JATIMTIMES - Pengelolaan limbah besi scrab ex tiang pancang dari proyek Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) bergejolak. Perwakilan enam desa mendatangi Pusat Transformasi Bersama (PTB) di Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Kamis (8/12/2022).
Diantaranya, Desa Watuagung, Kramat, Tajung Widoro dan Bedanten, Karangrejo serta perwakilan Desa Banyuwangi.
Baca Juga : Pemkab Jember Mulai Inventarisir Sepadan Pantai Selatan
Dalam pertemuan tersebut, mereka meminta pengelolaan dan hasil penjualan limbah besi dari proyek Smelter dikelola masing-masing Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau Bumdesma.
"Jadi, semua dikelola masing-masing Bumdes. Apakah nanti ada persentase dengan PTB atau KSO Yatamam tinggal disepakati," kata Kepala Desa Watuagung Zamrozi.
Dijelaskan, Bumdesma Mengare memang mendapatkan hasil dari penjualan alokasi limbah besi tersebut. Tapi nilainya sangat kecil. Mayoritas uang hasil penjualan sampah besi diambil PTB atau KSO Yatamam.
"Tuntutan kami sederhana, alokasi limbah besi pengelolaan menjadi kewenangan penuh masing-masing Bumdes," ujarnya yang diamini Kades Kramat, Taufik.
Sementara, Kepala Desa Tajung Widoro Mastain menambahkan, tuntutan kali ini muncul karena PTB atau KSO Yatamam tidak konsisten. Dia menilai, desa di luar Manyar komplek selalu dikesampingkan.
"Kami perwakilan dari Mengare komplek hanya minta kepastian, berapa alokasi sampah besi yang diberikan kepada masing-masing Bumdes/Bumdesma. Kalau tidak ada ya gak apa-apa," katanya.
Bahkan, lanjut Tain, pihak PTB tidak bisa menunjukan berapa hasil yang sudah diperoleh PTB selama beroperasi. Serta kegunaan anggaran tersebut.
"Kita hanya minta transparansi uang yang sudah kami setor diperuntukan untuk apa saja," pungkasnya.
Baca Juga : Polres Ngawi Cek Lokasi Diduga Adanya Situs Purbakala di Jogorogo
Di tempat yang sama, Direktur PTB Azhar mengatakan, mekanisme sebelumnya memang masing-masing Bumdes/Bumdesma bisa mengambil sendiri sampah besi ke Smelter.
Kemudian, PTB membuat surat pemberitahuan kepada masing-masing Bumdes bahwa semua pengelolaan sampah besi tersentral di PTB. Bumdes tidak boleh menjual langsung ke buyer (pembeli).
Terkait hasil penjualan sampah besi yang dialokasikan ke masing-masing Bumdes/Bumdesma dan hasil penjualan kembali ke PTB, dinilai sudah sesuai aturan.
"Misalnya Bumdes ambil 10 ton sampah besi dari Freeport dan kami tidak boleh mengambil uang hasil penjualan itu ya gak bisa. Karena semua sudah ada aturannya," ujarnya.
"Kalau mau gabung dengan kami yang harus mengikuti mekanisme yang ada. Tapi kalau mau langsung mengajukan sendiri ke PT Freeport kami tidak bisa mencegah, silahkan," ungkapnya.
Sekadar diketahui, dalam pertemuan kali ini perwakilan enam desa dengan PTB menemui jalan buntu. Pembahasan lebih dalam akan dilanjutkan dalam dua pekan kedepan dengan melibatkan seluruh perwakilan Bumdes dari 9 desa terdampak.