JATIMTIMES - Gelaran Gandrung Sewu yang pertama pasca melandainya wabah Pandemi Covid 19 di Pantai Marina Boom Banyuwangi berjudul “Sumunare Telatah Belambangan" atau Kemilau Bumi Belambangan.
Apa maknanya? Yakni menggambarkan upaya pemerintah bersama rakyat dalam menempuh jalan jauh untuk mewujudkan Banyuwangi semakin maju lebih baik dan semakin mewangi.
Baca Juga : Peringati Hari Santri Nasional dan Sumpah Pemuda, YPSM Bhakti Nagari Gelar Seminar
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi melalui Kepala Bidang Kebudayaan Dewa Alit Budi Siswanto, penampilan ribuan penari Gandrung tersebut dalam adegan pertama yaitu prajurit membawa gunungan sebagai pembuka pertunjukan diikuti beberapa rakyat yang sedang menikmati kedamaian.
Perputaran roda kehidupan masyarakat Blambangan, bak menggelinding di atas badan jalan yang halus tanpa rintangan. Tanah subur dikelola dengan sabar menghasilkan kehidupan yang makmur. Gelombang laut menunjukkan ketenangan, mendebur pelan di pantai adalah gambaran terpenuhinya segala kebutuhan hidup masyarakat Blambangan dari hasil lautnya. Dewi Sekardadu Ikut Muncul (Bedayan).
Adegan berikutnya saat muncul Senopati Bajul Sengoro, sejak lama sudah mengincar pertumbuhan dan perkembangan Sang Putri Sekardadu. Semakin tumbuh remaja, gemulai tubuh dan kemolekan wajahnya semakin membuat Sang Senopati tergila-gila. Namun, harapan itu sangatlah tipis karena selama menjadi senopati, dirinya belum memiliki modal jasa dan karya untuk Blambangan
Selanjutnya alumni Fisip Universtas Jember itu menuturkan Senopati Bajul Sengoro merencanakan siasat rahasia. Atas keinginan yang membuncah hatinya, ia menggulirkan rencana yang dramatis. Senopati Bajul Sengoro berkeliling menyusuri batas-batas wilayah untuk melakukan penjagaan. Namun rencana itu memiliki tujuan menyimpang yang sempat dikuntit oleh Patih Arya Samboja.
Kemudian dalam adegan selanjutnya kedhaton-Sekar Dadu dilanda penyakit. Tanpa kabar sebelumnya, bahkan isyarat lewat mimpi pun tak pernah terjadi. Namun, balak tiba- tiba saja melanda, bagai api melalap kayu kering, melumat daun-daun berguguran.
Angin sepoi-sepoi membawa anyir udara panas, bak kabut hitam menyelimuti seluruh Wilayah Blambangan. Pageblug melanda, warga berjatuhan, pagi sakit, sore tewas. malam terjangkit, paginya harus dikuburkan. Laporan masyarakat kepada kerajaan bahwa ada yang terkena wabah dan tanpa disadari Dewi Sekardadu juga terkena wabah.
Warga tak bersalah bergelimpangan. Seluruh unsur kehidupan bergejolak. Satu sama lain tak bisa saling mengurus, satu sama lain tak bisa saling bertemu. tak menunggu waktu lama, wabah penyakit yang tak diduga sebelumnya menelusup di ruang pribadi Putri Sekar Dadu. Istana pun goncang, semua sibuk dan kebingungan. Bahkan satu sama lain diantara punggawa istana saling tuding-saling tuduh dan saling menjatuhkan.
Kemudian Mas Karucil (Raden Kandabaya/ Ki Gedhe Banyuwangi) bermeditasi dan mendapatkan wisik: dalam waktu yang tidak lama, datang seorang tokoh bak ndaru jatuh di pelataran Keraton Belambangan.
Apa yang melanda Bumi Blambangan bukanlah hal yang biasa. Tak bisa dihadapi dengan saling menuduh dan menyalahkan satu sama lain. Adalah Pangeran Karucil sang kakak Dewi Sekar Dadu melakukan ritual khusus sembari bertapa. Dari kegiatan bersuci diri itulah Pangeran Karucil serasa seperti didatangi cahaya putih kehijauan. Cahayanya berkilau-kilau namun tak membuat mata bersilau-silau. Justru hawa sejuk yang menyertainya.
Selanjutnya muncul Syech Maulana Ishak hadir bersayap angin. Sebongkah niat suci ia gotog demi keselamatan ummat dari ganasnya pageblug yang sedang melumat Nagari Blambangan.
Konflik antara wabah dan para santri Syeh Maulana Ishak bermunajat dikawal beberapa santri di belakangnya.
“Duhai Yang Maha Tunggal……..
Dalam genggamanmu semua mahluk
Datangkan kebenaran-singkirkan kebatilan
Singkirkan semua balak dari Telatah Elambangan
Menyingkir….Menyingkir…..Menyingkir…………………
Akhirnya wabah berhasil dihilangkan Kemilau….Kemilau Seluruh Hamparan Telatah Belambangan senyum bahagia Dewi Sekar Dadu ibarat sorot mentari pagi dari garis cakrawala timur, yang akan terus membias terangi kehidupan.
Maulana Ishak dan Dewi Sekar Dadu akhirnya menikah dan mulai saat itu resmi sebagai pasangan suami istri.
Baca Juga : Pasar Murah Hingga Festival Band Ramaikan Hari Jadi ke-77 Tahun Provinsi Jatim di Bakorwil III Malang
Gebyar Gandrung Gurit Mangir. Seluruh penari Gandrung menarikan Gurit Mangir sampai selesai dan pementasan Gandrung Sewu Tahun 2022 ditutup dengan lagu Nasional: Tanah Airku karya Ibu Soed.