JATIMTIMES - Sampah besi kontruksi Smelter yang dikelola di Pusat Transformasi Bersama (PTB) di Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, ternyata didapat secara cuma-cuma alias gratis dari PT Freeport Indonesia (PTFI).
Namun yang terjadi di lapangan, sampah besi tersebut malah diperjualbelikan kepada Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dengan harga yang sudah ditentukan oleh PTB dan KSO YATAMAM.
Baca Juga : Tambah Modin Perempuan, Upaya Pemkot Kediri Maksimalkan Pemulasaraan Jenazah
Dalam surat perjanjian jual beli No. 011.DS/SPJB- BM/KSO/10.22 yang didapat Jatimtimes berbunyi, Bumdesma Mengare bertindak sebagai pihak kesatu membeli dari pihak kedua dalam hal ini atas nama RMP - Yatamam KSO.
Barang yang dijual kepada Bumdesma Mengare berupa Besi Srcap Ex Tiang Pancang sebanyak 588,000 kg, untuk masa periode 1 Oktober - 1 November 2022. Dengan ketentuan harga Rp 4000 per kg untuk sampah besi kotor atau belum dibersihkan.
Dalam surat perjanjian tersebut juga disebutkan bahwa Bumdesma Mengare harus melakukan deposit sesuai dengan volume order pembelian. Karena Bumdesma Mengare tidak mempunyai anggaran, praktiknya, pembayaran dilakukan setelah sampah itu terjual ke buyer (pembeli, Red).
Nah, PTB juga telah membuat skema sendiri mengenai pembelian sampah besi tersebut. Dalam surat pemberitahuan perubahan sistem pembelian No: 0112/PEM-PTB/12.22 ditandatangani langsung oleh Direktur Utara PTB Azhar.
Bahwa, skema pembelian itu merupakan instruksi dari WEHASTA selaku advisor dalam pengelolaan limbah kontruksi PT Freeport Indonesia.
Sistem pembelian Scrap Besi Ex Tiang Pancang yang sebelumnya menggunakan model pemilahan oleh Bumdes dan penjualan langsung, dirubah menjadi model pemilahan oleh PTB.
Dalam skema baru ini, Bumdes tidak bisa lagi mengambil langsung ke lokasi proyek. Tetapi, Bumdes harus membeli dulu ke PTB dengan harga yang lebih mahal. Selanjutnya dijual kepada buyer. Bahkan, sistem baru skema pembayaran harus deposit sebelum mengambil barang.
Salah satu pengurus Bumdesma Mengare mengaku proses jual beli sampah besi dengan PTB sudah berjalan sekitar dua bulan. Dengan harga Rp 4.000 perkilo untuk besi yang belum dipilah atau kotor.
Sedangkan Bumdesma Mengare menjual ke buyer (pembeli, Red) seharga Rp 4.200 perkilo. Sehingga, keuntungan yang didapat sebesar Rp 200 rupiah. Nah, keuntungan itulah yang menjadi hak Bumdesma.
"Kita hanya dapat Rp 200 saja. Sedangkan yang Rp 4.000 diambil PTB sesuai surat perjanjian itu, meskipun suratnya belum ditandatangani," ujar pengurus Bumdesma Mengare yang berinisial NZ itu.
Pihaknya mengaku, jika Bumdesma Mengare tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, PTB selalu beralasan aturan dan ketentuan yang sudah dibuat dengan pihak Freeport. Ditambah muncul surat pemberitahuan baru mengenai skema pembelian.
Baca Juga : Mutasi Covid-19 Subvarian Omicron Baru Muncul, Sudah Ada 20 Kasus Pertama
"Keberadaan sampah besi bukannya bermanfaat bagi masyarakat yang terdampak proyek Smelter malah dinikmati sekelompok orang," ungkapnya kesal.
Direktur Utama PTB Azhar tidak menampik jika Bumdes mengambil sampah besi harus mengantongi PO (purchase order) dari PTB. Kemudian, Bumdes mengambil sampah ke lokasi proyek dan menjual kepada buyer.
"Hasil penjualan sampah besi dari buyer tersebut kemudian diserahkan ke PTB," kata Azhar, usai pertemuan dengan perwakilan desa, Kamis (8/12/2022) kemarin.
Terpisah, saat dikonfirmasi, juru bicara PT Freeport Indonesia (PTFI) Riza Pratama mengatakan, sampah kontruksi yang telah dipilah dari proyek pembangunan Smelter dihibahkan ke Pusat Transformasi Bersama (PTB).
Supaya diolah dengan konsep daur ulang sehingga memberi nilai manfaat bagi masyarakat. Khususnya yang terdampak.
"Kami hibahkan ke PTB. Gratis pak, tidak bayar," ujar Riza saat dikonfirmasi, Kamis (8/12/2022) malam.
Riza menambahkan, distribusi sampah konstruksi yang dapat didaur ulang tersebut, diberikan kepada penerima yang memenuhi syarat dan berkomitmen untuk menjadikan sampah besi itu bagian yang sangat berarti dalam sirkular ekonomi.
Terkait praktik jual beli sampah besi yang dilakukan PTB tersebut, pihaknya akan mengecek dan memastikan langsung dengan tim terkait di lapangan.
"Kami cek dulu kebenarannya," pungkasnya.