JATIMTIMES - Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024, Sahat Tua P. Simanjuntak mengaku bersalah usai terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan ditahan KPK.
OTT digelar tim penindakan KPK di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (14/12) malam. Pada malam itu, KPK mengamankan sejumlah bukti berupa uang dalam pecahan rupiah, Dolar Singapura dan Dolar Amerika dengan nilai seluruhnya Rp 1 miliar.
Baca Juga : Resmi Rilis Setelah 13 Tahun Menanti, Film Avatar 2: The Way of Water Banjir Pujian Kritikus Film Dunia
Kemudian, OTT berlanjut pada penahanan terhadap Sahat. Penahanan dilakukan KPK atas adanya dugaan suap terkait pengelolaan dana hibah Jawa Timur.
Atas perbuatannya itu, Sahat kemudian meminta maaf kepada masyarakat Jawa Timur.
"Saya salah, saya salah, dan saya minta maaf kepada semuanya. khususnya masyarakat Jawa Timur dan keluarga," ujar Sahat Tua Simanjuntak kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (16/12) dini hari WIB.
Saat ditanya soal dugaan penerimaan uang suap Rp 5 miliar, politikus senior Partai Golkar ini enggan menjawabnya.
Ia justru meminta doa kepada masyarakat agar tetap selalu diberikan kesehatan. "Doakan kami agar tetap sehat, agar pemeriksaan ini tetap lancar," ucap Sahat.
Selain Sahat, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya. Ketiganya ialah, Rusdi yang merupakan staf ahli Sahat; Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat/Pokmas, Abdul Hamid; dan Koordinator Lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi alias Eeng.
Baca Juga : Lira Malang Raya Audiensi dengan Ketua DPRD dan Wali Kota Sutiaji, Bahas Kebijakan Kota Malang
Keempat tersangka itu langsung ditahan KPK selama 20 tahun, terhitung sejak 15 Desember 2022 hingga 3 Januari 2023.
Adapun tempat penahanan keempat tersangka berbeda-beda. Sahat ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Rusdi dan Abdul Hamid ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1. Sedangkan Eeng ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Abdul Hamid dan Eeng selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.