JATIMTIMES - Rasa kecewa yang mendalam dirasakan oleh warga Desa Sumberkerto, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Bagaimana tidak, tanah bengkok yang selama ini dikelola bersama hendak dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Kepanjen. Padahal, dijelaskan Hosen selaku Kepala Desa Sumberkerto, tanah bengkok yang telah menjadi kas desa tersebut, selama ini dimanfaatkan untuk kepentingan warga.
"Setahu saya, sejak pemerintah desa yang lama tanah bengkok itu sudah digunakan untuk kepentingan warga desa. Jadi digunakan untuk pertanian guna menyejahterakan masyarakat Sumberkerto dan sekitar. Tapi yang mengelola tetap pemerintah desa," jelasnya.
Baca Juga : Gubernur Khofifah Ajak Kuatkan Sport Tourism Malang Raya di Puncak Haornas 2022 Jatim di Kota Malang
Sejauh ini, masih menurut Hosen, tanah bengkok yang ada di desanya tersebut menjadi salah satu aset yang digunakan untuk membuat beberapa agenda warga. Salah satunya meliputi agenda keagamaan.
"Di desa ini kan kebutuhannya macam-macam. Apalagi Sumberkerto ini 100 persen penduduknya adalah agama Islam. Jadi sering ada acara keagamaan, akhirnya harus sering merogoh kocek," jelasnya.
Lantaran alasan itulah, masih menurut Hosen, warga akhirnya sepakat jika tanah bengkok tersebut sebagian besar hasil panennya digunakan untuk tambahan dana acara keagamaan.
"Sebab tidak mungkin warga kalau di bagi sepetak-sepetak. Orang warga saya ada sekitar 4.500-an, ya tidak rata kalau dibagi. Jadi yang back-up ya pemerintah desa, hasilnya untuk kepentingan bersama," ulasnya.
Hosen menjelaskan, sejarah tanah bengkok di Desa Sumberkerto itu bermula saat ada kebijakan pemekaran wilayah desa di Kecamatan Pagak. Sedangkan Desa Sumberkerto yang saat ini ada, merupakan pemekaran dari Desa Gampingan.
"Jadi di karesidenan wilayah selatan itu berdiri Desa Sumberkerto. Akhirnya tanah bengkok 4 desa yaitu mulai dari Gampingan, Sumberejo, Desa Pagak, Desa Sumberkerto ada di satu lokasi, yaitu di Sumberejo," terangnya.
Dalam sejarah lain menyebut, lanjut Hosen, sejak adanya pemekaran wilayah desa tanah bengkok tersebut sempat tidak dimanfaatkan secara maksimal. Alasannya, pada saat itu lokasi tanah bengkok cukup jauh sehingga perangkat desa yang memiliki hak mengelola tanah bengkok kesulitan untuk menuju ke lokasi.
"Karena Desa Sumberejo ke Sumberkerto jauh, waktu itu kan tidak ada tanah penduduk di tahun 1960 sampai 1970-an. Sehingga lahan terlantar karena tidak ada tanaman, tidak ada yang menduduki. Akhirnya dibiarkan begitu saja, perangkat yang mempunyai hak untuk mengelola juga kesulitan karena pada waktu itu tidak ada kendaraan," terangnya.
Kemungkinan karena alasan itulah, masih menurut Hosen, tanah bengkok milik desa tersebut disebut-sebut telah dibeli oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim). Sedangkan peruntukannya digunakan untuk dibangun kantor dan penelitian bibit tanaman.
Hingga akhirnya, di kisaran tahun 2002 tanah yang disebut sempat “dimiliki oleh Pemprov Jatim” tersebut dikudeta oleh warga. Kejadian tersebut terjadi di era pemerintahan kepala Desa Sumberkerto yang lama, yakni Ahmad Ridoi.
"Begini kronologinya, sekitar tahun 2002 itu tepatnya di masa Pak Ahmad Ridoi tanah bengkok itu sempat diminta oleh masyarakat. Tapi karena upaya sebelumnya juga tidak dikasih oleh instansi tersebut, akhirnya direbut paksa di tahun 2002. Kejadiannya di era-nya Pak Ahmad Ridoi mantan kepala desa yang dulu," timpalnya.
Hingga akhirnya, pada tahun 2013 lalu tongkat estafet kepemimpinan Desa Sumberkerto berpindah ke tangan Hosen. Alhasil, sejak saat itu Hosen beserta warga terus berupaya untuk mempertahankan tanah bengkok yang diklaim milik kas desa tersebut.
"Tahun 2013 saya jadi Kades (Kepala Desa), jadi saya kan tinggal meneruskan alur kebijakan pemerintah lama. Saya dipasrahkan, dikasih tangungjawab, ya akhirnya hidup mati saya akan terus membela tanah ini," tegasnya.
Baca Juga : Dugaan Pencabulan Penari di Wajak, Kades Bringin Terlapor Ngaku Cuma Salah Paham
Setelah setahun menjabat sebagai Kades Sumberkerto, Hosen digugat oleh seseorang yang mengklaim dari salah satu Dinas Pemprov Jatim. Disebutkan Hosen, orang yang menggugat dirinya melalui kuasa hukum itu bernama Ahmad Arifin.
"Dulu (yang menggugat) mengatasnamakan Ahmad Arifin. Dia itu orang pegawai dari Pemprov (Jatim). Nah kemudian dia menguasakan gugatan itu kepada pengacaranya yang bernama Pak Bambang Suherwono," terangnya.
Mendapat gugatan, Hosen beserta Kades Sumberejo berinisiatif untuk menelusuri kebenaran gugatan yang mengatasnamakan Pemprov Jatim tersebut. "Setelah kami telusuri ternyata Pak Arifin (penggugat) tidak ada kuasa dari Pemprov Jatim," timpalnya.
Lantaran merasa ada sederet kejanggalan itulah, Hosen memilih untuk tidak hadir dalam proses persidangan. Salah satu pertimbangannya, pada gugatan pertama yakni di tahun 2014 yang tergugat adalah Kades Sumberkerto terdahulu, sebelum Hosen menjabat.
"Dalam perjalanannya, saya belum pernah hadir ke pengadilan. Karena memang tuntutan ke kades yang lama bukan ke saya," dalihnya.
Hingga akhirnya, empat tahun berselang pengadilan memutuskan jika tanah bengkok tersebut merupakan kepemilikan Pemprov Jatim. "Tidak ada undangan ke saya, tapi tiba-tiba muncul putusan pengadilan. Waktu putusan juga tidak ada undangan (pangilan). Tahu-tahu sudah putusan pengadilan dan berbunyi bahwa tanah ini mau dieksekusi. Kok lucu prosedurnya, kok begitu gampang," klaimnya sambil tertawa seolah menanyakan dasar putusan pengadilan.
Sementara itu, dalam pemberitaan sebelumnya Bambang Suherwono selaku kuasa pemohon eksekusi menyebut, sudah ada panggilan sebanyak tiga kali saat persidangan. Bahkan, sebelum ada keputusan eksekusi, pihak tergugat sudah dipanggil untuk kepentingan Aanmaning. Namun, upaya dari pengadilan untuk menghadirkan pihak tergugat selalu diabaikan. Hingga akhirnya Majelis Hakim mengambil keputusan secara verstek.
"Saya inginnya proses hukum ini berjalan secara transparan, karena ini bukan tanah warisan dari nenek saya. Tapi itu (tanah bengkok) merupakan tanah negara, jadi asetnya desa, ya asetnya Kabupaten Malang," tukas Hosen.
Sebagaimana yang telah diberitakan, Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB diagendakan bakal melakukan eksekusi tanah bengkok pada Selasa (27/9/2022). Tanah seluas 14,145 hektare yang terletak di Dusun Bandarangin, Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang tersebut telah masuk dalam tanah objek sengketa. Hal itu terlampir pada surat ber-kop Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB nomor W14 - U35/472/HK.02/9/2022.
Dalam surat digital yang diperoleh Jatim Times tersebut, menjelaskan jika eksekusi pengosongan tanah objek sengketa sudah berdasarkan pada penetapan Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB. Yakni tertanggal 16 Februari 2021 No. 13 / Eks / 2018 / PN.Kpn. Jo No. 8 / Pdt.G / 2018 / PN.Kpn.
Sementara itu, berawal dari pernyataan Kades Sumberkerto inilah, Jatim Times mencari konfirmasi dari Bambang Suherwono selaku kuasa pemohon eksekusi. Secara gamblang, Bambang menyatakan jika lahan yang disebut tanah bengkok tersebut sudah dibeli dengan istilah tukar guling oleh Pemprov Jatim. Seperti apa pernyataan Bambang? Secara lengkap akan kami tayangkan dalam pemberitaan selanjutnya.