JATIMTIMES - Perubahan kebijakan terhadap pupuk bersubsidi dirasa belum berpihak kepada petani. Bahkan cenderung membawa dampak yang serius terhadap petani. Kebijakan tersebut tertuang dalam Permentan Nomor 10 tahun 2022.
Permentan 10/2022 menyebutkan pencabutan subsidi dari enam jenis menjadi dua jenis diikuti penyusutan pada alokasi pupuk subsidi. Komoditas yang dijatah juga dipersempit menjadi sembilan komoditas.
Baca Juga : Wujud CSR, RSI Unisma Beri Penyuluhan dan Pemeriksaan Gratis Lansia di Tulusrejo
Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, alokasi pupuk subsidi Kabupaten Malang sebesar 32.103 ton untuk jenis Urea. Sementara NPK 57.142 ton, dan NPK formula khusus 136 ribu ton. Sistem alokasi juga mengalami perubahan.
Sedangkan secara nasional, di tahun sebelumnya pupuk subsidi dicanangkan 24 juta ton. Namun menjadi 9 ton setelah kebijakan pencabutan empat dari enam jenis pupuk yang mendapat subsidi.
"Alokasi pupuk tak lagi diambil dari skema tata kelola Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok atau yang biasa disingkat e-RDKK. Melainkan melalui e-Alokasi yang mana diusulkan nama petani, alokasinya berapa dan itu nanti dibagi habis dengan petani yang diusulkan di daerah tersebut," ujar Penyuluh Pertanian Ahli Muda DTPHP Kabupaten Malang, Suwaji.
Saat ini, pupuk yang masih mendapat subsidi hanya pupuk NPK dan Urea. Sedangkan untuk komoditas, hanya tinggal 9 komoditas yang disebut masih diperbolehkan menggunakan pupuk bersubsidi.
Diantaranya tiga jenis tanaman ketahanan pangan yakni padi, jagung dan kedelai. Sementara kelompok hortikultura yaitu cabai, bawang merah dan bawang putih. Sedangkan, kelompok perkebunan yakni tebu, kopi dan kakao. Petani di luar sembilan komoditas ini tak pagi mendapatkan jatah pupuk subsidi.
"Sebelumnya sampai 90 komoditas," imbuh Suwaji.
Baca Juga : Kabar Gembira, Bosda Kabupaten Malang Dicairkan Mulai Maret 2023
Di sisi lain, alokasi pupuk subsidi secara nasional juga menyusut. Menurut Suwaji, hal itu disinyalir akibat penyaluran pupuk subsidi yang tidak tepat sasaran. Sehingga tidak mampu memenuhi alokasi permintaan dari kelompok tani yang sudah terakumulasi. Di mana saat ini hanya ada 9 juta ton pupuk bersubsidi dari semula sebanyak 24 juta ton.
Menurutnya, hal itu membuat kalangan petani di Kabupaten Malang menjadi resah. Sebagian besar merasa pupuk subsidi langka. Terlebih yang non subsidi harganya menjulang tinggi.
"Dari satu kuintal Urea jika subsidi sekitar Rp 230 ribu. Non subsidi bisa satu jutaaan. NPK subsidi bisa Rp 330 ribu tetapi non subsidi bisa di atas Rp 1,5 juta," terang Suwaji.