free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Mengenang Perjuangan Raden Darmadi, Bupati Blitar ke-9 sekaligus Ayah Pahlawan PETA Supriyadi

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

10 - Feb - 2023, 22:41

Placeholder
Arsip lama, Raden Darmadi semasa hidup.(Foto : Aunur Rofiq/JATIMTIMES)

JATIMTIMES - Namanya memang tak setenar dari puteranya, Pahlawan Pemberontakan PETA Shodanco Supriyadi. Namun di balik kesederhanaanya, Raden Darmadi sejatinya juga punya andil untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Sumbangsihnya untuk pembangunan Blitar pasca kemerdekaan sungguh luar biasa. Tak hanya itu, Darmadi juga adalah bupati pertama Kediri setelah proklamasi kemerdekaan.  

Raden Darmadi mengawali kariernya di pemerintahan sebagai pegawai Hindia Belanda. Sering berpindah tugas dari satu kota ke kota lain di Jawa Timur, puncak karier Raden Darmadi di pemerintahan adalah ketika menjabat Bupati ke-12 Kediri (1945) dan Bupati ke-9  Blitar (1945-1947 dan 1950-1956).

Baca Juga : Sukseskan Pelaporan SPT Tahunan, KPP Pratama Gandeng Mahasiswa Unisba Blitar 

 

Dari catatan silsilah, Raden Darmadi adalah putera dari Raden Prawirokusumo, seorang bangsawan dan pegawai Hindia Belanda keturunan Kanjeng Jimat Brebek. Selama hidupnya, Raden Darmadi menikah dua kali. Pernikahan pertama adalah dengan Roro Rahayu, bangsawan Jawa keturunan Kasultanan Mataram. Roro Rahayu meninggal dunia saat Supriyadi masih kecil. Setelahnya, Raden Darmadi menikah lagi dengan seorang bangsawan Jawa bernama Susilih.

Dari pernikahan pertama dengan Roro Rahayu, lahirlah Raden Supriyadi, si bayi kecil yang di kemudian hari tampil sebagai ksatria Nusantara melawan penjajah Jepang dalam pemberontakan PETA pada 14 Februari 1945.

Di tulisan kali ini, JATIMTIMES akan mengajak pembaca untuk mengulas sisi lain dari Pahlawan PETA Shodanco Supriyadi. Tulisan kali ini, kita akan sedikit mengulas tentang kiprah Raden Darmadi, ayah Supriyadi, dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Pembahasan akan kita mulai dari rumah keluarga Raden Darmadi di Jalan Shodanco Supriyadi, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Tak banyak yang tahu keberadaan rumah ini. Lokasi rumah ini hanya beberapa langkah saja dari Monumen PETA Kota Blitar. Saat masih menjadi tentara PETA, Shodanco Supriyadi seringkali mengunjungi rumah ini karena lokasi markas PETA Blitar berada tepat di sisi baratnya.

Ya, masih jarang diketahui masyarakat tentang rumah Raden Darmadi juga Pahlawan PETA Shodanco Supriyadi ini. Rumah tersebut berada di tengah-tengah kota tepatnya di Jalan Shodanco Supriyadi nomor 46, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Rumah tersebut saat ini ditinggali oleh Suroto yang merupakan adik kandung dari Pahlawan PETA Supriyadi. Belakangan rumah tersebut lebih dikenal dengan sebutan Wisma Darmadi.

Tampak depan bangunan, berciri khas model bangunan kolonial Belanda yang masih belum mendapat renovasi. Sekitar halaman terlihat berdebu dan ada ranting-ranting pohon. Pada tahun 1933 ayah Supriyadi yakni Raden Darmadi bertugas di wilayah Nganjuk. Sedang Supriyadi kecil pada waktu itu ikut Darmadi dan sekolah di daerah bapaknya berdinas.

“Wisma Darmadi merupakan kediaman keluarga tokoh pahlawan Indonesia, yang tak lain adalah Shodanco Supriyadi, kepala pasukan PETA pemrakarsa perlawanan memperjuangkan hak- hak rakyat dari belenggu Kependudukan Jepang di Indonesia, terutama di Blitar,’’ kata Sejarawan Ferry Riyandika kepada JATIMTIMES.

Dijelaskan Ferry, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) merupakan pasukan militer bentukan Jepang pra Proklamasi Indonesia. Adapun fungsi dari Pasukan PETA sebagai salah satu upaya membantu Jepang melawan Sekutu dalam kancah Perang Asia Pasifik. Di Blitar, markas PETA berada di lokasi yang saat ini dijadikan sebagai Monumen PETA.

‘’Markas pasukan ini terletak yang kita kenal sebagai Monumen PETA. Sekaligus berdekatan di sisi barat rumah atau Wisma Darmadi berada,’’ terangnya.

Sama seperti rumah bersejarahnya yang jarang diketahui orang, kiprah Raden Darmadi dalam perjuangan melawan Belanda juga kurang begitu dikenal. Dijelaskan Ferry, pasca peristiwa di Blitar, Raden Darmadi yang menjabat sebagai Patih Nganjuk ditahan di Kantor Kopetai Blitar (Museum PETA). Raden Darmadi kemudian diangkat menjadi Bupati Blitar pada tanggal 23 Oktober 1945. Raden Darmadi menjabat bupati selama kurang lebih dua tahun hingga tahun 1947.

Ketika Sekutu dan Belanda mendarat di Surabaya, terjadi peristiwa 10 November 1945, Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk RI berpindah-pindah tempat hingga menuju Kota Blitar setelah aksi Militer Belada I (Agresi Militer Belanda I) berhasil membumihanguskan Kota Malang pada Bulan Juli 1947. Ibu Kota Jawa Timur di Kota Blitar dapat diduduki Belanda pada tanggal 21 Desember 1948 yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Ibukota Jawa Timur kemudian berpindah lagi ke area Gunung Wilis.

Baca Juga : Mengenal Nani Wartabone, Proklamator Sebelum Soekarno 

 

‘’Pada waktu Agresi Militer I  Blitar sempat dijadikan sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Timur. Saat Agresi Militer Belanda II ibukota kemudian dipindahkan ke area Gunung Wilis,’’ imbuh Ferry.

Melihat situasi yang berkembang, Raden Darmadi kemudian melakukan perjuangan melawan Belanda di selatan Sungai Brantas di Blitar Selatan yang berpusat di Lodoyo dengan membentuk pasukan bersenjata. Mengetahui hal tersebut Gubernur Militer Jawa Timur, Sungkono memberikan tugas kepada Wakil Gubernur Jawa Timur, Samandikun yang juga merupakan Bupati Blitar sebelumnya, untuk bersama-sama dengan Raden Darmadi melakukan perlawanan terhadap serangan Belanda yang sedang berlangsung dengan cara begerilya.

Menarik untuk dibahas adalah peristiwa perjalanan "Banteng Blorok" sebuah meriam yang akan dipindahkan menuju ke markas Komando Utama TRIP/Jawa Timur dari Desa Dawuhan Kabupaten Trenggalek menuju Perkebunan Pijiombo, Desa Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Menurut Ferry, Perjalanan meriam ini di lakukan oleh para Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Sesampai di Sutojayan (Lodoyo) terjadi pertempuran antara pasukan RI di Lodoyo melawan Belanda. Meriam Ki Banteng Blorok dapat diselamatkan oleh para pejuang TRIP menyeberangi Sungai Brantas di Dusun Papringan, Kaulon, menuju daerah Wlingi melewati Sumberagung.

Bersamaan dengan itu, pada tanggal 15 Maret 1949, Wakil Gubernur  Samandikun yang berkedudukan di Blitar Selatan mendapat perintah dari Menteri Dalam Negeri Pemerintah Darurat RI yang terletak  di Pacitan untuk mengadakan "long march" berkeliling Jawa Timur selama dua bulan untuk mengetahui laporan dari para residen di seluruh Jawa Timur ditemani oleh pasukan TRIP berjumlah dua orang saja.

Beberapa saat kemudian setelah Konfrensi Meja Bundar, pada tanggal 27 Desember 1949, Jawa Timur dikembalikan oleh Belanda kepada Pemerintah RI. Raden Darmadi yang berjuang dengan gerilya kembali ke Pendapa Agung Ronggo Hadi Negoro dan menjabat kembali sebagai Bupati Blitar pada tahun 1950-1956.

Satu tahun memerintah, Darmadi telah ada gejolak kesalah pahaman TRIP dengan TNI. Disinilah rumah disekitar Museum PETA (Jl. Soedanco Soeprijadi) ke timur dikosongkan, termasuk "Wisma Darmadi". Peristiwa tersebut akhirnya dapat di selesaikan dengan baik

‘’Melihat perjuangan bekas Wedana Gorang Gareng Magetan, Raden Darmadi sebagai Bupati Blitar perlu di apresiasikan perjuangannya sebagai salah satu tokoh penting dalam Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah, yaitu Blitar dari Agresi Militer Belanda. Bahkan ketika Blitar dan daerah Lodoyo dijadikan Ibukota Provinsi Jawa Timur, Raden Darmadi bersama Wakil Gubernur Jawa Timur saat itu, Raden Samadikun tetap melakukan perlawanan terhadap Belanda,’’ tegas Ferry.

Jadi patut ditegaskan, untuk mengenang perjuangan ayah Shodanco Supriyadi, Wisma Darmadi tempat tinggal Raden Darmadi setelah menjabat sebagai Bupati Blitar dapat dijadikan Museum yang menceritakan kesejarahan beliau. Apalagi di sebelah baratnya tepatnya di Museum PETA  merupakan museum yang nantinya dikhususkan kepada perjuangan putranya yakni Supriyadi.

Disinilah kita dapat mengerti akan perjuangan mempertahankan kemerdekaan pendahulu kita di Blitar Raya sekaligus memberikan pemahaman sejarah di berbagai lingkungan di Blitar tercinta ini. Berawal dari tiga pilar atau segitiga sejarah Blitar, Soekarno-Soeprijadi-Darmadi, dapat memperkaya khasanah pembedaharaan sejarah khususnya di Blitar Raya dan nasional pada umumnya.


Topik

Serba Serbi



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya