel) dengan mempercepat proses pembangunan smelter. Adapun final panel report yang sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022 berisi beberapa poin penegasan.
Baca Juga : Untuk Kelancaran Uji Coba Skema Lalin di Kayutangan, 3 Pos Pantau Akan Disiagakan
Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Berikutnya, menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.
Kemudian, final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukan ke dalam agenda DSB pada tanggal 20 Desember 2022.
Setidaknya ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO. Pertama, UU Nomor 4 Tahun 2009: Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019: Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019: Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Keempat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020: Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.