JATIMTIMES - Bambang Suherwono selaku kuasa hukum pemohon eksekusi lahan yang disebut tanah bengkok di Kecamatan Pagak, memilih tidak ambil pusing perihal saran dari Wakil Bupati (Wabup) Malang yang menyarankan warga untuk melakukan Peninjauan Kembali atau PK atas putusan pengadilan.
Sebaliknya, dirinya malah merasa sangat kecewa perihal pernyataan Wabup Malang Didik Gatot Subroto, yang menyebut jika proses hukum eksekusi tanah tidak terbuka.
Baca Juga : Korban Dugaan Asusila Eks Modin Karanganom Tak Cabut Laporan Soal Pelecehan
"Ya haknya mereka, mau PK atau tidak, dan PK tidak akan menghalangi kok," kata Bambang saat dikonfirmasi JatimTIMES.com.
Dia merasa, meskipun ada pihak yang keberatan dan ingin mengajukan PK, tidak akan menghalangi apa yang sudah menjadi keputusan Pengadilan. Yakni termasuk perihal ketetapan untuk melakukan eksekusi.
"Perlu diketahui, poin pertama, PK Tidak menghalangi eksekusi. Jadi Tetep (akan di eksekusi), kita tidak mau tau, ya harus tetap jalan. Itukan sudah menjadi putusan Pengadilan, jadi harus tetap dilaksanakan," tegasnya.
Hal yang menjadi pertimbangan lainnya, dijelaskan Bambang, tengang waktu untuk mengajukan PK dirasa sudah kadaluarsa. Sebab, putusan dari pengadilan sudah ditetapkan pada tahun 2018 lalu.
"Pertimbangan kedua, itu putusan tahun 2018, sedangkan PK itu tengang waktunya 4 bulan, kalau novum 6 bulan. Tapi kalau dinilai ada kesalahan dalam arti kata penerapan hukum-nya, nah itu 4 bulan. Sedangkan itu sudah berapa tahun," jelasnya.
Meski sepengetahuannya secara hukum tidak bisa dilakukan PK karena sudah melewati masa tengang, namun Bambang selaku kuasa hukum dari pemohon eksekusi tetap mempersilakan jika ada yang hendak mengajukan PK.
"Ya tidak bisa, secara hukum tidak bisa, hukum acaranya begitu. Tapi itu haknya mereka, jadi monggo- monggo saja (silahkan kalau mau mengajukan PK)," imbuh Bambang.
Menurutnya, siapapun yang berperkara bisa mengajukan PK. Tanpa terkecuali para lembaga penegak hukum. Hanya saja meski secara hukum dianggap tidak bisa karena tengang waktu yang terpaut lama, namun nantinya tetap pengadilan-lah yang menentukan.
"Kalau kita kan boleh-boleh saja, haknya setiap orang. Cuman kalau ini Pengadilan mau tidak menerima itu (PK). Sedangkan kalau biasanya langsung ditolak jika waktunya sudah lewat. Jadi pada saat daftar itu langsung ditolak. Kenapa tidak dari dulu kalau mau mengajukan PK," terangnya.
Sebagaimana yang sudah diberitakan, usulan pengajuan PK tersebut disampaikan langsung oleh Wabup Malang saat ditemui Jatim Times usai menghadiri agenda pemerintahan di Pringgitan Pendopo Agung Kabupaten Malang, Kamis (22/9/2022).
Selain memberi saran kepada warga untuk mengajukan PK, Didik juga mengaku sudah berkoordinasi dengan Pengadilan untuk melakukan penundaan eksekusi yang sejatinya bakal dilangsungkan pada Selasa (27/9/2022).
Politisi yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang ini, mengatakan jika PK perlu dilakukan lantaran ada proses hukum yang dia nilai tidak terbuka.
Menanggapi tudingan tersebut, Bambang selaku kuasa pemohon eksekusi mengaku sangat kecewa. Bahkan dirinya juga menyayangkan peryataan semacam itu bisa terlontar dari seorang pejabat publik.
"Mohon maaf, kalau yang ngomong seperti itu orang kampung saya hormat, mungkin ngomong begitu karena tidak tahu, jadi wajar. Lha ini Wakil Bupati lo, masak ngomongnya seperti itu, itu sama saja dengan menuduh hakim melakukan hal yang neko-neko. Jadi kalau pejabat itu kalau ngomong yang relevan," keluhnya.
Baca Juga : Geni Faruk Ungkap Menantu Idaman Gen Halilintar, Haji Faisal: Kita Tidak Akan Melamar
Bambang menjabarkan, mulai awal gugatan yakni pada tahun 2014 hingga putusan pada tahun 2018 proses hukum di pengadilan selalu dibuka untuk umum. Bahkan, pihak pengadilan sudah melakukan panggilan berulang kali kepada pihak tergugat, namun selalu tidak mengindahkan panggilan tersebut.
"Pejabat kok ngomongnya gitu, kalau menurut saya ya tidak pantas. Kok menyebut ada hukum yang tidak terbuka, orang itu sidangnya terbuka untuk umum. Dia (tergugat, red) dipanggil secara patuh 3 kali tidak hadir. Terus tidak terbukanya di mana, masak ujuk-ujuk (tiba-tiba) ada putusan," tegasnya.
Secara logis, dijelaskan Bambang, selama dipanggil pihak tergugat tidak hadir ke persidangan maka pengadilan akan memutuskan secara verstek. Yakni putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tanpa hadirnya tergugat dan tanpa alasan yang sah, walaupun telah dipanggil secara resmi.
"Sudah sah panggilannya, diterima sama dia (tergugat). Satu kali tidak datang, dua kali tidak datang, tiga kali tidak datang berarti kan verstek. Bahkan setelah jatuh tempo inkracht dia juga tidak melakukan upaya hukum. Setelah diberitahu adanya putusan tetap tidak mengupayakan, harusnya dia ajukan perlawanan kan, tapi dia tidak," jelasnya.
Tidak berhenti di situ, Bambang melanjutkan, usai adanya inkracht dan diajukan eksekusi, pihak tergugat juga tidak melakukan upaya hukum. Bahkan, ketika dilakukan Aanmaning pihak tergugat juga tidak memberikan tanggapan.
"Tiga kali panggilan tidak ada yang datang, termasuk pada saat Aanmaning. Sudah di Aanmaning dua kali juga tidak hadir. Sekarang mana yang tidak terbuka," ulasnya.
Sekedar informasi, Aanmaning merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara berupa teguran kepada pihak Tergugat (yang kalah). Tujuannya agar yang bersangkutan menjalankan isi putusan secara sukarela dalam waktu yang ditentukan, setelah Ketua Pengadilan menerima permohonan eksekusi dari Penggugat.
Lanjut, atas dasar itulah, Bambang selaku kuasa pemohon eksekusi mengaku kecewa dengan pernyataan Wabup Malang. "Kalau saya ngomong apa adanya, kita sebagai rakyat juga kan ya merasa kecewa," tutur warga Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang.
Terakhir, Bambang juga menyoroti pernyataan Wabup Malang yang menurutnya nyentrik. Yakni perihal koordinasi dengan Pengadilan untuk merubah jadwal ekseskusi yang sudah ditetapkan Pengadilan.
"Pak Wabup (Malang) mau minta mundur dari mana dasar hukumnya. Eksekusi mau mundur, lembaga kan tidak bisa seperti itu. Lembaga Pengadilan tidak bisa lo dipengaruhi atau diintervensi oleh lembaga manapun," tukasnya.
Seperti yang sudah diberitakan, Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB diagendakan bakal melakukan eksekusi tanah bengkok pada Selasa (27/9/2022). Diketahui, tanah seluas 14,145 hentar yang terletak di Dusun Bandarangin, Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang tersebut telah masuk dalam tanah objek sengketa.
Hal itu terlampir pada surat ber-kop Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB nomor W14 - U35 / 4782 / HK.02 / 9 / 2022. Dalam surat digital yang diperoleh Jatim Times, menjelaskan jika eksekusi pengosongan tanah objek sengketa sudah berdasarkan pada penetapan Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB. Yakni tertanggal 16 Februari 2021 No. 13 / Eks / 2018 / PN.Kpn. Jo No. 8 / Pdt.G / 2018 / PN.Kpn.