JATIMTIMES - Teror bom bondet di kediaman petugas Lapas Kelas 1 Lowokwaru Malang dilatarbelakangi karena dendam. Hal itu terungkap setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap salah satu pelaku yang berhasil diamankan oleh petugas Satreskrim Polres Malang.
"Motif dari kejadian tersebut (teror bom bondet) bahwa tersangka merasa sakit hati atau dendam terhadap korban. Kedua pelaku ini merupakan residivis," ucap Kasatreskrim Polres Malang Iptu Wahyu Rizki Saputro saat sesi rilis di halaman loby utama Polres Malang, Senin (12/12/2022).
Baca Juga : Ridwan Kamil Tunda Dana Pembangunan Masjid Depok Imbas Polemik Relokasi SDN Pondok Cina
Berdasarkan catatan kepolisian, dijelaskan Wahyu, kedua tersangka merupakan seorang residivis lantaran pernah berurusan dengan hukum sejak 2010. "Khusus untuk satu tersangka yang telah kami amankan, yang bersangkutan sudah melakukan tindak pidana sebelumnya sebanyak empat kali. Yaitu 2010, 2012, 2014 , dan terakhir 2016," imbuhnya.
Sebagaimana yang telah diberitakan, satu dari dua pelaku teror bom bondet di rumah petugas lapas tersebut, berinisial WH. Pria 33 tahun itu merupakan warga Desa Bokor, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
Sedangkan satu pelaku lainnya masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO). Namun polisi sudah mengantongi identitasnya. Pelaku yang berstatus DPO tersebut diketahui berinisial SH.
Dari catatan kepolisian, tersangka berinisial WH sudah bolak balik dijebloskan ke dalam sel tahanan. Pertama pada 2010 lalu, yang bersangkutan terjerat perkara pidana penganiayaan dan dijatuhi hukuman kurungan penjara di Lapas Kelas 1 Lowokwaru Kota Malang.
Dua tahun kemudian, yakni 2012 WH kembali berurusan dengan hukum atas perkara pidana pencurian dengan kekerasan. Saat itu yang bersangkutan dijatuhi hukuman penjara di Lapas Kelas 1 Lowokwaru Kota Malang.
Seolah tidak kapok, 2014 WH kembali meringkuk di sel tahanan Lapas Kelas 1 Lowokwaru Kota Malang. Penyebabnya karena WH telah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. 2016, WH lagi-lagi harus menjalani kurungan penjara di Lapas Kelas 1 Lowokwaru Kota Malang, lantaran perkara pidana pencurian dengan pemberatan.
Tidak jauh berbeda, pelaku teror bom bondet yang masih berstatus DPO, diketahui juga pernah berurusan dengan hukum. Tepatnya pada 2015 lalu, SH tersangkut perkara pidana pencurian dengan kekerasan.
Lantaran bolak balik masuk sel tahanan itulah, yang membuat pelaku SH yang sementara ini masih berstatus DPO dendam dengan korban. Hingga akhirnya SH mengajak WH untuk meneror kediaman korban menggunakan bom bondet.
Baca Juga : Ayah Yang Tega Aniaya Anaknya, Akhirnya Ditahan di Polres Lumajang
"Pelaku lainnya dengan inisial SH juga merupakan seorang residivis. Kemudian yang bersangkutan sakit hati dengan korban karena pada saat di dalam tahanan ada perlakuan yang kurang berkenan di hati pelaku. Akhirnya (SH) mengambil inisiatif untuk melakukan pelemparan bondet di rumahnya (korban)," jelas Wahyu.
Berdasarkan pengakuan yang diketahui tersangka WH, temannya yakni SH merasa dendam dengan korban lantaran semasa di penjara pernah mendapat tindakan disiplin dari korban. Yakni tindakan disiplin dengan cara disuruh gulung-gulung oleh korban.
"Terkait tindakan disiplin itu berupa digulung pada saat (pelaku SH) ada di dalam tahanan. Kemudian untuk pelemparan bondet itu, memang berawal dari ingin balas dendam. Tujuannya hanya untuk menteror yang bersangkutan (korban)," jelasnya.
Sementara itu, untuk melancarkan aksi terornya, kedua pelaku mengaku membeli bom bondet dari wilayah Pasuruan. "Kalau untuk bondet didapat dari daerah Pasuruan dengan cara membeli seharga Rp 500 ribu," tukasnya.
Sekedar informasi, insiden teror bom bondet yang dilakukan oleh kedua pelaku ini terjadi pada Senin (24/10/2022) pagi. Yakni sekitar pukul 10.45 WIB. Kejadiannya di rumah korban yang bernama Abdul Azis warga Dusun Jebuk, Desa Sumberkradenan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Pria 26 tahun itu merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas sebagai seorang petugas keamanan atau sipir di Lapas Kelas 1 Lowokwaru Kota Malang.
Akibat kejadian tersebut, beberapa perabotan yang ada di teras korban mengalami kerusakan. Selain itu tembok teras rumah korban juga retak. Akibat perbuatannya, polisi menjerat tersangka dengan Pasal 170 KUHP juncto Pasal 406 KUHP dan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat nomor 12 Tahun 1951.