JATIMTIMES – Tragedi kemanusiaan Kanjuruhan yang menyisakan banyak luka nyatanya juga meninggalkan beberapa catatan. Salah satunya berkaitan pendataan para korban yang masih banyak celah. Bahkan, tak sedikit di antara korban yang kini belum mendapatkan perawatan intensif secara medis.
Ketua Relawan Anak Bangsa Yuning Kartikasari mengungkapkan, saat insiden terjadi, banyak korban yang pulang sendiri ataupun dibawa pulang oleh keluarga. Sehingga, para korban tersebut tidak terdata oleh petugas dalam penanganan Tragedi Kanjuruhan tersebut. Padahal, kondisi fisik dan psikis para korban tersebut membutuhkan penanganan secepatnya.
Baca Juga : 47 Korban Tragedi Kanjuruhan Masih Terbaring Tak Berdaya, Jalani Perawatan di Rumah Sakit
“Relawan kami banyak menemukan korban yang saat kejadian langsung pulang, jadi ada luka-luka parah dan dibawa pulang sama keluarga atau pulang sendiri. Kemudian ada juga yang meninggal dunia di tempat dan langsung dibawa pulang keluarganya,” kata perempuan yang akrab disapa Yuyun itu dalam agenda Diskusi dan Koordinasi Gerakan Peduli Arema (GPA) yang digelar di KenDEDES Pusat Oleh-Oleh Kota Batu, Kamis (6/10/2022) malam.
Bahkan, lanjutnya, dari hasil upaya jemput bola yang dilakukan para relawan, ditemukan fakta jika tak sedikit korban yang sengaja memendam kondisi sebenarnya agar tak diketahui oleh orang tuanya.
Rata-rata, korban yang menyembunyikan rasa sakit itu anak-anak di bawah umur yang memang sedang menonton euforia Arema vs Persebaya Surabaya pada akhir pekan lalu. Namun setelah beberapa hari, para korban mulai mengeluhkan sakit kepala, mual, mata sakit, hingga sakit pada beberapa anggota fisiknya.
“Kebanyakan korban anak-anak yang tidak cerita ke orang tua dan baru ketahuan baru-baru ini,” jelas Yuyun.
Akibatnya, para korban itu kemudian baru mendapatkan penanganan medis setelah lima hari pasca insiden. Sehingga, tak sedikit puskesmas dan rumah sakit yang awalnya menolak kedatangan pasien untuk mendapatkan perawatan sebagai korban insiden Kanjuruhan. Namun pasca mendapatkan penjelasan dari relawan, puskesmas kemudian mau melakukan penanganan medis secara tepat.
“Sehingga kami harap, para korban (yang baru ketahuan) ini bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit terdekat di wilayahnya. Karena jika harus dibawa ke kota seperti RSI Unisma atau RS Lavallete itu kejauhan,” tambahnya.
Ketua GPA sekaligus Dosen Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang, Yusuf Ratu Agung menambahkan, terkait pendataan korban Tragedi Kanjuruhan memang harus dimaksimalkan. Selain dengan upaya jemput bola sebagaimana dilakukan Relawan Anak Bangsa, upaya lain adalah dengan menjalin komunikasi dengan Asosiasi Kepala Desa (AKD) di Kabupaten Malang. Karena masing-masing kepala desa tenntunya memiliki kedekatan dengan warganya untuk bisa menyuguhkan data secara riil.
“Baik itu mereka yang terluka, meninggal dunia, maupun yang harus mendapatkan penanganan psikis,” tambahnya.
Direktur RSI Unisma, dr H Tri Wahyu Sarwiyata yang juga turut hadir dalam agenda diskusi dan koordinasi GPA menerangkan, sebagai tim medis, RSI Unisma sangat siap untuk terlibat dalam gerakan yang berisikan beragam elemen masyarakat tersebut. Penanganan cepat terhadap korban Tragedi Kanjuruhan, terutama untuk jangka panjang menurutnya sangat penting.
“Termasuk pengobatan lanjutan bagi para korban harus diperhatikan. Bagaimana kondisi psikisnya hingga penanganan untuk pasien yang harus dioperasi dan lain sebagainya,” tegasnya.
Sementara terkait pendataan korban, menurutnya setiap rumah sakit pastinya memiliki data yang akurat berdasarkan jumlah pasien yang masuk. Sehingga, jumlahnya pun akan masih dinamis dan mengalami perubahan. Koordinasi antar tim kesehatan dilakukan untuk memastikan jumlah pasti korban dalam insiden tersebut.
“Untuk memastikan jumlah korban pasti ada konfirmasi hingga verifikasi ke lapangan agar data tidak ada yang tertinggal ataupun menumpuk dan dobel. Kami siap bergerak bersama untuk kemanusiaan dan kebaikan bangsa yang lebih baik ke depan,” tambahnya.
Di sisi lain, Pendiri Pesantren Rakyat Al-Amin Ustaz Abdullah Sam menambahkan, selain fokus penanganan secara medis, Pesantren Rakyat juga siap melangkah bersama untuk kesejahteraan pendidikan para korban ataupun keluarga korban Insiden Kanjuruhan. Ponpes yang didirikannya itu pun sangat siap menerima para korban atau keluarga korban yang memang membutuhkan untuk mengenyam pendidikan pesantren.
Baca Juga : Modus Istri Kades di Jombang Tipu Warga Miliaran Rupiah
“Kami konsen dalam pendidikan yang santrinya juga banyak meraih prestasi. Ada banyak penjuruan pendidikan dan pengajar yang berkualitas serta lulusan ponpes ataupun perguruan tinggi benefit di Indonesia, yang itu menjadi pertimbangan bagi kami untuk menggratiskan pendidikan di Ponpes Rakyat,” imbuhnya.
Sementara itu, Abdul Aziz, CEO, Advokat & Legal Consultant dari Firma Hukum Progresif Law menambahkan GPA merupakan gerakan positif dalam merespons tragedy kemanusiaan yang sangat memilukan itu. Sehingga, pihaknya pun siap memberikan pendampingan hukum kepada para korban ataupun keluarga korban Insiden Kanjuruhan.
Saat ini, berbagai kajian terkait kondisi yang terjadi di lapangan dalam Insiden Kanjuruhan itu pun dilakukan. Salah satunya kajian terkait penggunaan gas air mata di dalam lapangan bola.
“Kami ada kajian indoor gas air mata nggak boleh tapi kapolda sebut itu SOP. Padahal peraturan yang ada itu tidak benar. Kami akan konsentrasi melakukan pendampingan, utamanya hak atau pihak yang diintimidasi,” jelas Aziz.
Direktur JatimTIMES Network Lazuardi Firdaus menambahkan, melalui gerakan ini diharapkan penanganan terhadap para korban Insiden Kanjuruhan bisa lebih maksimal. Terutama untuk jangka menengah dan panjang yang memang membutuhkan perhatian lebih.
JatimTIMES pun sangat terbuka memberikan kesempatan kepada para korban atau keluarga korban Insiden Kanjuruhan yang tertarik dalam dunia jurnalistik untuk bergabung. Sebagai pers, JatimTIMES tentu akan turut bergerak menyampaikan kabar dan kondisi terkini berkaitan dengan perkembangan insiden secara independen.
“Apa yang terjadi dalam insiden kemanusiaan ini harus dikawal dengan baik dengan penanganan yang baik pula. Melalui gerakan ini, kebermanfaatan kita untuk masyarakat dan kebaikan masa depan kita semua,” jelas Firdaus.
GPA merupakan gerakan bersama dari berbagai elemen. Yakni Jatimtimes, Lambaga Pendidikan Ma'arif PWNU Jatim, Rumah Sedekah NU, Unisma, RSI Unisma, Fakultas Psikologi UIN Malang, Relawan Anak Bangsa, Unisma Peduli, Malang Peduli Demokrasi, Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi, Rumah Keadilan, RS Lavalette, Progresif Law.
Gerakan ini juga didukung penuh oleh perusahaan besar di Malang Raya seperti Jatim Park Grup, Mall Dinoyo City, NK Cafe, Bandung Sport Malang, Ocean Garden, Pusat Oleh-Oleh Kendedes, Sultan Croffle, Ocean Garden, The Sanata Village, Green Stone, Warung Kasemo, CV Makmur Sejati, Havana Park, Turen Indah Bangunan, Dapur Kota, Meteor Cell, Best Dough Bakery, Madu Kembang Joyo, Klinik Gigi NDC.
Beberapa pondok pesantren dan yayasan pendidikan juga aktif bergabung. Yakni Ponpes Syabilu Rosyad yang diasuh Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, Ponpes Bahrul Maghfiroh yang diasuh KH Prof Muhammad Bisri, Pesantren Rakyat yang diasuh KH Abdullah Sam, Ponpes Al Huda Wajak asuhan KH Tajoel Arifin, Ponpes Al Kaff Jabung asuhan KH Abdullah Yazid, serta SMK Diponegoro.